DPD RI mengusulkan lima proposal kenegaraan dengan naskah akademik penyempurnaan dan penguatan sistem. Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyambut baik gagasan DPD RI.
Dikutip dari situs PGI, Selasa (19/9/2023), dukungan ini disampaikan Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom saat menerima Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan sejumlah anggota DPD RI di Grha Oikoumene, kawasan Salemba, Jakarta. Gultom menyebut organisasi mereka ingin berupaya memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa, termasuk soal gagasan memperkuat sistem bernegara.
"Kami sangat setuju dan mendukung," kata Gultom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gultom menambahkan, dari beberapa seminar dan diskusi yang digelar PGI, ada satu kesimpulan yakni bangsa harus kembali kepada nilai-nilai Pancasila. "Untuk itu memang kita harus kembali ke UUD 1945. Adapun kekurangannya, kita sempurnakan dengan cara yang benar. Sehingga tidak mengulang praktik kesalahan di masa lalu. Sehingga kami sependapat dengan tawaran untuk menyempurnakan itu," kata dia.
Gultom menyinggung pentingnya kedaulatan rakyat dikembalikan kepada rakyat melalui lembaga yang dihuni oleh seluruh komponen bangsa, termasuk non peserta pemilu. Dia juga mendukung DPD RI dapat melaksanakan fungsi legislasi seperti tertuang dalam proposal kedua yang digagas, yaitu masuk di dalam anggota DPR dari unsur perseorangan.
"Tentunya agar mekanisme pengambilan keputusan sesuai dengan Sila Keempat Pancasila. Yang terpenting adalah, kita kembali ke UUD 1945 naskah asli untuk selanjutnya di-adendum," katanya.
"Karena sistem yang sekarang ini aneh. Bikameral, tetapi tidak ada keseimbangan, antara DPR dan DPD. Jadi tidak jelas," imbuh dia.
PGI juga disebutkan ingin mendukung peta jalan yang digagas DPD meskipun mengakui ada kekhawatiran lain. Namun, Gultom menyebut hal ini tidak tabu demi Indonesia yang demokratis mempresentasikan rakyat. Gultom juga menyebut PGI memandang perlu menghidupkan kembali utusan daerah, utusan golongan dan GBHN.
"Kami sadar, betapa makin mahalnya harga demokrasi di republik ini. Jadi dari pertemuan ini, saya kira dari uraian-uraian yang disampaikan, kita memiliki banyak kesamaan pandang. Mudah-mudahan dari pertemuan ini kami bisa seiring langkah setelah mendapatkan gambaran yang semakin utuh," kata dia.
Sementara itu, LaNyalla memaparkan, berdasarkan kajian Komisi Konstitusi bentukan MPR di tahun 2002, disimpulkan amandemen konstitusi pada tahun 1999-2002 dilakukan tanpa naskah akademik dan inkonsistensi dari segi teori antara satu dengan lainnya. Karenanya, LaNyalla menilai penting untuk kembali UUD 1945 naskah asli dan dilakukan penguatan serta penyempurnaan sistem bernegara melalui amandemen adendum.
LaNyalla juga mengajak seluruh komponen bangsa untuk mendorong MPR dan semua lembaga negara serta institusi termasuk organisasi-organisasi masyarakat untuk membangun konsensus nasional demi mewujudkan hal tersebut. Ketika kedua tahapan tersebut tercapai, LaNyalla menyebut pada saat itulah bangsa ini menyongsong masa depan yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
"Sehingga, atas dorongan tersebut, kami yang sekarang berada di Senayan bersepakat untuk menggelar Sidang MPR dengan agenda tunggal, yaitu; mengembalikan konstitusi Indonesia sesuai Naskah 18 Agustus 1945, untuk kemudian kita lakukan amandemen melalui teknik adendum," kata LaNyalla.
(gbr/tor)