Koalisi masyarakat peduli Keterwakilan Perempuan melaporkan seluruh Komisioner KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Komisioner KPU dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu terkait aturan PKPU yang mengatur mengenai keterwakilan perempuan dalam daftar bakal calon legislatif (bacaleg) Pemilu 2024.
"Kami dari masyarakat peduli keterwakilan perempuan hari ini menyampaikan dokumen pengaduan atau laporan kepada DKPP, yang kami adukan ini adalah pimpinan KPU RI ketujuh-nya, Ketua dan 6 anggota lainnya," kata Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Hadar Nafis Gumay di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Selasa (15/8/2023).
Hadar menilai KPU telah melanggar kode etik sebagai penyelenggara Pemilu dalam menyusun PKPU Nomor 10 Tahun 2023. Menurutnya, pasal 8 ayat 2 huruf a PKPU Nomor 10 Tahun 2023 telah bertentangan dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengadukan Ketua dan Anggota KPU karena telah melakukan perbuatan, satu melakukan tindakan melanggar prinsip mandiri dalam menyusun regulasi," jelasnya.
Hadar juga berpandangan jika KPU telah membohongi publik. Hal itu, kata Hadar dibuktikan dengan KPU menggelar konferensi pers akan mengubah aturan keterwakilan perempuan.
"Pada tanggal 10 Mei Pimpinan KPU kita itu melakukan konferensi pers di kantor KPU RI. Pada konferensi pers itu disampaikan bahwa KPU atas masukan dari sejumlah kelompok organisasi masyarakat sipil, termasuk juga kami, itu akan melakukan perubahan dari PKPU nya," ungkap dia.
Namun, kata Hadar, sampai saat ini usai berkonsultasi dengan DPR, KPU seakan diam. Dia menyebut tak ada perubahan apapun yang dilakukan KPU terkait aturan keterwakilan perempuan tersebut.
"Tetapi kemudian sampai hari ini khususnya setelah kami mendengar hasil dari rapat konsultasi di DPR, KPU senyap dan tidak pernah melakukan perubahan dari PKPU tersebut," paparnya.
"Jadi, kami menilai KPU sudah melakukan pembohongan publik, pembohongan kepada kita semua. Mengatakan akan mengubah, tetapi tidak diubah," sambung dia.
Menurut dia, Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 telah merampas hak perempuan dalam ikut serta di Pemilu 2024. Dia mengatakan pembohongan yang dilakukan KPU telah berdampak pada kesempatan perempuan menjadi bacaleg 2024.
Dia pun berharap KPU dapat mengubah aturan sebelum penetapan daftar calon tetap (DCT). Selain itu, dia juga berharap DKPP dapat segera memproses aduan mereka.
"Kami kan tentu berharap ini akan efektif, ada koreksi dari (tahapan) Pemilu yang masih berjalan. Ya, kami ingin berusaha berdampak dengan yang sekarang. Ini tentang pencalonan kan? Pencalonan itu masih berlangsung sampai daftar calon tetap di 3 November," ungkap Hadar.
"Sebelum itu, kami berharap sudah ada koreksi ini. Jadi kalau DKPP ini bekerja paling lama satu bulan, maka akan bagus sekali. Itu harapan kami," imbuhnya.
Sebagai informasi, Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dinilai bisa membuat keterwakilan perempuan di legislatif menjadi kurang dari 30%. Pasal ini mengatur terkait pembulatan desimal ke bawah dalam teknis penghitungan proporsi jumlah keterwakilan perempuan di satu dapil.
"Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai: (a) kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau (b) 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas," bunyi Pasal 8 Ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023.
Akibat dari aturan itu, keterwakilan perempuan akan kurang dari 30% di sejumlah dapil. Semisal, pada dapil yang memberlakukan 7 caleg, 30% dari jumlah tersebut ialah 2,1.
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023, angka di belakang koma kurang dari 50, maka 2,1 dilakukan pembulatan menjadi 2 orang.
(amw/yld)