Artis dan dan komedian berlomba-lomba maju dalam konstelasi pileg 2024. Namun, popularitas ternyata tidak menjadi jaminan untuk terpilih sebagai anggota legislatif. Pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menjelaskan lebih lanjut tentang hal ini. Menurutnya, ada beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan bagi para entertainer yang ingin hijrah menjadi politisi.
"Popularitas dan elektabilitas orang yang populer siapapun mereka, entah dari golongan komedian maupun artis publik figur yang hebat sekalipun, kalau dia hanya mengandalkan popularitas, maka dia akan 'tewas'. Kenapa? Karena dia tidak memiliki elektabilitas. Kalau artis itu punya popularitas, elektabilitas punya kemungkinan menangnya tinggi. Tetapi untuk menuju popularitas ke elektabilitas, ini kan butuh 'isi tas'" ujar Ujang Komarudin kepada tim Sudut Pandang detikcom, Senin (26/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Logistik, menurut Ujang adalah faktor pelik. Hal ini pun disadari oleh Bacaleg dari Partai Solidaritas Indonesia, Ronny Immanuel alias Mongol Stress. Ia mengaku sudah menyisihkan pendapatannya selama bertahun-tahun untuk digunakannya sebagai modal saat ingin maju ke Senayan.
"Gue udah nyiapin dari beberapa tahun yang lalu. Karena gue udah tau, untuk menjadi seorang legislatif itu budget politik banyak," sambung Mongol.
Mongol mengatakan, kelengkapan alat kampanye mulai dari baliho hingga kartu nama tidak bisa dapat dengan cuma-cuma. Belum lagi, biaya transportasi serta akomodasi yang diperlukan untuk datang ke 'kantong-kantong suara' miliknya.
"Itu kan nggak mungkin dicetak pakai 'God bless you'. Itu kan cetaknya pakai duit, kan. Kalau bahasa Batak, 'hepeng mengatur negarawan'. Jadi otomatis gue udah siapin,"
kepada tim Sudut Pandang, Mongol membeberkan jumlah uang sakunya untuk menuju Senayan.
"Kurang lebih antara Rp 7,5 miliar. Cuma kan buat Mongol itu mungkin perhitungan orang-orang tertentu. Tapi kalau buat Mongol, tidak semua wilayah harus kita buang uang. Apalagi kalau Mongol, Datang aja gitu ke lokasi mana, bikin ketawa-ketawa orang, terus kita kasih tau program kerja kita. Karena gini, penetrasi apapun kita lakukan dengan cara membuat orang tertawa, lebih 'dapet' di otak mereka dibandingkan dengan kita kaya orasi biasa," tutur Mongol
Lain halnya dengan Mongol, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio mengaku tidak perlu modal besar untuk kembali maju DPR. Alasannya, ia telah membangun sistem di daerah pemilihannya.
"Kalau ditanya ongkos politiknya berapa, nah itu. Karena saya udah rawat, udah dari 4 tahun yang lalu, Costnya murah, sangat murah sekali. Kalau ketemu masyarakat, cuma ada ajak makan, diajak kopi, itu mereka udah seneng. Serius," kata Eko.
Eko mengungkap, anggota legislatif yang kembali maju dengan modal politik besar karena tidak pernah merawat daerah pemilihannya. Sehingga harus kembali mengeluarkan modal untuk bisa terpilih.
"Costnya besar dong. Iya kalau dia tidak merawatnya. Dia kalau tidak berkomunikasi dengan daerah pemilihannya. Tapi kalau dia sudah berkomunikasi, ini saya ngomong yang udah jadi ya, Dia harus, harus dirawat. Selama dia lima tahun, udah," tutup Eko.
(edo/vys)