Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat membicarakan pentingnya falsafah Pancasila di Bulan Bung Karno. Djarot menegaskan falsafah Pancasila yang lahir dari pemikiran Sukarno, Proklamator Kemerdekaan Indonesia, adalah ideologi yang dinamis dan hidup di dalam sanubari Bangsa Indonesia.
"Sebuah ungkapan menyatakan bahwa suatu bangsa akan menjadi besar jika berpegang teguh terhadap falsafahnya. Bangsa Indonesia punya falsafahnya sendiri yaitu Pancasila. Pancasila merupakan hasil dari pemikiran sang proklamator, Ir Soekarno yang luar biasa. Pancasila lahir dari falsafah hidup dan nilai-nikai budaya Bangsa Indonesia," kata Djarot dalam Podcast Bung Karno Series, Bulan Bung Karno BKN PDI Perjuangan, dikutip Minggu (25/6/2023).
"Karena tantangannya berbeda saat ini, maka nilai-nilai Pancasila bisa untuk menjawab tantangan di tiap zaman," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gubernur DKI Jakarta 2017 ini melanjutkan, saat dibuang ke Ende, NTT, hampir setiap malam di bawah pohon sukun Bung Karno berkontemplasi menggali nilai-nilai budaya dan falsafah dasar Indonesia kalau kelak merdeka. Hasil perenungan itu, sebut Djarot, dijadikan rumusan menyusun sila-sila Pancasila yang disampaikan pada sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) 1 Juni 1945.
"Dari hasil penggalian nilai-nilai budaya dan falsafah bangsa itulah akhirnya lahir lima butir Pancasila," ucap Djarot.
Pancasila, kata Djarot, menjadi pemersatu keberagaman suku, agama, ras yang ada di Indonesia. Djarot menyebutkan Pancasila bersifat timeless sehingga bisa menyatukan Indonesia tanpa memandang perbedaan suku, agama, dan perbedaan lainnya.
"Kalau tak ada Pancasila, bangsa ini tak bisa bersatu, pecah berkeping-keping seperti Yugoslavia yang jadi tujuh negara. Di sana ada kesamaan suku, agama, dan latar sejarah masing-masing suku, tapi pecah karena tak ada ideologi pemersatu seperti Pancasila," urainya.
Djarot juga menyebut Indonesia sebagai negara yang 'ajaib'. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sangat besar dengan beragam budaya dan agama, tapi terikat oleh kesamaan 'way of life' yakni Pancasila.
"Selama Pancasila terpatri pada sanubari bangsa Indonesia, saya haqul yakin Indonesia tak akan pecah," jelasnya.
Djarot merujuk pada data survei Setara Institute dan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) mengenai kondisi ancaman ideologi di Tanah Air saat ini. Menurutnya, ada potensi kemajuan teknologi informasi yang semakin bebas dan terbuka juga dengan masuknya ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia.
"Hasil survei Setara Institute dan INFID baru-baru ini mencatat 83,3 persen siswa SMA menganggap Pancasila bukan ideologi permanen dan bisa diganti. Karena itu, Pancasila perlu ditanamkan sejak dini nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak," terangnya.
Simak selengkapnya di halaman berikut.
Saksikan juga 'Jokowi Ingatkan Pesan Bung Karno: Jangan Gontok-gontokan':
Wali kota Blitar dua periode ini mengingatkan, jika Indonesia ingin jadi negara kuat, jangan terjebak menjadi bangsa imitasi. "Datang kebudayaan dari Arab, Korea, Amerika, jangan mentah-mentah diikuti. Harus disaring. Tetaplah bangga dengan identitas bangsa Indonesia," tegas Djarot.
Djarot lalu mengungkit Pilgub DKI tahun 2017 yang menurutnya terjadi politisasi SARA, membenturkan suku, agama, dan antar golongan. Dia mengingatkan publik agar tak kembali melakukan hal tersebut.
"Yang terjadi di Jakarta saat itu sudah bukan demokrasi lagi, tapi sudah barbar dan kejahatan demokrasi. Memaksakan kehendak dan menghalalkan segala cara demi memperoleh kekuasaan," kata Djarot.
Djarot menggarisbawahi, seorang yang menjalankan Pancasila sebagai pandangan hidupnya harus berperikemanusiaan dan menjadi sosok beradab, toleran, dan menjunjung persatuan. Dia berpesan, bangsa Indonesia yang menganut sistem demokrasi pasti selalu memiliki perbedaan.
"Saya pernah dihadang-hadang dan diancam oleh kelompok itu. Saya jawab, bahwa kalau tak suka pada Ahok, Djarot, itu hak kalian untuk tidak memilih. Tapi tak bisa mengintimidasi dan menjual ayat-ayat untuk kepentingan sendiri," jelasnya.
"Namun, perbedaan itu bukan untuk menjadikan kita bermusuhan. Di sinilah Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa menyatukan semua perbedaan dan memperkokoh persatuan bangsa. Pancasila itu merangkul semua komponen anak bangsa," pungkas Djarot.
Sebagai informasi, baru-baru ini, Pidato Bung Karno berjudul To Build the World A New (Membangun Tata Dunia Kembali) ditetapkan UNESCO sebagai Memory of the World (MoW). Pidato Bung Karno yang sangat monumental itu berlangsung di depan Sidang PBB pada 31 September 1960 dan ditetapkan sebagai dokumen sejarah. Ini menjadi bukti bahwa dunia begitu mengagumi Bung Karno dan pemikiran Bung Karno yang dianggap bukan sekadar pemimpin bangsa Indonesia, tetapi pemimpin dunia.
(fca/gbr)