Mantan Wamenkumham Denny Indrayana menyebar rumor bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan membuat keputusan mengubah sistem Pemilu dari proporsional terbuka atau coblos nama caleg menjadi proporsional tertutup atau coblos gambar partai. Waketum NasDem Ahmad Ali mengatakan partainya menolak sistem coblos gambar partai.
Ali awalnya bicara soal demokrasi saat Orde Baru. Dia mengatakan saat itu partai sangat berkuasa sehingga membuat rakyat tak punya peran apapun dalam menentukan siapa wakil mereka di lembaga legislatif.
"Kita pernah merasakan bagaimana ketika demokrasi di Indonesia itu di zaman orde baru itu menjadi gelap ya karena partai begitu berkuasanya dan rakyat menjadi tidak punya peran apa-apa dalam menentukan wakil mereka di DPR. Karena partai menjelma menjadi orang yang lebih tau, lebih memahami keinginan rakyat, bukan rakyat sendiri yang memahami dan punya hak," kata Ahmad Ali kepada wartawan, Senin (29/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan Orde Baru berakhir dengan reformasi yang membuat demokrasi menjadi lebih sehat. Namun, kini, katanya, demokrasi hasil reformasi itu diteror oleh kepentingan suatu kelompok.
"Jadi tentunya ini periode yang sangat menyakitkan bagi demokrasi kita saat itu. Kemudian ketika di reformasi yang diperjuangkan dengan darah dan nyawa untuk menyehatkan demokrasi di Indonesia itu kemudian hari ini kita dihantui, diteror oleh kepentingan suatu kelompok," ujarnya.
Ali mengatakan masyarakat sistem coblos gambar partai saja akan membuat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) semakin tumbuh subur. Dia mengatakan sistem coblos gambar partai membuka peluang lembaga legislatif diisi oleh orang-orang yang dekat elite partai saja, bukan orang yang dipilih rakyat.
"Sekarang ini kalau katakanlah tertutup, maka kemudian orang menjadi tidak confident, semua orang harus memilih gambar. Jadi ini akan membuka tumbuh suburnya kembali KKN di negeri ini, orang-orang hanya memilih partai, politik itu hanya milih orang-orang yang punya hubungan kedekatan dengan elite partai sehingga kemudian rakyat yang terlahir tidak mempunyai garis partai, tidak punya hubungan anak elite partai, ya mereka pasti tidak punya keberanian untuk bermimpi menjadi anggota DPR RI," ucap Ali.
Ali khawatir dengan kualitas anggota DPR jika Pemilu 2024 dilakukan dengan sistem coblos gambar partai. Dia menyebut KKN sudah makin sulit dihindari.
"Jadi kalau anggota DPR hari ini dipilih oleh rakyat dianggap tidak berkualitas. Nah, bagaimana kalau kemudian itu dipilih oleh partai? Pasti akan sangat KKN, orang yang bekerja, kemudian elite partai yang punya nama. Pastilah sulit kita hindari KKN," tutur Ali.
Simak juga Video 'Kader NasDem soal Sawer Duit di Kantor KPU: Berbagi Kebahagiaan':
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Ali mengatakan perubahan sistem Pemilu saat tahapan Pemilu sudah berjalan akan membuat kekacauan luar biasa. Menurut Ali, sistem Pemilu tidak bijak diubah saat tahapan pemilu telah berjalan.
"Tahapan Pemilu ini sudah berjalan berdasarkan PKPU dan UU Pemilu. Tentunya ketika kemudian sistem itu diubah, konsekuensinya adalah merubah UU-nya dan PKPU-nya. Kalau kita lihat di DPR, lebih dari setengah yang tidak setuju untuk sistem tertutup, jadi karena tahapan sudah berjalan, mau tidak mau harus merubah itu. Kalau kemudian enam atau tujuh fraksi tidak setuju untuk melakukan perubahan UU Pemilu, terus landasannya apa? Karena sistem yang dipakai untuk pendaftaran sekarang kan sistem terbuka berdasarkan UU Nomor 7 ya kalau nggak salah itu," kata Ali.
"Jadi akan terjadi kekacauan konstitusi yang luar biasa. Jadi memang sangat tidak pas, tidak bijak untuk memutuskan itu di tengah-tengah tahapan pemilu sudah berjalan. Jadi saya optimislah bahwa para Yang Mulia Hakim MK masih menggunakan nurani untuk memutus perkara ini," lanjutnya.
Sebelumnya, Denny mengklaim mendapatkan informasi mengenai putusan MK perihal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai. Putusan itu diklaim Denny diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion di MK.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," ucap Denny Indrayana kepada wartawan, Minggu (28/5).
Dari mana informasi itu didapat Denny?
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.
Juru Bicara (Jubir) MK Fajar Laksono mengaku belum tahu ada informasi yang menyebut hasil putusan pemilu 2024 kembali ke proporsional tertutup. Pun soal adanya dissenting opinion, Fajar menjawab serupa.
"Saya belum tahu. (Soal dissenting opinion) Saya nggak tahu juga," ujar Fajar Laksono saat dihubungi terpisah.
(haf/haf)