Eksistensi Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) kini dipertanyakan sebab PPP sudah memutuskan untuk mengusung Ganjar Pranowo dan Golkar yang makin intens dengan PKB. Melihat kondisi ini, Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia Aditya Perdana berpandangan kalau KIB bisa saja akan bubar.
"Mungkin saja potensi bubar," kata Aditya kepada wartawan, Minggu (28/5/2023) malam.
Namun menurutnya, kondisi perpolitikan saat ini masih dinamis. Bahkan menurutnya, jika KIB tidak bubar, bisa juga memunculkan koalisi yang lebih besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi skenario di antara parpol untuk bergabung menjadi dua, tiga, atau empat paslon masih bisa terjadi karena situasinya masih sangat dinamis hingga saat ini," ujarnya.
"Mungkin saja Golkar akan memisahkan diri dari KIB atau mungkin saja nanti akan terbentuk koalisi yang lebih besar sehingga mereka malah berkumpul kembali. Jadi apapun saat ini masih mungkin terjadi," lanjutnya.
Aditya lantas menyebut kemungkinan 4 poros yang terjadi. Di antaranya PDIP-PPP-Hanura-PSI, Gerindra-PKB-Golkar, PD-Nasdem-PKS, dan Golkar-PAN. Dia menilai pergeseran koalisi masih bisa terjadi karena parpol yang masih berharap endorsemen Jokowi.
"Ya pergeseran-pergeseran di dalam koalisi bisa terjadi karena memang arahnya parpol berharap juga mendapatkan endorsement Jokowi dalam menentukan pilihan berkoalisi," ujarnya.
Aditya menilai saat ini Jokowi terkesan menunjukkan keberpihakan ke sejumlah tokoh. Hal itu bisa saja menunjukkan ke elite politik kalau Jokowi punya posisi untuk menentukan calon yang bisa dipertimbangkan.
"Setelah penetapan capres Ganjar Pranowo oleh PDIP, publik berasumsi bahwa langkah politik Presiden benar2 sejalan dengan apa yang diputuskan oleh partai yang menaunginya yaitu PDIP. Namun, belakangan asumsi ini malah tidak sepenuhnya tepat karena Presiden Jokowi menunjukkan adanya keberpihakan dukungan pilihan politiknya tidak hanya kepada Ganjar, melainkan juga kepada Prabowo ataupun calon wakil presiden potensial lainnya seperti Airlangga Hartarto, Erick Tohir, Sandiaga Uno dll. Artinya, Presiden Jokowi memang sedang menunjukkan kepada elite partai dan juga kepada publik bahwa ia memiliki posisi politik di beberapa calon yang perlu dijadikan pertimbangan untuk dapat dipilih," ujarnya.
Aditya mengatakan dengan Jokowi yang memposisikan diri seperti itu, maka elite partai politik akan berpikir kalau restu Jokowi menjadi pertimbangan penting dalam rancang bangun arah koalisi partai. Hal ini juga ada kaitannya dengan strategi partai dalam kontribusi di pemerintahan berikutnya.
"Adanya harapan efek elektoral dari endorsement presiden yang dapat dimobilisasi. Berbagai data survei menyebutkan ada potensi tersebut, meskipun saya masih meragukan hal tersebut akan sepenuhnya diikuti oleh suara pemilih karena tentu pemilih memperhatikan sosok figur dan partai yang diusung. Sehingga tidak sepenuhnya pemilih akan merespon pilihan Pak Jokowi, apalagi pilihan tersebut tidak tunggal," ujarnya
Simak juga Video 'Golkar-PAN Akan Bertemu, Bahas soal KIB Atau Poros Keempat':