Direktur Pusako Unand: Koalisi Parpol Tak Dikenal di Sistem Presidensil

Direktur Pusako Unand: Koalisi Parpol Tak Dikenal di Sistem Presidensil

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 30 Apr 2023 10:05 WIB
Charles Simabura
Foto: Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (Pusako FH Unand) Charles Simabura (Ari Saputra/detikcom).
Jakarta -

Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (Pusako FH Unand) Charles Simabura menegaskan koalisi partai politik (parpol) tidak dikenal dalam sistem pemerintahan presidensil, sebagaimana sistem yang dianut oleh Indonesia. Sistem koalisi parpol hanya dikenal dalam sistem pemerintahan parlementer.

"Apakah sistem presidensil membutuhkan koalisi? Saya katakan tidak," kata Charles Simabura kepada wartawan, Minggu (30/4/2023).

Dalam praktik saat ini, koalisi dalam sistem presidensil di Indonesia dibangun dalam rangka membangun koalisi di parlemen. Di mana sistem ini memunculkan model koalisi dan oposisi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di kita, ada pileg dan pilpres. Kalau ditanya desain ketatanegaraan kita, Inilah anomalinya. Kita dibuat seolah-olah harus berkoalisi," ujar Charles Simabura.

Dalam sistem presidensil di Indonesia, sepanjang memenuhi syarat presidential threshold 20 persen, parpol bisa mencalonkan nama untuk menjadi presiden. Bila parpol tidak memenuhi syarat presidential threshold 20 persen, maka parpol beberapa parpol bergabung mengusulkan capres hingga minimal memenuhi syarat presidential threshold 20 persen.

ADVERTISEMENT

"Koalisi itu bagi yang tidak melampaui presidential threshold sebab ada sanksi bagi parpol yang tidak mengusung capres," ujar Charles Simabura.

Dalam praktiknya di Indonesia, koalisi adalah pilihan politik dan bukan pilihan hukum yakni pilihan politik bagi parpol yang tidak memenuhi syarat presidential threshold.

"Ada faktor psikologis. Kita baru mau belajar berpresidensial, tapi parpolnya masih multi parpol. Dalam desain ketatanegaraan kita, harus dilihat utuh. Selain saat pemilihan, juga saat menjalankan dan diberhentikan di tengah jalan," beber Charles Simabura yang meraih gelar Doktor dari UI pada 2022 lalu dengan judul disertasi 'Wewenang Menteri Membentuk Peraturan Menteri dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia Pasca-Perubahan UUD 1945 Kurun Waktu 2004-2019'.

Hal senada juga disampaikan pakar hukum tata negara UNS Solo, Agus Riewanto. Menurut Agus, dalam sistem presidensial, koalisi parpol di parlemen dibangun setelah pilpres selesai.

"Hal itu (koalisi pasca pilpres) untuk membangun relasi dengan DPR agar kebijakan presiden terpilih tak dipersulit dan deadlock (presiden minority)," ujar Agus Riewanto.

UUD 1945 dan UU Pemilu menegaskan, sepanjang parpol memenuhi presidential threshold 20 persen, maka sudah bisa mengusulkan capresnya sendiri. Tidak ada kewajiban bagi pemegang golden ticket untuk berkoalisi dengan parpol lain. Satu-satunya parpol yang sudah mempunyai syarat presidential threshold adalah PDI Perjuangan.

"PDI Perjuangan seharusnya hanya berkoalisi dengan parpol lain pascapilpres," kata Agus tegas.

Menurut Agus, koalisi yang dilakukan bukan policy blind coalition (memaksimalkan kekuasaan), tapi coalition based programmatic/ideology) sehingga menghasilkan koalisi yang sederhana, awet dan berkesinambungan.

"Meminimalkan jumlah parpol ikut berkoalisi agar presiden terpilih tak tersandera partai-partai," cetus Agus.

Sebagaimana diketahui, dua nama sudah memenuhi presidential threshold. Yaitu Anies Baswedan diusung sebagai bakal calon presiden oleh koalisi NasDem, PKS, dan Partai Demokrat. Ganjar Pranowo diusulkan oleh PDI Perjuangan dan belakangan didukung PPP. Adapun Prabowo dan Airlangga Hartarto yang mendeklarasikan diri sebagai bakal calon presiden belum resmi memegang tiket presidential threshold dan masih menunggu parpol lain berkoalisi mendukungnya.

Simak juga 'PD Tetap Dukung Anies Usai Bertemu Golkar? AHY Singgung Piagam Koalisi perubahan':

[Gambas:Video 20detik]



(whn/imk)



Hide Ads