Ahli Hukum Tata Negara Beberkan Relasi Parpol Pengusung dengan Presiden

Ahli Hukum Tata Negara Beberkan Relasi Parpol Pengusung dengan Presiden

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 04 Apr 2023 10:22 WIB
Direktur Advokasi PUKAT UGM, Oce Madril
Oce Madril (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Pertemuan lima pimpinan partai politik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memunculkan wacana koalisi besar. Bagaimana seharusnya hubungan ideal parpol pengusung dengan Presiden?

Menjawab hal itu, ahli hukum tata negara yang juga Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN), Dr Oce Madril menyatakan relasi parpol pengusung dengan Presiden tidak boleh terputus. Hal itu agar kebijakan-kebijakan dalam sistem presidensial berjalan efektif.

"Relasi antara parpol pengusung dengan Presiden tidak boleh terputus setelah pemilu dilakukan, melainkan harus tetap kuat hingga penyelenggaraan pemerintahan," kata Oce dalam webinar BPHN 'Tantangan Sistem Presidensial: Koalisi Parpol dan Oposisi Serta Dampaknya Pada Pembentukan Kabinet Hasil Pilpres 2024 di Indonesia'", Selasa (4/4/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oce menyodorkan beberapa alasan. Pertama, pasca reformasi UUD 1945 memberikan ruang andil yang besar bagi parpol dalam penyelenggaraan negara. Seperti mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Presiden, maupun saat Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat menjalankan kewajibannya dalam masa jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.

"Kedua, UU Partai Politik menjelaskan bahwa keberadaan parpol dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita. Hal ini berimplikasi bahwa setiap partai politik memiliki asas dan ciri masing-masing yang sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU Partai Politik," beber Oce.

ADVERTISEMENT

Ketiga, ketika seorang warga negara direkrut menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden oleh Partai Pengusung, maka secara sadar warga negara tersebut mengikatkan dirinya dalam komitmen perjuangan demi kepentingan bangsa dan negara melalui garis, asas, ciri, dan cita-cita yang telah dibangun dalam suatu Partai Politik.

"Atas dasar itu, relasi antara Presiden dan Partai Politik pengusung tidak boleh terputus," ungkap Oce.

Dalam konteks pemerintahan, kebijakan Presiden seharusnya mencerminkan karakter parpol pengusung. Praktik di beberapa negara menunjukkan bahwa agenda kebijakan Presiden mencerminkan karakteristik platform politik parpol pengusung.

Di Amerika Serikat misalnya, kebijakan Presiden tidak akan berbeda dari mazhab Partai Republik atau Demokrat. Paradigma partai atas suatu masalah menjadi referensi kebijakan Presiden. Di Indonesia semestinya juga begitu, platform perjuangan Parpol pengusung merupakan acuan agenda kebijakan Presiden," beber Oce.

Seorang Presiden adalah kader Parpol sejak pencalonan Pilpres hingga menjabat sebagai Presiden. Dalam perspektif UU Pemilu, sesungguhnya parpol pengusung mempunyai relasi yang sangat erat dengan calon Presiden. Penentuan Capres ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme Parpol. Dalam pencalonan, ada Parpol pengusung dan parpol pendukung.

"Sesuai fatsun politik, partai politik seharusnya mencalonkan kadernya sendiri bukan mencalonkan kader partai lain," tutur Oce.

Berdasarkan Putusan MK No. 007/PUU-II/2004, ada pembedaan antara Hak Konstitusional Warga Negara dengan Hak Konstitusional Partai Politik. Di mana untuk menjadi Capres adalah hak setiap warga negara, namun hak tersebut tidak serta merta dapat dilaksanakan sendiri, melainkan harus melalui pencalonan oleh Parpol.

"Maka yang memiliki hak konstitusional dalam pencalonan Capres adalah Parpol bukan setiap warga negara," tegas Oce.

Oleh sebab itu, relasi Presiden harus kuat dengan Parpol pengusung sejak pintu pencalonan sebagai seorang Capres dalam ajang Pilpres hingga menjabat sebagai Presiden. Bahkan visi-misi dan program yang akan diusung Capres dalam kampanye Pilpres dan hendak dilaksanakan saat terpilih sebagai Presiden adalah cerminan visi-misi dan program berdasarkan ideologi parpol pengusungnya saat pencalonan.

"Relasi yang kuat antara parpol pengusung dan Presiden dibutuhkan agar pemerintahan stabil dan berjalan efektif serta agenda kebijakan strategis Presiden mendapatkan dukungan parlemen secara politik. Itulah salah satu esensi pertimbangan mengapa dibutuhkan presidential treshold dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden supaya Presiden mendapatkan back up politik yang cukup kuat dalam melaksanakan kebijakan-kebijakannya sehingga sistem Presidensial akan efektif," pungkas Oce

Lihat juga Video: Silaturahmi Ketum Parpol, Sinyal Koalisi KIB-KKIR Bersatu?

[Gambas:Video 20detik]



(asp/dnu)



Hide Ads