Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengajak anak muda untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemilu mendatang. Dia juga membahas tekait kekuasaan yang jangan sampai hanya dikuasai segelintir orang.
Awalnya, Bagja membahas soal politik uang. Dia mengingatkan jangan sampai anak muda rela memilih calon yang hanya punya uang.
"Bagaimana pengawasan dilakukan oleh teman-teman milenial, zillenial, Anda rela yang Anda pilih adalah orang-orang yang punya uang saja? nggak dong?," kata Bagja dalam diskusi Jaringan Pendidikan untuk Rakyat (JPRR) bertajuk 'Zillenial Dukung Pemilu Damai', secara virtual, Jumat (17/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagja lalu menyebut kekuasan perlu dipergilirkan untuk membawa Indonesia semakin maju. Ia tak ingin pemerintahan di Indonesia hanya dikuasai oleh segelintir orang.
"Teman-teman yang namanya kekuasaan itu harus dipergulirkan, itu melanggar sunah kata Muhammadiyah dan NU kan kalau kekuasaan itu tidak dipergulirkan.
Kalau tidak ada pergantian kekuasaan, itu ibarat tidak adanya malam dan siang," tutur Bagja.
Ia berharap tokoh pemimpin ke depannya bisa mengubah Indonesia menjadi lebih baik. Ia mengajak setiap pihak untuk bergerak menentukan pilihan.
"Lihat dong, jangan sampai hanya dikuasai segelintir orang, Indonesia harus berubah. Masa teman-teman Muhammadiyah selalu menjadi underdog dalam ekonomi, teman-teman NU selalu di bawah? Bukan dong. Sudah saatnya kita bergerak, toh sekarang ada orang Banser jadi Ketua PSSI," kelakar Bagja.
Dalam kesemlatan itu, Bagja juga menolak adanya politisasi suku agama ras antargolongan (SARA). Ia tak setuju tempat ibadah digunakan untuk mengkampanyekan seseorang menjelang 2024.
"Sudah saatnya teman-teman bekerja, melakukan pemantauan dengan baik. Sudah saatnya politisasi SARA ditiadakan, saya nggak setuju kenapa tempat ibadah jadi tempat kampanye dan sosialisasi," kata Bagja.
Bagja menyebut setiap orang berhak menggunakan tempat ibadah untuk berdoa. Adanya politik yang masuk rumah ibadah dikhawatirkan bakal mengkotak-kotakan jemaah hanya karena tak satu prinsip.
"Semua orang berhak akses terhadap tempat ibadah. Jangan sampai tempat ibadah nanti jadi persaingan antar parpol. Masjid A punya Golkar, masjid B punya PDIP, masjid ini, pusing kita," tutur Bagja.
Ia khawatir masyarakat jadi tak beribadah di satu tempat lantaran ada pandangan yang berbeda. Oleh karena itu, Bagja tegas menolak politisasi SARA.
"Apa yang prinsipil tolak politisasi SARA, tolak politik uang," ungkap dia.
(dwr/maa)