Anies lantas menjelaskan sistem perjanjian jika kalah harus mengganti uang tersebut. Anies menyebut jika dirinya menang maka akan berada di dalam pemerintahan sehingga tidak bisa mencari uang untuk mengembalikan uang tersebut.
Sebaliknya, jika kalah dia akan berada di luar pemerintahan dan bisa mengganti uang tersebut dengan membangun usaha atau melakukan upaya lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang perlu digarisbawahi kenapa kalah bayar? Biasanya orang berpikir menang bayar. Kalau kalah maka saya akan berada di luar pemerintahan, maka di situ saya cari uang untuk mengembalikan. Mungkin saya bisnis mungkin saya usaha apapun supaya mengembalikan," ucap Anies.
"Kalau saya menang, saya masuk pemerintahan, saya tidak cari uang untuk bayar di pemerintahan untuk bayar itu. Kalau tidak, saya harus ngumpulin uang bayar utang, bukankah ini yang menjebak kita selama ini dengan secara macam praktik-praktik fund rising untuk biaya pilkada," lanjut Anies.
"Kemarin sebaliknya bila kalah maka saya di luar pemerintahan, sah dong cari uang, sah dong punya usaha tapi begitu menang saya masuk pemerintahan malah nggak usah (diganti). Justru itulah dukungan anda untuk Jakarta yang lebih baik, membawa perubahan Jakarta," imbuh Anies.
Anies menilai sistem perjanjian itu merupakan pola pikir baru. Dia menegaskan isu perjanjian itu bukan menjadi berita yang menggemparkan.
"Itu mindset baru. Cuma kan itu ada perjanjian yang karena ada seseorang yang mengungkap, ya sekarang kita ceritakan. Ada dokumennya. Jadi kalau memang suatu saat itu dianggap perlu dilihat, boleh saja, wong tidak ada sesuatu yang luar biasa di situ," ujarnya.
Anies menegaskan perjanjian Rp 50 miliar bukan sebuah utang yang harus dilunasi. Dia menekankan perjanjian itu sudah selesai.
"Jadi tidak ada sebuah utang yang hari ini harus dilunasi. Enggak ada. Karena ketika Pilkadanya selesai, ya selesai. Jadi, aneh ketika sekarang kita bicarakan soal ada utang yang belum selesai. Sudah selesai, karena perjanjiannya itu gini," ucapnya.
Lebih lanjut, Anies berharap perjanjian sistem tersebut menjadi referensi ke depan. Dia menyebut tidak semua dukung-mendukung itu dijadikan utang.
"Saya berharap, pola seperti ini bisa menjadi bahan referensi untuk dipikirkan. Bahwa mendukung itu untuk perubahan, bukan mendukung sebagai investasi untuk nanti dikembalikan dalam bentuk privilege-privilege," ucapnya.
(eva/idh)