Cuitan Tiffatul
Sebelumnya, Tifatul membuat cuitan berseri mengenai pihak yang merespons cuitannya soal sindiran kepada pengungkit isu perjanjian capres. Tifatul menyebut pihak yang merespons cuitannya sebagai oknum.
"Ada yang kelojotan, saya bikin pantun dan status di Twitter tanpa menyebut nama orang atau partai apapun. Saya dikatakan menyindir, Alhamdulillah masih merasa kalau disindir," tulis Tifatul dalam akun Twitternya @tifsembiring, Senin (6/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lucunya yang bersangkutan nanya-nanya apa prestasi saya, dibanding-bandingkan dengan 'oknum' dirinya sendiri. Urusanmu apa? Mengevaluasi kinerja orang dari lain partai, dan lain komisi. Selama DPR berdiri, belum ada kedengaran kelakuan aleg aneh seperti ini," imbuhnya.
Tifatul tak mau berdebat dengan oknum tersebut, sembari mengungkit kasus penggerebekan PSK online di Padang beberapa waktu lalu. Menurut dia, manuver penggerebekan itu bertujuan untuk menjatuhkan citra Mahyeldi, Wali Kota Padang saat itu.
Kembali soal cuitannya, Tifatul menyebut cuitannya itu dimaksudkan untuk mempertanyakan isu perjanjian capres yang kembali diangkat ke publik.
"Maksud twit saya, dalam hal capres, soal ungkit-ungkit perjanjian politik, entah itu ada atau tidak, buat apa diungkit-ungkit ke publik. Targetnya apa? Apa sih manfaatnya. Ada nggak dasar hukumnya yang bisa dibawa ke ranah hukum. Atau hanya sekedar menjatuhkan kompetitor?" tutur Tifatul.
Kemudian, Tifatul menyingung isu perjanjian Batu Tulis yang kembali diangkat pada beberapa tahun yang lalu. "Nah sekarang diungkap lagi ada perjanjian dengan Anies Baswedan. Ini targetnya apa? AB (Anies Baswedan) nggak boleh maju, begitu? Sudah lah, nyalon aja masing-masing. Situ punya jagoan, yang lain juga punya calon. Monggo, sama-sama berkompetisi secara sehat," tegasnya.
Tifatul lalu menyinggung sentilan 'oknum' yang menyebut cuitannya menyindir Prabowo Subianto. Padahal, jelas Tifatul, dirinya sama sekali tidak menyebut nama Prabowo dalam cuitannya. "Dalam twit tersebut, saya tak sebut-sebut nama beliau. Tapi dikonotasikan 'oknum' tersebut. Silakan saja," tulis Tifatul.
Tifatul lalu mengungkit masa di mana ia mengampanyekan Prabowo dalam pilpres 2014 dan 2019. Tifatul mengaku turun ke 7 provinsi hingga menggalang dana besar.
"Menggalang kader dan umat. Bukan kaleng-kaleng. Saat itu sang 'oknum' yang ajak debat ini belum lahir sebagai politisi," tambah Tifatul.
"Tapi bagi saya sekarang, suruh dukung pak Prabowo lagi, ya ogah. Bagi saya beliau sudah 'enough is enough'. Cukup. Itu hak pendapat pribadi saya. Kebebasan memilih dan berpendapat. Yang lain mau dukung, silakan," lanjutnya.
Menurut Tifatul, bergabung dengan pemerintahan Jokowi merupakan hak Prabowo. Namun, tambahnya, ada yang menilai tindakan Prabowo itu sebagai sesuatu yang negatif.
"Ada petinggi sebuah partai mengatakan, bahwa Prabowo bersedia bergabung menjadi menteri pak Jokowi, untuk menjaga persatuan bangsa. Silakan saja berkilah," tulis Tifatul.
Tifatul lalu menyinggung saat Megawati kalah di pemilihan presiden (pilpres) melawan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Megawati, jelas Tifatul, tidak begitu saja menjadi menteri SBY.
"Pak Wiranto kalah dengan pak SBY, beliau tidak gabung jadi menteri pak SBY, aman-aman aja kok. Alasan," lanjutnya.
Tifatul menambahkan setiap partai bebas mengajukan calonnya. Ia berharap pemilu 2024 berdasarkan kejujuran dan keadilan.
"Nggak apa-apa banyak calon, asalkan rakyat puas dengan pilihannya. Jangan dilarang-larang," pungkasnya.
(tor/tor)