Partai Demokrat dan Partai NasDem berbeda pendapat soal figur usungan mereka, Anies Baswedan. Demokrat menilai Anies tetap antitesis yang ada saat ini sedangkan NasDem percaya Anies gabungan figur Presiden Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Persoalan antitesis ini kembali mencuat usai diungkit oleh Deputi Bappilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani. Dia berkeyakinan Anies merupakan antitesis dengan yang berkuasa saat ini.
"Kami percaya figur Mas Anies, kenapa kemudian Demokrat mengerucut mendukung ke Anies? Karena memandang beliau adalah figur yang merepresentasikan perubahan dan perbaikan atau antitesis dari yang ada saat ini tentunya," kata Kamhar dalam diskusi Adu Perspektif seperti disiarkan detikcom, Rabu (1/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kamhar menyebut figur Anies sebagai pemimpin perubahan terlihat dari rekam jejaknya saat memimpin DKI Jakarta. Selain itu, Kamhar menilai Anies mempunyai semangat yang sama dengan Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Kenapa? Kami percaya bahwa pilihan-pilihan cara yang demokratis berdasarkan rekam jejak beliau memimpin DKI dan sebagianya itu menunjukkan kualitas kepemimpinan Mas Anies, untuk kemudian Partai Demokrat sampai pada titik bahwa ini representasi, ini pemimpin perubahan, sama dengan Mas Ketum kami, Mas AHY yang kami pandang linear dengan Mas Anies sebagai pemimpin perubahan," ucapnya.
Kamhar menjelaskan Demokrat melihat penting bagi Anies Baswedan menjadi antitesis pemerintah lantaran banyaknya kebijakan yang harus dikoreksi. Termasuk, kata dia, soal pemerintah menjadi alat pukul bagi lawan politik.
"Karena ada banyak yang harus ditinjau ulang dan dikoreksi, termasuk, kami lebih melihat kepada kekuasaan dijalankan sebagaimana mestinya, tidak boleh menjadi alat pukul bagi lawan politik," jelasnya.
Simak video 'Ungkapan Syukur Anies Didukung Nyapres oleh NasDem-Demokrat-PKS':
Simak selengkapnya Anies dinilai gabungan Jokowi dan SBY di halaman berikutnya.
Anies Gabungan Figur Jokowi dan SBY
Partai NasDem pun memiliki pandangan berbeda. Waketum Partai NasDem Ahmad Ali justru melihat Anies sebagai penggabungan karakter SBY dan Jokowi.
"Ya kalau itukan pandangan dia, tidak bisa disamakan dengan pandangan NasDem. Ya kami melihat Anies ini dia berhati-hati seperti SBY dan dia tanggap, gesit, cepat soal keputusan seperti Jokowi. Jadi penggabungan dua figur yang menurut saya ada pada Anies," tutur Ali kepada wartawan, Kamis (2/2).
Meski demikian, Ali menegaskan keputusan NasDem mencapreskan Anies lantaran memiliki rekam jejak yang baik saat kepemimpinan di DKI Jakarta. Hal itu yang dijadikan dasar pertimbangan utama.
"Tapi kan ini tanggapan dari objektifitas dari kami ya, tapi salah satu yang menjadi faktor dari NasDem itu tentang track record dari Anies ketika dia memimpin Jakarta. Menjadi salah satu pertimbangan utama ya," tutur Ali.
"Ada banyak hal yang menjadi PR di Jakarta yang kemudian diselesaikan walaupun masihlah tidak sempurna. Secara emosional, Anies ini pemimpin yang sudah sangat matang. Dia lama memimpin Jakarta, dia begitu banyak menerima hinaan, fitnah, bully tapi kemudian tidak menjawab itu dengan emosional, tapi menjawab dengan kerja-kerja nyata," sambungnya.
Ali pun menyampaikan bahwa tak elok membandingkan suatu kepemimpinan. Ia menilai setiap masa kepemimpinan, pasti memiliki baik dan buruknya.
"Jadi setiap pemimpin itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jadi, tidak bagus kemudian setiap berganti pemimpin kemudian menghina pemimpin sebelumnya, atau kemudian menjatuhkan pemimpin yang sebelumnya," terang Ali.
Ali tak sepakat jika Anies direpresentasikan sebagai antitesis pemerintah saat ini. NasDem meminta semua pihak untuk berhenti membandingkan suatu kepemimpinan.
"Kita tidak sepakat dengan itu (pernyataan Kamhar), bahwa ya saya sekali lagi (ingatkan) berhenti. NasDem mengajak kita berhenti untuk kemudian membuat perbandingan-perbandingan," kata Ali.
"Tidak ada yang mengatakan SBY itu sempurna, saya juga tak sepakat dengan yang dikatakan Demokrat beberapa waktu lalu 'Jokowi hanya gunting-gunting pita' Itukan hal yang tidak terlalu pas, terlalu lebay, itukan nggak perlu kita eksploitasi," imbuhnya.
(maa/haf)