Setara Minta Polri Intensifkan Pemantauan Ujaran Kebencian Jelang Pemilu

Setara Minta Polri Intensifkan Pemantauan Ujaran Kebencian Jelang Pemilu

Silvia Ng - detikNews
Selasa, 31 Jan 2023 18:46 WIB
Setara Institute di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023)
Foto: Setara Institute di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023) (Silvia/detik)
Jakarta -

Setara Institute mengungkap adanya potensi politisasi identitas menjelang Pemilu 2024. Menurut Setara Institute, hal itu dapat memperburuk Kondisi Kebebasan/Berkeyakinan (KBB) di tahun ini.

"Potensi politisasi identitas menjelang Pemilu 2024 dapat memperburuk KBB, terutama dalam bentuk persekusi terhadap kelompok-kelompok minoritas dan menguatnya kehendak politik penyeragaman atas nama agama dan moralitas," kata Wakil Ketua Setara Institute Coki Bonar, di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023).

Karena itu, Setara Institute pun meminta Polri untuk mengintensifkan pemantauan tindakan ujaran kebencian dan hoaks jelang Pemilu 2024. Sebab, hal itu dinilainya sering menjadi sarana untuk memperkusi kelompok minoritas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Polri agar mengintensifkan pemantauan tindakan ujaran kebencian dan hoaks, yang sering menjadi sarana untuk mempersekusi kelompok minoritas, terutama menjelang pemilu, dengan pendekatan dialogis dan preventif, sehingga tidak menimbulkan pelanggaran HAM baru pada kebebasan berpendapat dan berekspresi," tuturnya.

Setara Institute juga memberikan sejumlah rekomendasi lain agar kebebasan beragama di Indonesia tidak meningkat. Salah satunya, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkuat kepemimpinan toleransi.

ADVERTISEMENT

"Presiden Joko Widodo memperkuat kepemimpinan toleransi dan mengakselerasi kebijakan tata kelola inklusif untuk memunculkan gerak pemerintahan yang masif dari pusat hingga daerah guna mengatasi permasalahan-permasalahan KBB secara efektif, termasuk gangguan tempat ibadah. Pernyataan Presiden Joko Widodo pada tanggal pada tanggal 17 Januari 2023 yang menegaskan kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) semua pemeluk agama/kepercayaan dijamin dalam Konstitusi harus ditindaklanjuti dengan kebijakan dan tata kelola konkret, sehingga memastikan seluruh jajarannya dapat menegakkan jaminan KBB dalam Kontitusi tersebut, termasuk memastikan kepala daerah patuh pada Konstitusi," papar Coki.

Selain itu, Setara Institute juga meminta pemerintah pusat dan daerah mengefektifkan penanganan kebijakan diskriminatif yang sering menjadi justifikasi bagi kelompok tertentu untuk mempersekusi minoritas. Menteri Agama dan Mendagri juga diminta mengkaji ulang PBM No 8 dan 9 Tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah.

"Menteri Agama meninjau ulang desain dan kinerja Program Moderasi Beragama, yang saat ini telah diinstitusionalisasikan dengan pembentukan badan khusus, sehingga di lapangan tidak menimbulkan dan memicu konflik baru antarsesama agama dan antarsesama anak bangsa. Menteri Dalam Negeri memastikan pengarusutamaan inclusive governance bagi pemerintahan daerah, dengan menerbitkan kebijakan khusus tata kelola yang inklusif dalam mengelola kemajemukan republik," ujar dia.

Untuk diketahui, Setara Institute mencatat adanya 175 peristiwa dengan 333 tindakan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan di Indonesia selama tahun 2022. Pelanggaran itu paling banyak ditemukan di Jawa Timur, Jawa Barat, dan disusul DKI Jakarta.

Pelanggaran KBB oleh aktor negara paling banyak dilakukan oleh pemerintah daerah (47 tindakan), kepolisian (23 tindakan), Satpol PP (17 tindakan), institusi pendidikan negeri (14 tindakan), Forkopimda (7 tindakan). Sedangkan pelanggaran KBB oleh aktor non-negara paling banyak dilakukan oleh warga (94 tindakan), individu (30 tindakan), ormas keagamaan (16 tindakan), MUI (16 tindakan), dan Forum Kerukunan Umat Beragama/FKUB (10 tindakan).

Lihat juga video 'Mahfud-Bamsoet Bahas Persiapan Pemilu di 4 Provinsi Baru Papua':

[Gambas:Video 20detik]



(mae/mae)



Hide Ads