Partai Garuda tidak ambil pusing dengan polemik sistem pemilu proporsional tertutup atau terbuka. Partai Garuda mengatakan pihaknya siap menjalankan apapun putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sistem pemilihan pada Pemilu legislatif tinggal menunggu putusan MK, apakah mau menggunakan sistem proporsional terbuka yaitu rakyat memilih caleg di surat suara atau sistem proporsional tertutup, yaitu rakyat hanya memilih partai politik di surat suara," ujar Wakil Ketua Umum dan Juru Bicara Partai Garuda, Teddy Gusnaidi kepada wartawan, Sabtu (7/1/2023).
Menurutnya, kedua sistem tersebut bisa diterapkan. Teddy menjelaskan aturan itu secara konstitusi ada di pasal 22E ayat 3.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Peserta pemilu legislatif adalah partai politik bukan perseorangan. Makanya Caleg DPR/DPRD itu harus anggota Partai Politik. Kalau Caleg DPD, itu perseorangan, tidak harus dari Partai Politik," jelasnya.
Karena itu, Partai Garuda mengaku siap menjalankan apapun putusan MK. Dia meminta tidak ada perdebatan terkait sistem pemilu lagi.
"Karena sudah masuk ranah MK. Jika MK memutuskan sistem proporsional terbuka ya wajib dijalankan, jika MK memutuskan sistem proporsional tertutup, ya wajib dijalankan juga. Jadi tunggu saja, untuk apa memperdebatkan sesuatu yang tidak perlu diperdebatkan?" ucapnya.
Diketahui, wacana coblos parpol berangkat dari sejumlah kader parpol menggugat UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta Pemilu 2024 menggunakan proporsional tertutup karena proporsional terbuka dinilai banyak cela dan celahnya.
"Pemohon selaku pengurus parpol, berlakunya norma pasal a quo berupa sistem proporsional berbasis suara terbanyak ini telah dibajak oleh caleg pragmatis yang hanya modal 'populer dan menjual diri' tanpa ikatan dengan ideologi dan struktur parpol," kata pemohon dalam salinan permohonan yang dilansir website MK, Kamis (17/11) lalu.
Pemohon itu adalah:
1. Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo)
2. Yuwono Pintadi (anggota Partai NasDem)
3. Fahrurrozi (bacaleg 2024)
4. Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel)
5. Riyanto (warga Pekalongan)
6. Nono Marijono (warga Depok).
Sejumlah anggota DPR pun ramai-ramai mengkritik gugatan ini, mereka tidak setuju jika caleg dicoblos berdasarkan partai. Meski begitu ada juga partai yang mendukung, salah satunya PDIP.