Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan Internal KPU RI Mochammad Afifuddin mengungkapkan netralitas ASN menjadi salah satu pelanggaran yang kerap terjadi di masa pemilu. Afif mengambil contoh penggunaan fasilitas negara seperti kendaraan dinas untuk kampanye.
Hal itu Afif sampaikan saat webinar sosialisasi Indeks Kerawanan Pemilu 2024 melalui zoom, pada Selasa (27/12/2022). Afif mengatakan kendaraan dinas baik ASN, TNI-Polri tak boleh digunakan untuk kampanye pemilu.
"Terhadap pelanggaran netralitas ASN, ini juga penting, TNI/Polri, Kepala Desa dan penggunaan fasilitas negara. Kadang-kadang di masa kampanye, masa pendaftaran memakai mobil-mobil dinas dan seterusnya, ini harus kita antisipasi," ujar Afif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Afif membeberkan persoalan politik uang yang kini telah dimodifikasi dengan berbagai cara. Dia menilai perlunya diantisipasi potensi-potensi yang memunculkan politik uang.
"Ini penting (politik materi), materi lainnya, pengalaman kami di pemilu sebelumnya, misalnya model-model politik uang dengan cara memberi atau top-up atau mengisi ulang token listrik, itu juga sudah mulai muncul di Pemilu 2019 atau Pilkada kemarin, jadi potensi ini harus kita antisipasi," katanya.
"Inovasi para tim sukses, atau jajarannya untuk kemudian memodifikasi metode politik uang, yang sekarang ini sudah sangat canggih, banyaknya aplikasi dan seterusnya ini harus kita antisipasi, bisa jadi belum terlalu kita pikirkan," sambungnya.
Selain itu, pelanggaran lain kata Afif yakni politisasi sara. Dia menilai hal ini berbahaya pada tahapan pemilu. Afif menyebutkan politisasi sara, politik identitas, hoax dan ujaran kebencian merupakan hal-hal yang kerap terjadi pada saat kampanye.
"Ini satu tautan ikat dengan isu-isu di kampanye biasanya, yang dilakukan oleh para pihak, kadang-kadang politik sara ini, semua tau ini isu berbahaya, tapi semua juga sadar kadang-kadang menggunakan isu ini dianggap paling mudah, akan berbahaya kalau politisasi sara dibungkus dengan percepatan ruang-ruang media sosial, mensosialisasikan tanpa ada klarifikasi dari para pihak penerima," paparnya.
Afif menyebutkan pada pemilu 2019, bukan hanya masyarakat biasa yang sering terjebak pada hoax, tetapi juga masyarakat yang bergelar tinggi. Oleh sebab itu, Afif mengatakan perlu adanya antisipasi dengan pendidikan pemilu.
"Di 2019 jangankan masyarakat biasa, orang-orang bergelar tinggi, sering kali langsung mem-forward seakan-akan informasi itu benar, ini tugas kita semua, percepatan pendidikan pemilih, pemberian informasi ini jadi sangat penting untuk kita semua, untuk kemudian kita maksimalkan," katanya.
(amw/eva)