Sekjen PDIP Bahas Pemikiran Sukarno di Konferensi Bandung-Belgrade-Havana

Sekjen PDIP Bahas Pemikiran Sukarno di Konferensi Bandung-Belgrade-Havana

Matius Alfons Hutajulu - detikNews
Jumat, 11 Nov 2022 16:12 WIB
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat menjadi pembicara di Konferensi Bandung-Belgrade-Havana (Matius-detikcom)
Foto: Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat menjadi pembicara di Konferensi Bandung-Belgrade-Havana (Matius-detikcom)
Surabaya -

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjadi pembicara dalam Konferensi Bandung-Belgrade-Havana di Surabaya. Dalam pidatonya, Hasto membahas pemikiran geopolitik Presiden RI pertama Sukarno.

Hasto mengatakan pemikiran geopolitik Bung Karno itu merupakan disertasinya. Dia juga membahas semangat Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 hingga Gerakan Non Blok (GNB) di Konferensi Bandung-Belgrade-Havana tersebut.

Salah satu hal yang disampaikan Hasto ialah stabilitas politik Asia dan prinsip hidup berdampingan secara damai. Dia mengatakan negara-negara di dunia harus membangun persaudaraan tanpa perang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tekad untuk membangun persaudaraan dunia tanpa perang harus dibangun ke dalam budaya Asia yang menjadi dasar filosofi penyelenggaraan negara," ujar Hasto di Surabaya, Jumat (11/11/2022).

Hasto mengatakan negara-negara di Asia harus merangkul negara-negara di Afrika dan Amerika Latin untuk mengatasi krisis yang saat ini terjadi. Menurutnya, hubungan antarnegara harus bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat.

ADVERTISEMENT

"Di sinilah Asia harus bersatu dan merangkul kekuatan Afrika dan Amerika Latin serta negara-negara cinta damai, untuk mengatasi krisis pangan, energi, dan ekonomi dunia," ujarnya.

Hasto juga mengingatkan pentingnya negosiasi untuk mengurangi belanja militer, termasuk mencegah senjata pemusnah massal. Dia mengungkit pemikiran Sukarno untuk reformasi PBB demi pencegahan konflik.

"Ini untuk mencegah konflik di seluruh belahan dunia. Berdasarkan agenda tersebut, pemikiran Sukarno untuk mereformasi PBB realistis untuk dimunculkan kembali," tambah dia.

Hasto juga menilai setiap negara harus memajukan kerja sama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlandaskan kemanusiaan. Dia juga menilai perlu ada terobosan agar penguasaan modal bisa lebih merata.

"Struktur keuangan dunia perlu dipikirkan kembali. Apa yang diprakarsai oleh Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan melalui pendirian New Development Bank. Usulan ini sangat menarik untuk mengatasi berbagai wajah "kolonisasi baru" yang muncul akibat dominasi modal yang tidak adil, serta kolonialisme data," ucap Hasto.

"Asia bersama Afrika dan Amerika Latin dalam semangat Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Nonblok, serta Konferensi Tri-Kontinental harus bersatu untuk mengubah dunia, mengedepankan wajah kemanusiaan, kerja sama ekonomi yang adil, dan berbagi kemakmuran. Pada akhirnya, pelestarian bumi, keselamatan alam semesta, harus diperjuangkan bersama karena kita hidup di planet yang sama," sambungnya.

Acara Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective merupakan napak tilas KAA 1955. Pembukaan dilakukan di Jakarta pada beberapa hari lalu.

Setelahnya, peserta berangkat ke Bandung, bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran (Unpad), membahas langkah-langkah berbasis semangat Konferensi Asia Afrika 1955. Setelah itu rombongan ke Surabaya, dan selanjutnya akan ke Bali.

Para peneliti yang diajak dalam program ini antara lain ialah Annamaria Artner (Hungaria), Connie Rahakundini Bakrie (Indonesia), Isaac Bazie (Burkina Faso/Canada), Beatriz Bissio (Brasil/Uruguay), Marzia Casolari (Italia), Gracjan Cimek (Poland), Bruno Drweski (Prancis/Polandia), Hilman Farid (Indonesia), Darwis Khudori (Indonesia/Prancis), Seema Mehra Parihar (India), Jean-Jacques Ngor Sene (Senegal/USA), Istvan Tarrosy (Hungaria), Rityusha Mani Tiwary (India), Nisar Ul Haq (India).

Simak juga 'Gerindra Tak Sepakat dengan PDIP Terkait Negara Harus Minta Maaf ke Bung Karno':

[Gambas:Video 20detik]



(maa/haf)



Hide Ads