Wacana pemilihan kepala daerah atau pilkada dikembalikan lewat DPRD muncul kembali usai dibahas oleh MPR RI dan Wantimpres. Wacana tersebut dinilai lahir kembali lantaran kekuatan politik yang ada saat ini bisa dijinakkan oleh penguasa.
Analisis tersebut disampaikan oleh Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno. Dia menyebut kondisi kekuatan politik saat ini lah yang mengakibatkan wacana-wacana semacam itu muncul kembali di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
"Wacana ini muncul karena hampir semua kekuatan politik selama ini bisa dijinakkan. Sudah banyak contoh kasus keputusan politik kontroversial disahkan tanpa protes kuat dari aktor politik seperti partai hingga pegiat demokrasi," kata Adi saat dihubungi, Selasa (11/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adi mengatakan kekuatan politik saat ini bisa dikendalikan dengan mudah oleh penguasa. Walaupun, kata dia, wacana yang ada berbahaya bagi demokrasi.
"Wacana pilkada dipilih DPRD mencuat kembali mengarah ke arah sana. Bahwa semua kekuatan politik di negara bisa dikendalikan dengan mudah. Padahal ini bahaya bagi demokrasi," ucapnya.
![]() |
Lebih lanjut, Adi menilai wacana Pilkada dikembalikan ke DPRD bisa mengembalikan demokrasi Indonesia ke masa kelam. Yang lebih aneh lagi, menurutnya, wacana ini muncul dari orang-orang yang dulu mantan aktivis di masa kelam Indonesia.
"Kepala daerah dipilih DPRD akan mengembalikan Indonesia pada abad jahiliyah penuh kegelapan. Anehnya, yang sering mewacanakan seperti ini adalah mereka yang dulunya ngaku mantan aktivis," ujarnya.
Simak video 'MPR dan Wiranto Cs Bertemu Bahas Evaluasi Penyelenggaraan Pilkada':
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Kemudian, Adi melihat para penguasa memunculkan kembali wacana ini dengan bersembunyi di balik argumen biaya pemilihan yang mahal dan menghindari adanya clash di masyarakat. Selain itu, menurutnya mereka yang mewacanakan ini karena takut jagoannya kalah di Pilkada 2024.
"Alasannya pasti normatif. Pilkada langsung dituding berbiaya mahal dan kerap terjadi clash antar pendukung. Itu argumen yang selalu diulang. Padahal pilkada oleh DPRD juga mahal. Dan pastinya akan menggergaji hak politik rakyat," ujar dia.
"Sederhana saja, yang mewacakan ini adalah mereka yang takut dengan rakyat. Takut jagoan mereka kalah dalam pemilihan langsung. Sementara kalau pilkada oleh DPRD segala sesuatunya relatif lebih mudah dikalkulasi dan lebih mudah dikendalikan. Karena yang milih hanya segelintir orang. DPRD itu jumlahnya tak banyak. Level kabupaten/kota ada jumlah DPRD rata-rata cuma 50 orang. DPRD provinsi rata-rata 100 orang. Jadi, demokrasi lokal kita ingin dikendalikan oleh segelintir DPRD ini saja," imbuhnya.
Baca juga: Bamsoet Minta Sistem Demokrasi RI Dievaluasi |
Wacana Pilkada via DPRD
Sebelumnya, wacana pemilihan kepala daerah atau pilkada lewat DPRD kembali hidup. Perdebatan wacana pilkada tak langsung ini sudah berjalan cukup lama. Kini, wacana pilkada lewat DPRD itu kembali mencuat dalam pertemuan pimpinan MPR RI dan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo beserta pimpinan MPR sempat membahas sejumlah hal saat bertemu dengan Wantimpres. Salah satu yang dibahas yakni wacana agar pilkada dikembalikan lewat DPRD.
Bamsoet membeberkan MPR RI dan Wantimpres menilai perlunya kajian mendalam dengan melibatkan berbagai pakar dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi dan kelompok terkait lainnya untuk mengkaji sejauh mana pelaksanaan pilkada langsung memberikan manfaat kepada rakyat.
"Namun bukan berarti kajian mendalam terhadap pelaksanaan pilkada langsung tidak boleh dilakukan. Mengingat menurut pasal 18 ayat 4 UUD NRI 1945, gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis," kata Bamsoet dalam keterangannya, Selasa (11/10).
Bamsoet lalu menyinggung wacana pilkada secara tidak langsung oleh DPRD di akhir masa pemerintahan Presiden SBY. Bamsoet juga menyinggung disertasi tentang pilkada langsung dan kaitannya terhadap korupsi.
"Di akhir masa pemerintahan Presiden SBY, pemerintah pernah menggunakan hak inisiatifnya untuk membuat UU No. 22/2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh DPRD," kata Bamsoet.
(maa/gbr)