Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyebut bahwa sistem informasi partai politik (sipol) tidak bisa mendeteksi data ganda. Diketahui, sipol merupakan sistem KPU yang digunakan oleh partai politik untuk memasukkan data sebagai persyaratan peserta pemilu.
"Sipol tidak mendeteksi kegandaan (data)," Ketua Bawaslu Rahmat Bagja di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (22/8/2022).
Bagja lantas mengambil contoh kasus seseorang yang terdaftar di lima partai politik. Dia mengatakan hal itu tidak bisa terdeteksi di sistem sipol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya ada orang terdaftar di lima parpol di satu NIK, nah itu tidak bisa dideteksi. Ya nggak tau (penyebabnya), coba tanya KPU kan yang buat sistem KPU," ucapnya.
"Karena di kami itu, kami kan hanya dikasih waktu 15 menit dan nggak boleh kemudian melototin layar itu," sambung Bagja.
Terkait pencatutan nama tersebut, Bawaslu mengatakan hal itu masih dalam pemeriksaan. Menurut Bagja, pencatutan itu termasuk dalam pelanggaran administrasi namun tidak menutup kemungkinan bisa menjadi pidana umum.
"Bisa pidana umum cuma bukan kerjaan Bawaslu, itu polisi. Bukan (akan) lapor, diteruskan ke polisi nanti ke pidana. Kenapa? Karena kan yang kami sekarang tuju adalah perbaikan (data). Perbaikan itu yang utama," ucapnya.
Diketahui, Bawaslu mengungkap 275 anggotanya dicatut menjadi kader partai politik. Bawaslu mengingatkan bahwa tindakan pencatutan tersebut bisa dikenai pidana.
"Namun apakah masuk ke ruang tindak pidana umum? Bisa saja masuk dalam tindak pidana umum," ucap Bagja di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (15/8/2022).
Nantinya, Bawaslu akan meneruskan hal-hal tersebut kepada kepolisian untuk ditindaklanjuti. Bagja mengungkap hal seperti ini memang sudah sering terjadi dalam kontestasi pemilu.
"Karena banyak sekali hal tersebut dilakukan setiap gelaran 5 tahun sekali. Kita harus waspadai, menjaga data kependudukan," ucap Bagja.
Simak juga 'Berkas 24 Parpol Calon Peserta Pemilu Dinyatakan Lengkap!':