Spotlight

Salah Kaprah Jual Beli Organ, Picu Pembunuhan

Kasus penculikan dan pembunuhan di Makassar dilakukan oleh anak di bawah umur. Kesalahan memahami konten daring membuat dua orang remaja tega merenggut nyawa tetangganya.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Senin, 16 Januari 2023

Sekitar Maret 2022, melalui sebuah video di YouTube, AR, 17 tahun, mendapat inspirasi untuk menelusuri seluk-beluk perdagangan organ tubuh manusia. Selang beberapa waktu, melalui mesin pencari Yandex, ia mulai menelusuri laman-laman daring yang menjual berbagai organ tubuh manusia. Ada dua laman daring yang dia temukan, yaitu organstrade.com dan organcity.com.

AR tidak cakap berbahasa Inggris. Dia harus menggunakan Google Translate untuk dapat memahami konten dalam dua laman website tersebut. Di organcity.com, terdapat etalase penjualan sebuah ginjal manusia yang dibanderol dengan harga US$ 80 ribu atau Rp 1,2 miliar. Namun AR tak memahami bahwa situs tersebut hanya menjual. Untuk stok organ tubuh, organcity.com tidak membelinya, melainkan mendapatkannya dari donatur sukarela.

Berbekal pengetahuan yang terbatas, AR mengirim surel yang tertera di laman tersebut. Dengan itu, AR bermaksud menanyakan mekanisme penjualan organ tubuh.

Tangkapan layar cuplikan rekaman CCTV saat korban dibawa oleh AR.
Foto : Istimewa


Mereka tidak punya kemampuan melakukan bedah medis. Bahkan letak organ ginjal, jantung, dan lainnya saja mereka tidak tahu. Tidak tahu dan tidak punya kemampuan untuk itu.”

"Dia terinspirasi terus dari situ. Kami cek, tidak ada komunikasi. Surel dia tidak dibalas atau direspons," ucap Plt Kasat Reskrim Polrestabes Makassar Kompol Jufri Natsir kepada reporter detikX.

Bukan tanpa sebab, AR tertarik pada perdagangan organ karena terobsesi memperoleh banyak uang. Dengan uang itu, ia berharap dapat lepas dari omelan dan kemarahan orang tuanya sehari-hari.

Praktis, selama hampir satu tahun, remaja 17 tahun tersebut terus menyimpan dan merawat obsesinya untuk dapat menjual organ tubuh manusia. Ia berencana memperoleh organ tersebut dari salah satu anak-anak di lingkungan rumahnya.

Pada 7 Januari 2023, AR bertemu dengan F, 18 tahun. Mereka berdua bersekolah di tempat yang sama, yaitu SMA Citra Mulia, Makassar. Kepada F, AR memaparkan rencananya. AR bertekad menculik salah seorang bocah laki-laki tetangganya untuk kemudian dibunuh dan diambil organ dalamnya. Mereka berdua sepakat akan membagi dua hasil penjualan organ ginjal dari bocah tersebut.

“AR bilang ke F, organnya akan laku US$ 80 ribu. Nanti rencananya dirupiahkan dan mereka bagi dua," ujarnya.

Esoknya, Minggu, 8 Januari, AR melancarkan aksinya. Korban yang menjadi target adalah anak usia 11 tahun yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Mulanya, AR menjemput korban di salah satu minimarket di Jalan Batu Raya, Kota Makassar.

Aktivitas tersebut terekam CCTV minimarket tersebut. Dalam rekaman itu, tampak AR mengendarai motor tanpa menggunakan helm sedang menjemput korbannya. Adapun korban tampak mengenakan celana pendek dan kaus berwarna kuning.

Kepada korban, AR menawarkan uang Rp 50 ribu untuk turut membantu membersihkan rumah. Tanpa pikir panjang, korban menerima ajakan tersebut dan ikut diboncengkan menuju rumah AR. Tak selang lama, AR menghubungi F untuk segera merapat ke rumahnya. F akhirnya datang dengan mengendarai sepeda motor.

Di kamar tamu rumah AR, korban diminta memainkan gim di sebuah laptop. Tak lupa, kedua tersangka juga meminta korban mengenakan headset. Saat korban asyik bermain gim, kedua tersangka mencekik dan membekap korban dari arah belakang.

Tangkapan layar salah satu etalase Organcity.com, mereka hanya menjual stok organ tubuh manusia yang didapat dari donatur sukarela. 
Foto : Organcity.com

Setelah membunuh korban, kedua pelaku kembali mengirim e-mail yang tercantum di laman daring penyedia organ tubuh manusia. Namun, lagi-lagi, e-mail tersebut tidak mendapat balasan. Selain itu, tanpa keahlian medis, mustahil bagi kedua remaja tersebut untuk melakukan bedah dan mengambil organ sesuai dengan prosedur. Akhirnya mereka panik dan memutuskan membuang jasad korban dengan kondisi tangan dan kaki terikat ke Waduk Nipa-Nipa, Moncongloe, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

"Mereka tidak punya kemampuan melakukan bedah medis. Bahkan letak organ ginjal, jantung, dan lainnya saja mereka tidak tahu. Tidak tahu dan tidak punya kemampuan untuk itu,” ucap Kapolrestabes Makassar Kombes Budhi Haryanto.

Adapun Kapolrestabes Makassar menolak pembunuhan itu disebut sebagai kasus perdagangan organ. Baginya, kasus itu merupakan pembunuhan berencana terhadap anak di bawah umur. Dengan itu, pelaku akan dikenai pasal terkait pembunuhan berencana.

"Tidak ada balasan komunikasi dengan calon pembeli. Ini nggak jelas juga apakah benar bisa menjual ke sana. Penyelidikan terkait upaya penjualan organnya kami hentikan, fokus ke pembunuhannya," ucapnya.

Menurut nenek korban, selain bersekolah, sehari-hari cucunya memang bekerja sebagai tukang parkir di minimarket tersebut bersama sepupunya. Ia merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Saat hari mulai malam dan korban tak kunjung pulang, keluarga mulai mencari dengan mengakses CCTV minimarket. Hal itu karena menurut keterangan sepupunya, korban diboncengkan pergi oleh seseorang yang bertubuh agak gemuk di depan minimarket. Namun, saat itu, akses ke CCTV belum bisa dilakukan karena membutuhkan password.

Pada Senin 9 Januari, berbekal keterangan saksi dan rekaman CCTV, akhirnya pelaku dapat dibawa ke kantor polisi. Di kantor polisi, pelaku sempat berkelit, tapi akhirnya mengakui perbuatannya. Sementara itu, jasad korban ditemukan pada Selasa, 11 Januari.

Di sisi lain, berdasarkan penelusuran tim detikX, kedua laman daring yang dirujuk oleh tersangka memang menjual organ-organ manusia. Namun pengelola laman tidak mencantumkan layanan pembelian organ tubuh dari kalangan masyarakat umum atau awam. Artinya, masyarakat tidak bisa menjual organ tubuh melalui laman tersebut, tetapi dapat membelinya dengan mekanisme tertentu.

Laman daring organstrade.com tercatat terdaftar di Panama dengan e-mail pendaftarnya adalah abuse@namesilo.com. Laman itu baru terdaftar sekitar April 2022. Adapun organcity.com terdaftar di Amerika Serikat dan dibuat sejak Mei 2020. Namun pemilik IP kedua laman tersebut sama-sama dirahasiakan.

Tim detikX telah mengirimkan surel ke kedua situs tersebut, tetapi hingga kini belum ada respons. detikX juga menghubungi bagian keuangan organcity.com yang berada di Utah, Amerika Serikat, melalui pesan WhatsApp, tetapi tak ada respons juga.

Kriminolog dari Universitas Indonesia Arthur Josias Simon Runturambi mengatakan ada beberapa hal yang dapat memicu anak atau remaja melakukan tindakan kriminal, bahkan pembunuhan. Salah satunya pemahaman dan literasi terhadap dunia digital.

"Website yang isinya konten segala macam, tapi oleh anak-anak itu dimaknai jadi pembunuhan karena dia nggak tahu," ucapnya kepada reporter detikX.

Meski begitu, Jason juga ragu kasus tersebut murni muncul dari ide anak-anak. Menurutnya, kuat kemungkinan adanya pengaruh dari lingkungan pertemanan, keluarga, maupun sekolah. Hal itu karena cukup aneh jika seorang anak begitu terobsesi terhadap suatu tindakan kriminal yang spesifik

Dua remaja yang membunuh korban.
Foto : Rasmilawanti Rustam/detikSulsel

"Misalnya ada kasus sejenis yang memicu si anak punya ketertarikan di bidang itu. Dia salah memahami dan justru melakukan pembunuhan. Bahkan tindakan kriminal memiliki mekanisme dan caranya, tidak serta-merta mereka bisa melakukan," ujarnya.

Mantan komisioner Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan mayoritas kekerasan yang melibatkan anak terkait dengan kasus tawuran dan sejenisnya. Adapun pembunuhan dengan motif khusus, seperti penjualan organ, jarang dijumpai.

Menurut Retno, para pelaku di Makassar melakukan serangkaian tindakan yang tidak sepenuhnya mereka pahami. Kurangnya pemahaman atas tindakan dan risikonya menandakan pelaku belum dewasa.

"Mayoritas tindak pidana anak faktor ekonomi. Selain itu, ada faktor kesehatan mental, buah dari pola asuh yang buruk," ucapnya kepada reporter detikX.


Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE