METROPOP

Pertobatan Mantan Bandar Narkoba

“Pelanggan saya banyak, mulai anak tentara, anak politikus, bahkan anak tokoh agama.”

Foto: Hasan Alhabshy/detikcom 

Kamis, 30 Juni 2016

Dokter memvonis Alfons Supit Legoh akan meninggal dalam waktu satu bulan lagi. Alfons baru saja koma dan harus menjalani opname selama tiga bulan.

Saat itu tahun 2004, Alfons belum lama memulai hidup baru sebagai manusia “normal” di Semarang, Jawa Tengah. Ia sengaja meninggalkan Jakarta dan pergi ke daerah agar sembuh dari narkoba, yang sudah berkali-kali menjeratnya.

Karena Alfons sakit parah, keluarga membawanya kembali ke Jakarta untuk mendapat perawatan. Dokter menyimpulkan mantan pecandu narkoba itu terinfeksi HIV dan sulit tertolong karena antibodinya sudah sangat lemah.

“Sel darah putih (CD4) saya hanya tinggal 5. Padahal jumlah CD4 pada orang normal mencapai 500-1.500 sel per milimeter kubik darah,” ujar Alfons kepada detikX.

Alfons tahu banyak pecandu narkoba yang akhirnya terserang HIV. Hampir setiap minggu ada 3-4 teman Alfons sesama pecandu yang meninggal karena overdosis ataupun HIV. Karena itu, pria yang berkali-kali keluar-masuk tempat rehabilitasi itu sangat ingin sembuh dari narkoba.

Tapi ternyata memang sangat sulit melepas jerat narkoba. “Sudah banyaklah yang saya jalankan. Saya dipindahkan dari satu pulau ke pulau lain, sampai saya dijuluki anak 1.001 pulau. Begitu kembali ke Jakarta, saya lagi-lagi menggunakan narkoba,” ujarnya.

Seorang pasien pecandu narkoba di rumah rehabilitasi
Foto: Hasan Alhabshy/detikcom

Alfons mulai memakai narkoba sejak kelas lima sekolah dasar. Ia ingat saat itu ayahnya pensiun PT Pertamina dan keluarganya harus pindah dari Riau ke Jakarta. Alfons mengenang ayahnya orang yang disiplin dan penuh perhatian kepada keluarga. Kegiatan anak-anak, mulai belajar, menonton televisi, sampai bermain, terjadwal dengan tertib.

Teman-teman yang masih terikat dengan drugs, bahkan terkena HIV/AIDS, butuh figur yang bisa menguatkan."

Alfons berkenalan dengan narkoba bukan karena ada masalah keluarga, tapi salah pergaulan. Pria kelahiran 29 September 1975 itu memakai narkoba karena 95 persen teman-temannya di Pondok Kopi, Jakarta Timur, tempat tinggalnya yang baru setelah sang ayah pensiun, mayoritas adalah pemakai.

Kehidupan Alfons semakin memburuk ketika ayahnya meninggal pada 1992. Saat itu, ia baru kelas dua sekolah menengah pertama. Kecanduan Alfons pada narkoba kian parah. Setiap dua jam, ia harus suntik heroin dengan dosis 0,1-0,5 gram. Padahal harga 1 gram heroin lebih dari Rp 2 juta. Karena butuh uang untuk membeli narkoba, Alfons pun beralih menjadi pengedar. Ia membidik kampus-kampus di Jakarta sebagai pasar barang terlarang itu.

“Pelanggan saya banyak, mulai anak tentara, anak politikus, bahkan anak tokoh agama juga datang ke saya. “

Menurut Alfons, tidak sedikit perempuan pelanggannya, kalau sedang butuh narkoba tapi tidak punya uang, yang rela membayar narkoba dengan tubuhnya.

Sebagai bandar besar, Alfons sudah dua kali ditahan. Tapi ia selalu dilepas begitu sang teman datang menebusnya dengan membayar uang. Alfons pun tidak jera menjadi bandar. Ia baru sadar ketika teman-temannya satu per satu mati karena overdosis dan HIV.

Kegiatan harian pasien di tempat rehabilitasi narkoba
Foto: Hasan Alhabshy/detikcom


Ia akhirnya pulang ke rumah dan memohon maaf kepada ibunya. Dan sang ibulah yang dengan tabah dan sabar membawa Alfons dari satu tempat rehabilitasi ke tempat rehabilitasi lainnya.

Alfons Supit Legoh, Program Manager GMDM
Foto: Hasan Alhabshy/detikcom

Alfons sadar butuh komitmen dan keputusan yang bulat untuk berhenti sebagai pecandu. Alfons sudah begitu pasrah hidupnya akan berakhir ketika divonis terinfeksi HIV. Tapi keajaiban muncul. Dalam waktu satu bulan ia pulih.

Mendapat keajaiban itu, Alfons pun berkomitmen ingin mengabdikan dirinya membantu para pecandu narkoba untuk bisa pulih.

“Teman-teman yang masih terikat dengan drugs, bahkan terkena HIV/AIDS, butuh figur yang bisa menguatkan. Mulai saat itulah saya dedikasikan hidup untuk menjadi role model buat mereka.”

Sejak 2007, Alfons membantu beberapa rumah rehab di Jakarta dan Depok. Di situ ia memberikan motivasi dan berbagi pengalaman kepada para pecandu.

Saat ini, Alfons menjadi Program Manager Rumah Pemulihan Gerakan Mencegah daripada Mengobati (GMDM) Cares di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, tempat rehabilitasi milik Kementerian Sosial. Ia telah berkeluarga dengan Ester Yuiani. Sebelum menikah, ia ceritakan semua masa lalunya, dan ternyata Ester mau menerima apa adanya. Bahkan sekarang Ester juga membantu Alfons dalam aktivitas GMDM.

Kegiatan GMDM adalah memberi penyuluhan dari PAUD dan TK soal bahaya narkoba. Penyadaran harus dilakukan sejak dini karena sekarang pengguna narkoba semakin muda. Belum lama ini Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menemukan anak 3 tahun di Batam sudah kecanduan narkoba.


Reporter/Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Iin Yumiyanti
Desainer: Fuad Hasim

Rubrik Metropop mengupas kehidupan sosial, seni, dan budaya masyarakat perkotaan.