METROPOP
Panjat tebing, meski berisiko tinggi, tidak pernah sepi peminat. Bukan lagi sekadar hobi, tapi juga bisa dijadikan profesi.
Foto: Rachman Haryanto/detikcom
Video: dok. pribadi Yohanes Poda Sintong Siburian
Yohanes Poda Sintong Siburian menunjukkan lebam dan goresan di sekitar pundaknya. Belum lama ini, ia terjatuh di tebing Citatah, Bandung, Jawa Barat. Badan John—panggilan akrab Yohanes Poda—pun membentur tebing hingga meninggalkan luka-luka.
Saat jatuh, John hampir mencapai puncak di pitch terakhir pada ketinggian 125 meter. Ada empat pitch di tebing Citatah. Pada pitch pertama, tebing berposisi miring dan tergolong mudah. Memasuki pitch kedua, posisinya mulai tegak-lurus.
Kondisi tebing pada pitch ketiga sudah mulai membuat deg-degan, karena posisinya sudah mulai hang atau bergantungan. Memasuki pitch keempat, selain posisi tebing memaksa pemanjat bergelantungan, pegangan pun semakin sedikit dan kecil-kecil.
Manjat yang paling seru di Carstensz dan Trikora. Carstensz (seru) karena paling tinggi di Indonesia. Trikora tinggi juga. Serunya karena di sana (Carstensz) bersalju."
“Jatuh ketika menuju pitch keempat, di cantolan terakhir. Padahal gua sudah sampai puncak. Saat mau sampai puncak, enggak kuat,†ujar pemuda 24 tahun ini.
Beruntung, tali pengaman John terpasang dengan baik sehingga ia tidak sampai terjun bebas menghantam tanah. Namun, karena jarak pengaman yang terlalu jauh, badannya sempat terempas ke dinding tebing cukup keras.
Bukan kapok, John justru belajar banyak dari pengalaman itu. “Saya yang salah, mestinya pasang pengaman lebih sering,†ujarnya.
* * *
Pemanjat mesti cermat dalam memilih jalur untuk menuju puncak.
Foto: dok. Skygers
Panjat tebing memang merupakan kegiatan berisiko tinggi. Namun bukan berarti lantas sepi peminat. Banyak anak muda justru tertantang untuk menekuninya. Semakin tinggi tingkat kesulitan, bagi mereka malah semakin menantang.
“Mendaki yang tidak mudah dicapai dan belum pernah didaki orang lain, di situ nilainya,†kata Fandhi Achmad, pemanjat tebing senior di Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Universitas Indonesia.
Fandhi sudah dua kali ke Puncak Trikora dan enam kali ke Puncak Carstensz Pyramid. Ia memilih Himalayan Tactic sebagai pola pemanjatannya. Suatu sistem yang membutuhkan waktu lebih lama dan membutuhkan banyak peralatan.
Puncak Trikora setinggi 4.750 meter itu merupakan puncak tertinggi kedua, setelah Carstensz Pyramid, yang tingginya 4.884 meter.
“Manjat yang paling seru di Carstensz dan Trikora. Carstensz (seru) karena paling tinggi di Indonesia. Trikora tinggi juga. Serunya karena di sana (Carstensz) bersalju,†ujar Fandhi saat ditemui di Sekretariat Mapala UI, gedung Pusgiwa, Depok, Jawa Barat.
Fandhi, yang kini sudah berkeluarga, masih menyimpan hasrat melakukan ekspedisi selanjutnya memanjat tebing-tebing legenda, seperti Gunung Ama Dablam di bagian timur Everest serta Trango Tower di Pakistan, yang tinggi tebingnya mencapai 1 kilometer. Tebing yang menjulang hingga ke langit itu menawarkan pesona tersendiri bagi pemanjat dari belahan dunia mana pun.
Tali, karabiner, dan perlengkapan lain untuk kegiatan panjat tebing
Foto: Fakhriyani Shafariyanti (magang)
Harness harus dipasang dengan benar karena ia menahan tubuh saat jatuh.
Foto: Fakhriyani Shafariyanti (magang)
Instruktur bertugas memastikan tidak ada kesalahan dalam kegiatan memanjat.
Foto: Fakhriyani Shafariyanti (magang)
“Punya keinginan untuk ke sana, tapi harus realistis juga karena sekarang sudah punya istri dan anak,†ujarnya.
Menaklukkan tebing-tebing legendaris tersebut adalah impian bagi semua pemanjat, bahkan seakan-akan menjadi kiblat yang harus didatangi. Bagi mereka, semakin sulit tebing tersebut dipanjat, semakin bikin penasaran.
Menekuni dunia panjat tebing sendiri bagi Fandhi memberikan banyak manfaat. Pasalnya, olahraga ekstrem ini mengkombinasikan antara ketahanan fisik, mental, dan penguasaan teknik memanjat. Terlebih saat ini panjat tebing bukan hanya menjadi hobi, tapi sudah bisa dijadikan profesi yang menghidupi.
Selepas menjadi atlet pun, Fandhi masih jadi kepala pelatih panjat di Kabupaten Bogor. Bahkan, karena memiliki banyak teman, dia kini bisa membuka toko perlengkapan naik gunung yang bisa dijual ke pengurus cabang. “Jadi enggak ada yang perlu disesali. Semua dari hobi bisa menjadi penghasilan,†tuturnya.
* * *
Didin Wahyudin, salah satu pengurus sekolah panjat tebing Skygers, menjelaskan, bermula dari hobi panjat tebing, kini dia bisa merambah dunia profesional kerja.
Berkegiatan di sekitar medan terjal saat ini dibutuhkan perusahaan dan menciptakan lapangan pekerjaan. Memiliki keahlian khusus di ketinggian ini membuatnya jadi instruktur kerja khusus di ketinggian.
“Tugas saya sebenarnya mengawasi mereka (pekerja) saja. Kalau ada yang tidak aman, tugas saya adalah bikin pengaman,†terang Didin.
Banyak perusahaan membutuhkan tenaga ahli di ketinggian. Misalnya pekerja Telkomsel yang ingin melakukan perbaikan di tower pasti membutuhkan pemanjat tebing. Didin juga pernah mengerjakan proyek di Jembatan Barelang, Batam, Kepulauan Riau.
Kekuatan fisik menjadi faktor utama dalam panjat tebing, terlebih saat menghadapi tebing dengan kemiringan ekstrem.
Foto: dok. Skygers
Selain itu, perusahaan besar, seperti Unilever, pernah merekrut Didin sebagai instruktur ketinggian yang memberikan pelatihan bagi pekerja pabriknya.
Didin juga mengaku pernah bekerja di Bandara Ngurah Rai, Bali, untuk membuat pengaman. Termasuk direkrut oleh perusahaan tambang atau perminyakan yang menawarkan porsi lebih besar kepada pegiat ketinggian. “Karena ini ladangnya untuk pegiat panjat tebing, kadang juga direkrut untuk penelitian,†tuturnya.
Reporter: Isfari Hikmat, Fakhriyani Shafariyanti (magang)
Penulis/Editor: Iin Yumiyanti
Desainer: Luthfy Syahban
Rubrik Metropop mengupas kehidupan sosial, seni, dan budaya masyarakat perkotaan.