Investigasi

Katebelece Eddy untuk Pengusaha Tambang

Wamenkumham Eddy Hiariej berstatus sebagai tersangka kasus suap, tapi KPK belum menahannya. Eddy bebas hadir di berbagai agenda akademik hingga rapat DPR RI. Presiden Jokowi diminta memecatnya.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Rabu, 6 Desember 2023

Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, alias Eddy Hiariej, sebagai tersangka. Dia dijerat atas dugaan penerimaan suap sebesar Rp 7 miliar dan gratifikasi Rp 1 miliar dari Helmut Hermawan, seorang pengusaha tambang nikel di Malili, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

“Gelar perkara tanggal 27 September 2023. Ini sudah tersangka,” ujar seorang sumber yang mengetahui kasus ini di KPK kepada detikX.

KPK juga menjerat Helmut dan dua asisten pribadi Eddy, yakni seorang pengacara bernama Yogi Arie Rukmana dan mantan mahasiswa Eddy, Yosi Andika Mulyadi.

Juru bicara KPK Ali Fikri membenarkan bahwa KPK telah menetapkan empat tersangka, meski belum mengumumkan identitasnya.

Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej saat tiba untuk diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/12/2023). 
Foto : Ari Saputra/detikcom


Nama-nama tersangka akan kami umumkan ketika proses penyidikan cukup. Saya kira tidak akan lama proses ini. Petunjuk dan alat bukti sudah firm dan KPK miliki, termasuk transaksi keuangan yang mencurigakan.”

“Nama-nama tersangka akan kami umumkan ketika proses penyidikan cukup. Saya kira tidak akan lama proses ini. Petunjuk dan alat bukti sudah firm dan KPK miliki, termasuk transaksi keuangan yang mencurigakan,” ujar Ali kepada detikX pada Senin, 4 Desember 2023, malam.

Beberapa jam sebelum penjelasan Ali kepada detikX tersebut, KPK memeriksa Eddy sebagai saksi untuk pelanggaran hukum tersangka lain di kasus ini. Pada hari yang sama, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada itu menggugat balik KPK atas penetapan dirinya, Yogi, dan Yosi sebagai tersangka. Permohonan praperadilan itu bernomor 134/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL.

Pengacara Eddy, Ricky Sitohang, membenarkan adanya gugatan praperadilan kepada pimpinan KPK terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka Eddy dan dua asistennya itu. “Saya benarkan,” ucapnya kepada detikX.

Ia menambahkan bahwa kliennya kooperatif dan mematuhi hukum. “Apalagi beliau itu kan ahli pidana, sangat paham hukum. Apa pun permintaan KPK, dipanggil, diperiksa, kami akan datang,” ungkapnya melalui sambungan telepon.

Dugaan Aliran Suap ke Pihak Eddy

KPK memulai penyelidikan kasus ini pada Mei 2023 dan menemukan dugaan suap dalam pengurusan perubahan data perseroan. Bukti permulaan yang ditemukan berupa katebelece tertanggal 8 Juli 2022 yang ditandatangani Eddy Hiariej.

“Mohon tolong juga PT Citra Lampia Mandiri (CLM) agar dibuka blokirnya. Demikian Pak Santun,” begitu bunyi surat pengantar tersebut, ditujukan kepada Direktur Perdata Santun Maspari Siregar yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham.

PT CLM adalah perusahaan tempat Helmut menjabat direktur utama. Dua hari sebelum munculnya katebelece Eddy, PT CLM bersurat kepada Ditjen AHU meminta agar pemblokiran akses perseroan terbatas terhadap perusahaannya dibuka.

Sebelumnya, PT CLM diblokir atas permintaannya sendiri, dengan alasan pihaknya kala itu sedang menghadapi sengketa, sehingga perlu mengamankan susunan perseroan dengan cara pemblokiran. Pada kemudian hari, PT CLM minta blokir dibuka karena ingin memperbarui data perseroan setelah mengubah jajaran direksi dan komisaris perusahaan.

Pada 4 Agustus 2022, Eddy diduga mengabari Helmut bahwa pemblokiran telah dibatalkan. “Assalamualaikum Bro. Notaris disuruh stand by. CLM dibuka blokir sekarang,” kata Eddy kepada Helmut melalui pesan WhatsApp, sebagaimana tertera dalam tangkapan layar yang salinannya diperoleh oleh detikX. Salinan tersebut beserta salinan katebelece didapatkan detikX dari pengacara Helmut, Sholeh Amin.

Berdasarkan bukti permulaan ini, KPK menduga Helmut menyuap Eddy dengan sejumlah uang untuk membantu proses pembukaan blokir. Namun, pada 17 Oktober 2023, Eddy diduga mengembalikan uang tersebut.

“Ada penerimaan Rp 7 miliar melalui Yogi dan Yosi. Menjanjikan uang saja sudah bisa dikenai pasal suap, apalagi ini (uangnya) sudah diterima (oleh Eddy), lalu dikembalikan (oleh Eddy kepada Helmut). Dua kali jejaknya,” terang sumber detikX yang mengetahui penanganan kasus ini di KPK.

Salinan dokumen yang detikX peroleh dari Sholeh Amin juga terdapat bukti transfer sebesar Rp 7 miliar kepada CLM dengan keterangan “pengembalian pinjaman”.

Helmut, yang detikX temui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, kemarin sore, membantah dirinya meminta Eddy membuatkan katebelece.

“(Soal katebelece) itu inisiatif dari sekretaris kami, Mbak Diana, yang berhubungan dengan Yosi, yang saat itu pengacara kami dan dekat dengan Pak Wamen. Namun, menurut saya, pengajuan blokir dikabulkan karena kami bersurat resmi, makan waktu satu bulan. Apabila memang diatensi seorang wakil menteri, tidak akan memakan waktu,” kata Helmut.

Di sisi lain, ia mengakui CLM memberikan total Rp 8 miliar kepada pihak Eddy, tapi untuk persoalan lain. Ini terkait ‘bantuan hukum’ yang diberikan pihak Eddy, Yogi, dan Yosi. Soal ini, menurut Helmut, ia tidak ikhlas dan merasa diperas.

“Pemberian legal expense yang resmi adalah dua plus dua, plus tiga,” akunya. Maksudnya adalah pembayaran bertahap sebesar Rp 2 miliar, Rp 2 miliar, dan Rp 3 miliar. Dalam pembicaraan kami berikutnya, ia juga membenarkan soal pemberian Rp 1 miliar.

Lain bantahan Helmut, lain pula bantahan Eddy. Saat detikX meminta klarifikasi terkait kasus ini melalui pesan WhatsApp, Eddy hanya membalas dengan sebuah foto berisi anjuran-anjuran islami menghadapi fitnah. “Saya berpegang pada (hal tersebut),” kata Eddy. Ia tampak menilai kasus yang menimpanya sebagai fitnah.

Sementara itu, Ricky Sitohang, pengacaranya, mengatakan perkara yang sedang ditangani KPK tak ada hubungannya dengan Eddy. “Tidak ada relevansinya dengan Wamen. Itu urusan para advokat,” ujarnya.

“Kasus yang mengatakan bahwa Rp 7 miliar itu gratifikasi untuk Wamen saya pastikan itu tidak ada. Kalau KPK mau melihat aliran dana itu, ya silakan saja, itu kan hak KPK untuk menelusuri,” tambahnya.

Eddy Masih Ngantor di Kemenkumham

Sampai hari ini Eddy masih bekerja di Kemenkumham dan melaksanakan berbagai agenda terkait jabatannya. Dari pemberitaan Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama yang dimuat di situs Kemenkumham, Eddy melakukan sejumlah kunjungan kerja ke Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 16 November 2023. Ia menghadiri kegiatan pengukuhan guru besar di Fakultas Hukum UGM di Yogyakarta serta meninjau sebuah lapas di Ambarawa.

Kemudian, pada 21 November 2023, ia menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, mendampingi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengusulkan agar Eddy keluar dari rapat tersebut karena statusnya yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK.

KPK sudah mencegah Eddy, Yogi, Yosi, dan Helmut agar tidak bepergian ke luar negeri. “Sudah diajukan cegah melalui Direktorat Jenderal Imigrasi sejak November 2023 sampai enam bulan ke depan untuk kebutuhan penyidikan,” kata juru bicara KPK Ali Fikri.

Wamenkumham Eddy Hiariej menghadiri rapat dengan Komisi III DPR dengan status tersangka KPK, Selasa (21/11/2023).
Foto : Ari Saputra/detikcom

Lebih lanjut Ali mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi ganjil di rekening Yogi dan Yosi.

“Transaksinya tidak sesuai dengan profil mereka sebagai penyelenggara negara. KPK selalu mengembangkan setiap dugaan penerimaan suap dan gratifikasi ke arah optimalisasi asset recovery, salah satunya dengan kerangka TPPU (tindak pidana pencucian uang). Kami akan kembangkan ke sana,” ujar Ali kepada detikX.

KPK juga telah menggeledah kediaman Yogi di Pancoran, Jakarta Selatan, dan rumah Yosi di Pondok Kopi, Jakarta Timur. Namun, menurut sumber detikX, KPK malah belum menggeledah kantor Kemenkumham.

Sementara itu, mantan penyidik KPK Mochamad Praswad Nugraha menilai sepatutnya Presiden Jokowi segera menonaktifkan Eddy Hiariej dari jabatannya. Terlebih, selain sudah dicekal, status Eddy adalah tersangka korupsi.

“Bagaimana mungkin seorang tersangka tetap memimpin instansi sebesar dan sepenting Kemenkumham? Segera nonaktifkan Wamenkumham. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh Presiden Jokowi, yang mengeluarkan keputusan presiden pengangkatan wamen. Perlu ada political will dari Presiden Jokowi dalam mendukung pemberantasan korupsi, tidak bisa gimik semata,” tegas Ketua Indonesia Memanggil 57+ Institute tersebut.

Belakangan, Eddy Hiariej ternyata mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Jokowi. Hal tersebut diungkapkan Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana pada Rabu siang. 


Reporter: Alya Nurbaiti, Fajar Yusuf Rasdianto, Rahmat Khairurizqi (magang)
Penulis: Alya Nurbaiti
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE