INVESTIGASI

Bisik-bisik Tersangka Mafia Minyak Goreng

Pengungkapan tersangka mafia ekspor bahan baku minyak goreng belum tuntas. Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibuktikan Kejaksaan Agung guna menjerat para terduga pelaku dengan UU Tipikor.

Foto : Ratusan warga di Kota Sukabumi antre membeli minyak goreng curah bersubsidi, Rabu (20/4/2022). (Siti Fatimah/detikcom)

Senin, 25 April 2022

Dokumen pemenuhan domestic market obligation (DMO) produk sawit dari tiga produsen minyak goreng diduga sudah dimanipulasi sebelum sampai ke kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag). Dokumen-dokumen itu disetor tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Nabati Indonesia, Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas.

Manipulasi kewajiban memenuhi pasokan sawit dalam negeri ini diduga dilakukan ketiga perusahaan itu demi mendapatkan perizinan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng dari Kemendag.

“Mereka mengatakan (DMO) sudah terpenuhi, tetapi bukti kami mengatakan belum,” ungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi kepada reporter detikX, Jumat, 22 April 2022.

Kejagung menggeledah ruangan kantor Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana yang menjadi tersangka di kasus fasilitas izin ekspor minyak goreng, Sabtu (23/4/2022).
Foto : dok. Kejagung


Perbuatan para tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara, yaitu kemahalan serta kelangkaan minyak goreng.”

Dari segi aturan, perusahaan wajib memenuhi 20 persen pasokan bahan baku minyak goreng dalam negeri untuk mendapatkan izin ekspor. Kewajiban ini tertuang dalam Permendag Nomor 129 Tahun 2022, yang diterbitkan pada 10 Februari, untuk berlaku sejak 14 Februari 2022. Aturan itu kemudian diubah pada 9 Maret 2022 dengan menambah DMO menjadi 30 persen, sebelum akhirnya dicabut pada 17 Maret 2022.

Merujuk pada dua peraturan yang hanya berlaku 32 hari itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengendus bukti bahwa izin ekspor ketiga perusahaan tersebut tetap diterbitkan meskipun kewajiban DMO belum terpenuhi. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana disebut sebagai orang paling bertanggung jawab atas penerbitan izin ekspor tersebut. Tanda tangan Wisnu terbubuh di setiap dokumen perizinan ekspor ketiga perusahaan ini. Kini status Wisnu adalah tersangka.

“(Diterbitkannya) yang jelas setelah tanggal 10 (Februari 2022) itu,” tegas Supardi.

Atas bukti permulaan itu, Supardi lantas menerbitkan surat perintah penyidikan bernomor Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 pada 4 April 2022. Sebanyak 19 orang telah dimintai keterangan sejak penyelidikan kasus ini berlangsung. Keterangan ahli, sejumlah barang bukti elektronik, dan 596 dokumen juga telah dikantongi sebagai bukti penguat.

Selain Wisnu Wardhana, tiga orang lainnya diperiksa sebagai saksi pada 19 April 2022 dan langsung ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, general manager di bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, dan Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA.

Keempat tersangka itu diduga melanggar tiga peraturan sekaligus, yakni Pasal 54 UU Nomor 7 Tahun 2014, Permendag Nomor 129 Tahun 2022 juncto Nomor 170 Tahun 2022, dan Peraturan Dirjen Deplu Kemendag Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022.

“Perbuatan para tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara, yaitu kemahalan serta kelangkaan minyak goreng,” jelas Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam rilisnya, Selasa, 19 April 2022.

Sampai pekan keempat April, Kejagung telah memanggil 30 orang saksi dan memeriksa sekitar 650 dokumen sebagai bukti penguat. Sepuluh lokasi digeledah Kejagung untuk menemukan barang bukti lainnya. Lokasi penggeledahan ini berada di Jakarta, Bekasi, Medan, Padang, Batam, Surabaya, dan Palembang.

Dirjen Daglu Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana, Selasa (19/4/2022).
Foto : dok. Kejagung

Di Medan, Kejagung telah menggeledah kantor bos ketiga perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka. Dari Medan pula diduga pengungkapan mafia ekspor ini bermula. Berdasarkan data Kemendag, di Medan memang sempat terjadi ketimpangan data di atas kertas terkait distribusi minyak goreng dengan kenyataan di lapangan.

Sekitar 25 juta liter minyak goreng yang didistribusikan ke Medan pada periode 14 Februari hingga 16 Maret 2022 lenyap di pasaran. Padahal seharusnya jumlah 25 juta liter itu sudah 10 kali lipat lebih banyak dibandingkan total warga Medan, yang hanya 2,5 juta jiwa. Fakta ini didapatkan pasca-kunjungan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi ke Medan pada Maret silam.

Hal yang sama terjadi di Surabaya dan Jakarta. Distribusi minyak goreng di Surabaya mencapai 91 juta liter dengan total populasi 2,97 juta jiwa. Sementara itu, di Jakarta, distribusinya mencapai 85 juta liter dengan total populasi 11,25 juta jiwa. Dengan demikian, seharusnya ada 10 hingga 30 kali lipat kelebihan pasokan minyak goreng di ketiga wilayah tersebut. Namun faktanya tidak demikian. Minyak goreng di ketiga wilayah ini tetap langka.

Lutfi pun sempat menduga adanya permainan mafia minyak goreng di ketiga wilayah tersebut. Tetapi Lutfi mengaku tidak bisa berbuat apa-apa terhadap penyimpangan yang dilakukan para mafia ini. Pernyataan itu sempat membuat sejumlah anggota Komisi VI geram. Sebab, pernyataan Lutfi itu seolah menyiratkan bahwa Indonesia telah kalah melawan mafia.

Tak pelak, beberapa anggota Komisi VI DPR RI mencecar Lutfi supaya mau mengungkap nama-nama mafia tersebut. Lutfi menjawab setelah mendapat bisikan dari Wisnu Wardhana, yang duduk di belakangnya.

“Jadi, Pak Ketua (Komisi VI DPR RI), saya baru diberi tahu oleh Pak Dirjen Perdagangan Luar Negeri, hari Senin (29 Maret 2022) sudah ada calon tersangkanya,” tegas Lutfi.

Namun siapa sangka, ternyata tersangka yang dimaksud adalah orang yang membisiki Lutfi sendiri. Jampidsus Febrie Adriansyah mengatakan Wisnu terindikasi telah menyalahgunakan wewenangnya untuk menerbitkan izin ekspor sawit, meski mengetahui adanya kelangkaan minyak goreng di Indonesia.

Perbuatan Wisnu dan ketiga tersangka lainnya ini, kata Febrie, diduga melanggar Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi. Wisnu dan lainnya dapat dijerat hukuman penjara maksimal 20 tahun dengan denda maksimum Rp 1 miliar. Meski demikian, Febrie mengaku, Kejagung hingga kini masih mencoba mengkonstruksikan pelanggaran keempat tersangka ini agar masuk dalam UU Tipikor.

Kejagung telah bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna menghitung berapa kerugian negara yang disebabkan oleh keempat tersangka tersebut. Sebab, klausa dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor memang mensyaratkan adanya kerugian negara dan tindakan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

“Dalam kualifikasi itu butuh waktu pasti. Tetapi bakal kami usahakan secepat mungkin akan selesaikan,” terang Febrie.

Sampai Jumat, 22 April 2022, Kejagung juga masih mendalami mens rea alias niat jahat dari terduga pelaku. Penyidik, kata Febrie, tengah mendalami barang bukti elektronik yang berisi percakapan intensif antara Wisnu Wardhana dan tiga terduga pelaku lainnya.

“Butuh waktu. Saya pun tidak bisa menyampaikan secara vulgar karena ini menjadi kepentingan penyidik dalam proses pengungkapannya,” jelas Febrie.

Kejagung Diminta Terbuka dan Waspadai UU Tipikor

Pengungkapan tersangka mafia ekspor minyak goreng ini diapresiasi sekaligus dikritisi oleh pelbagai pihak. Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Muzakkir mengapresiasi apa yang telah dilakukan Kejagung. Namun dia juga mengingatkan agar Kejagung lebih jelas lagi menyampaikan informasi terkait dugaan korupsi ekspor minyak goreng ini.

Menurut Muzakkir, dengan informasi yang ada sejauh ini, sebetulnya Kejagung masih belum menjelaskan apa-apa terkait perkara ekspor minyak goreng. Apalagi jika Kejagung ingin menjerat para pelaku dengan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.

Sebab, kata Muzakkir, untuk menjerat para pelaku dengan UU Tipikor, Kejagung perlu membuktikan terlebih dahulu adanya kerugian negara. Kemudian Kejagung juga masih perlu menunjuk pihak yang diuntungkan dalam kasus ini sesuai dengan unsur yang ada di Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.

Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor (MPT), Selasa (19/4/2022). 
Foto : dok. Kejagung

“Kalau semuanya nggak ada, nggak mungkin dia masuk pasal korupsi. Pasal korupsi selalu ada pemberian sesuatu,” jelas Muzakkir kepada reporter detikX pekan lalu.

Penangkapan tersangka mafia ekspor minyak goreng ini juga diapresiasi oleh peneliti Indonesia Corruption Watch Almas Sjafrina. Namun Almas juga mendesak Kejagung mengungkap pelaku lainnya dalam kasus tersebut, khususnya pelaku korporasi. Sebab, menurut Almas, dalam perkara ini, pihak yang paling diuntungkan adalah korporasi.

“Apalagi kalau kita merujuk pada UU Tipikor. Setiap orang itu ‘kan tidak hanya orang perorangan, tetapi juga mencakup korporasi’. Jadi Kejaksaan Agung juga seharusnya berani menjerat korporasi,” pungkas Almas.


Reporter: Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Fajar Yusuf Rasdianto
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE