Ilustrasi : Edi Wahyono
Berdiri sejak 1974, Pasar Hewan Barito, yang terletak Jakarta Selatan, sudah melegenda di kalangan pencinta hewan. Di antara para dokter hewan, bukan rahasia umum lagi kalau kucing yang dijual di sana sakit-sakitan hingga mengidap virus mematikan.
Beberapa adopter yang kami wawancarai mengaku kucing yang ia dapatkan dari Pasar Barito sakit-sakitan, lalu meninggal. Banyak juga yang mengeluhkan hal senada melalui media sosial maupun ulasan di Google Review.
Tim detikX menemukan indikasi sebagian kucing-kucing sakit di sana dibuang ke Taman Langsat, taman seluas 3,6 hektare yang berada di belakang Pasar Barito. Warga dan sejumlah petugas kebersihan di taman itu membenarkan hal ini. Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP) DKI Jakarta, Suharini Eliawati menegaskan akan mendalami indikasi itu.
Baca Juga : Riwayat Kucing-kucing Sekarat di Taman Langsat
Kucing yang dijual di Pasar Barito, Jakarta Selatan, Kamis (17/3/2022).
Foto : Rani Rahayu/detikX
“Itu pasti akan kami selidiki. Kita bekerja sama dengan Dinas PPKUKM karena nantinya juga akan dilakukan edukasi kepada masyarakat maupun pelaku usahanya,” kata Suharini saat berbincang dengan reporter detikX melalui sambungan telepon pekan lalu.
Kucing-kucing di Pasar Barito memang tampak lemah dan tidak lincah. Ada yang matanya belekan, hidungnya mengeluarkan ingus, ada pula yang mulutnya mengeluarkan cairan dan lidahnya menjulur. Berdasarkan penelusuran tim detikX, kucing-kucing di Pasar Barito berasal dari tiga sumber: peternak dengan tujuan komersial, penghobi yang sudah tidak bisa merawat kucing (biasanya karena jumlahnya terlalu banyak), dan diduga dari pencuri kucing.
Meski begitu, menurut Suharini, akan susah menghambat perdagangan kucing melalui aturan hukum. Dia lebih memilih mengubah pola jualan kucing itu melalui pendekatan kepada komunitas penyayang hewan dan edukasi yang meluas ke masyarakat.
Suharini berujar saat ini populasi kucing di Jakarta sudah di atas 50 ribu. Lantas bagaimana tindakan pemerintah mengendalikannya? Kepada detikX, Suharini menjelaskan aturan mengirim kucing dari luar ke Jakarta, program vaksinasi dan sterilisasi secara massal, hingga mengapa harus adopsi daripada membeli. Berikut ini petikannya:
Pengelolaannya, sebenarnya, ada di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM), tetapi binaannya adalah binaan kita.
Kami secara rutin melakukan pembinaan tentang teknis pemeliharaan kesehatan hewan. Kami melakukan pelatihan-pelatihan kepada para pedagangnya untuk melakukan biosecurity (tindakan awal untuk mencegah penyebaran penyakit, yang salah satu caranya dengan menyemprotkan disinfektan).
Kami juga melakukan edukasi kepada mereka agar harus memperhatikan kesejahteraan hewannya. Misalnya, kapasitas kandang tidak boleh terlalu penuh, diberikan makanan dan minuman yang cukup. Kemudian, kalau ada aduan hewan yang sakit dan belum bisa mereka tangani, itu pasti kami akan memberikan bantuan pengobatannya.
Kucing yang dijual sedang dimandikan di Pasar Barito, Jakarta Selatan, Kamis (17/3/2022).
Foto : Andhika Prasetia/detikcom
Pasti kawan-kawan pedagang tahu, kalau terjadi kematian tinggi, itu merugikan mereka juga. Kami belum mengatur sampai di situ. Itu, kan, perdagangan, ya. Yang jelas, kami kerja sama dengan organisasi perangkat daerah terkait lainnya, misalnya untuk hewan-hewan yang dilarang diperjualbelikan.
Kucing, anjing, dan kera adalah hewan penular rabies. Jakarta, sejak 2004, sudah dikatakan sebagai daerah bebas rabies. Sekarang, Jakarta sudah sangat terbuka terhadap kota-kota sekelilingnya. Jakarta sudah tidak bebas lagi. Artinya, jumlahnya akan terus bertambah. Dengan demikian, kita punya PR besar untuk memvaksinasi mereka. Jadi kami mengendalikan itu dengan sterilisasi (pengangkatan organ reproduksi kucing agar tidak bisa lagi memiliki keturunan).
Untuk jumlah populasinya sendiri, bisa dipastikan angkanya itu di atas 50 ribu. Tahun lalu saja cakupan vaksinasi kucing yang kami lakukan itu sudah sampai di angka 43 ribu.
Itu tentu saja menjadi tantangan kita. Memang, kucing itu, kan, bisa dimasukkan ke karung dan ditenteng sehingga tidak terpantau. Karena itu, kami akan terus melakukan edukasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk dokter, untuk melakukan sterilisasi dan vaksinasi.
Itu dia harus lapor ke kantor dinas terkait. Kita sebagai pembeli punya hak untuk menanyakan surat-surat kelengkapannya, surat keterangan kesehatan hewan. Mungkin para konsumennya juga tidak mengetahui hal tersebut. Ini yang juga menjadi tantangan saya untuk memberi tahu mereka bahwa mereka berhak menanyakan surat-surat kesehatannya, termasuk vaksinnya.
Memang, sebenarnya, untuk hewan-hewan kesayangan seperti itu seharusnya menggunakan sistem adopsi, bukan jual-beli. Kalau membeli, itu tujuannya adalah uang. Kalau adopsi, itu tujuannya untuk kasih sayang.
Kucing yang dijual di Pasar Barito, Jakarta Selatan, Kamis (17/3/2022).
Foto : Rani Rahayu/detikX
Itu pasti akan kami selidiki. Kita bekerja sama dengan Dinas PPKUKM karena nantinya juga akan dilakukan edukasi kepada masyarakat maupun pelaku usahanya. Pandemi seperti ini, jangan sampai mengganggu orang-orang yang membuka usaha itu. Karena mereka bukan hanya menjual hewan, tapi juga produk-produk untuk kebutuhan hewan.
Semuanya serbamungkin, tetapi itu butuh kajian. Menurut saya, nantinya pola masyarakat mendapatkan kucing pasti akan berubah. Sekarang ini komunitas penyayang hewan terus bertambah banyak. Kalau semakin banyak masyarakat menyayangi, pasti lama-lama akan terjadi perubahan sendiri.
Reporter: May Rahmadi, Rani Rahayu
Penulis: May Rahmadi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban