INVESTIGASI

Bisnis Jual-Beli Organ Tubuh Manusia

Kasus perdagangan organ tubuh manusia lintas negara merupakan tindakan ilegal yang tak kunjung padam. Ginjal manusia dibanderol dengan harga hingga USD 120 ribu.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Senin, 8 Maret 2022

Kasus perdagangan organ tubuh ilegal lintas negara menyeret nama warga Indonesia bernama Arnold Putra. Arnold, seorang influencer di media sosial, yang juga disebut-sebut berprofesi sebagai desainer fashion, diduga membeli tangan dan plasenta manusia dari Brasil. Sebelumnya, ia sering memamerkan produk fashion berbahan dasar tulang anak manusia dan kulit hewan.

Kasus tersebut menjadi berita internasional pekan lalu setelah Kepolisian Federal Brasil menangkap Helder Binda Pimenta, seorang profesor sekaligus koordinator Laboratorium Anatomi Manusia di Fakultas Kesehatan Universidade do Estado do Amazonas (UEA). Helder kepergok mengirim paket berisi organ-organ tubuh manusia yang diduga dipesan Arnold.

Selama ini, nama Arnold tidak terlalu dikenal di kalangan desainer fashion. Namanya melambung karena kontroversi. Pada 2016, Arnold sempat memicu kemarahan publik karena menunjukkan sebuah tas yang dia sebut terbuat dari tulang belakang manusia. Tas tersebut dijual dengan harga USD 5.000 atau sekitar Rp 71,7 juta.

Kepolisian Federal Brasil menggeledah Laboratorium Anatomi Manusia UEA, Jumat (22/2/2022).
Foto : @CrimesReais/Twitter


Organ tubuh hanya boleh didonorkan dengan sukarela karena alasan kemanusiaan."

Produk itu diklaim sebagai ‘one-off piece by designer karena hanya ada satu barang di dunia. Melalui akun Instagramnya, Arnold mengatakan tas itu terbuat dari tulang belakang seorang anak yang terjangkit osteoporosis.

Mudzakir, seorang pakar hukum pidana, menjelaskan hukum di Indonesia melarang jual-beli organ tubuh dengan alasan apa pun. Mereka yang melakukan praktik tersebut dapat dikenai sanksi pidana.

“Organ tubuh hanya boleh didonorkan dengan sukarela karena alasan kemanusiaan,” kata Mudzakir kepada reporter detikX pekan lalu.

“Pandangan filsafat hukum Indonesia, organ tubuh adalah rahmat Allah yang harus disyukuri. Donor tidak boleh dilakukan karena adanya jual-beli,” imbuhnya.

Berdasarkan laporan Global Financial Integrity (GFI) pada 2017, organ tubuh memang sudah menjadi komoditas yang diperjualbelikan secara ilegal. Diperkirakan, setiap tahun ada 12 ribu organ tubuh manusia yang diperdagangkan dengan total transaksi sebesar USD 840 juta hingga USD 1,7 miliar.

Adapun organ-organ yang diperjualbelikan secara ilegal umumnya terdiri atas lima organ, yaitu ginjal, lever, jantung, paru-paru, dan pankreas. Untuk ginjal, setiap tahun diperkirakan ada 7.995 ginjal manusia yang diperdagangkan secara ilegal dengan kisaran harga USD 50-120 ribu per buah.

Sedangkan organ lever manusia diperdagangkan sebanyak 2.615 buah setiap tahun dengan kisaran harga USD 99-145 ribu per buah. Kemudian jantung diperkirakan diperjualbelikan sebanyak 654 buah per tahun dengan harga di kisaran USD 130-290 ribu per buah.

Selanjutnya, paru-paru manusia diperjualbelikan sebanyak 469 buah per tahun dengan harga di kisaran USD 150-290 ribu per buah. Yang terakhir, pankreas manusia diduga dijual 233 buah setiap tahun dengan kisaran harga USD 110-140 ribu per buah.

Kasus-kasus perdagangan organ tubuh manusia secara ilegal itu terjadi di banyak negara, di antaranya di Pakistan, India, Afrika Selatan, Filipina, Israel, Kolombia, wilayah Balkan, Turki, Eropa Timur, AS, Inggris, Makedonia, dan Kanada.

GFI menyebut lima aktor utama yang memiliki peran penting dalam perdagangan organ manusia di dunia. Mereka adalah pemasok, penerima, makelar, tim transplantasi, dan orang-orang di sektor pelayanan publik.

Pemasok berperan menyediakan organ yang ingin dijual. GFI menilai biasanya mereka berasal dari negara berkembang yang miskin dan tidak berpendidikan. Sedangkan penerima adalah orang yang membeli organ tubuh. Biasanya berasal dari negara maju dengan pendapatan menengah ke atas atau dari negara berkembang dengan pendapatan tinggi.

Sementara itu, makelar adalah individu yang merekrut pemasok, penerima, dan petugas medis yang bekerja sebagai tim transplantasi. Mereka adalah sindikat kecil yang bekerja secara sembunyi-sembunyi.

Lalu tim transplantasi, yang setidaknya terdiri atas ahli bedah, ahli anestesi, dan perawat, bertugas menentukan kecocokan kebutuhan organ dari pemasok kepada penerima serta melakukan transplantasi.

Yang terakhir adalah orang-orang yang bekerja di sektor pelayanan publik. Petinggi rumah sakit dan laboratorium, misalnya, adalah orang yang memfasilitasi tempat transplantasi organ. Selain petinggi fasilitas pelayanan kesehatan, aparat penegak hukum, bahkan maskapai penerbangan, juga bisa berperan dalam kejahatan ini.

Ilustrasi perdagangan organ tubuh ginjal.
Foto : Basith Subastian/detikcom

Karena jejaring aktor yang masing-masing memiliki peran penting itu, GFI menyebut, perdagangan organ tubuh manusia secara ilegal merupakan bentuk kejahatan transnasional. Sebab, para aktor berjejaring dan tersebar di berbagai negara.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), perdagangan organ ilegal terjadi setidaknya karena dua faktor: kemiskinan dan lemahnya peraturan perundang-undangan. Umumnya para pemasok organ tubuh berasal dari negara miskin. Terlebih lagi, negara tersebut tidak memiliki aturan yang ketat mengenai hal tersebut.

Di Indonesia, perdagangan organ tubuh diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 192. Bunyinya: Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Adapun Pasal 64 mengatur tentang transplantasi organ tubuh secara legal dalam rangka penyembuhan. Pasal 64 ayat (3) melarang jual-beli organ dan/atau jaringan tubuh manusia dengan dalih apa pun.


Reporter: May Rahmadi, Rani Rahayu
Penulis: May Rahmadi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE