INVESTIGASI

Nestapa Garda Terdepan Corona

Sebanyak 735 tenaga medis gugur saat pandemi COVID-19. Namun baru 197 keluarga nakes yang menerima santunan kematian. Selain itu, banyak nakes yang belum menerima insentif.

Ilustrasi : Luthfy Syahban

Senin, 15 Februari 2021

Hari itu, Kamis, 24 November 2020, Novita, seorang dokter di ruang instalasi gawat darurat (IGD) salah satu rumah sakit swasta di Ponorogo, Jawa Timur, baru saja selesai menangani pasien suspek COVID-19. Dia pulang ke rumahnya di Babadan, Ponorogo, dalam keadaan pusing dan mual. Mulanya, dia mengira itu hanya mual dan pusing bawaan jabang bayi, yang saat itu sudah dikandungnya selama 24 minggu.

Tapi, sehari setelahnya, mual dan pusing itu makin tak tertahankan. Kali ini disertai juga dengan sesak napas. Suaminya meminta Novita mengajukan cuti supaya bisa beristirahat. Maklum, selama pandemi, Novita memang terus berjudi dengan nasib lantaran harus memeriksa pasien di IGD yang belum tahu terpapar COVID-19 atau tidak. Semua itu dilakukannya dalam keadaan mengandung anak kedua.

Sepekan di rumah, kondisi Novita semakin buruk. Dia dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif. Pada Rabu, 4 Desember 2020, Novita dinyatakan terkonfirmasi positif COVID-19. Dua hari Novita dirawat, tepatnya pada Ahad, 7 Desember 2020, bayi dalam kandungannya meninggal lantaran tak mendapatkan asupan oksigen yang cukup. Menyusul dua hari setelah itu, Novita mengembuskan napas terakhir.

Sejumlah tenaga medis mendatangi kantor DPRD Bengkulu untuk mengeluhkan insentif dari penanganan COVID-19 yang belum turun pada 19 Januari 2021
Foto : Hery/detikcom


Pihak rumah sakit juga langsung bergerak cepat mengajukan ke Kementerian Kesehatan. Tapi dari rumah sakit kan juga tetap menunggu keputusan Kementerian Kesehatan.”

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.01.07/Menkes/392/2020, Novita mestinya mendapatkan santunan kematian dari pemerintah senilai Rp 300 juta. Dari segi persyaratan, Novita masuk kriteria nakes yang berhak mendapatkan santunan kematian. Dia bertugas menangani COVID-19 dan meninggal pula karena virus itu. Tapi, hingga kini, belum ada sepeser pun santunan yang diterima keluarga Novita.

Salah seorang keluarga dekat Novita menyebut, dia dan pihak rumah sakit tempat Novita bekerja telah mengirimkan formulir pengajuan santunan kepada pemerintah pada akhir Desember 2020. Namun, hingga kini, belum ada konfirmasi dari pihak Kemenkes kepada keluarga Novita terkait dana santunan itu.

Komunikasi keluarga Novita hanya terjalin dengan pihak rumah sakit. Terakhir kali, komunikasi dilakukan pada awal Januari ketika keluarga Novita diminta mengisi formulir pengaduan ke LaporCovid-19 oleh pihak rumah sakit. Setelah itu, tidak lagi kelanjutan kabar atas santunan kematian yang menjadi hak Novita sebagai garda terdepan penanganan COVID-19.

Keluarga Novita mengharapkan kejelasan atas santunan itu. Minimal komunikasi dua arah dari Kemenkes kepada pihak rumah sakit dan keluarga Novita. Tetapi, ditunggu dua bulan lamanya, tidak ada respons apa pun dari Kemenkes. Beda dengan pihak rumah sakit, yang lebih proaktif terhadap keluarga Novita. Mereka menjelaskan secara terperinci bagaimana alur pengajuan santunan kematian, mulai pengisian formulir, pengajuan surat perintah atasan, hingga sampai ke Kemenkes.“Pihak rumah sakit juga langsung bergerak cepat mengajukan ke Kementerian Kesehatan. Tapi dari rumah sakit kan juga tetap menunggu keputusan Kementerian Kesehatan,” tutur salah seorang anggota keluarga Novita yang enggan disebut namanya kepada detikX, Kamis, 11 Februari 2020.

Dalam masalah lainnya, pada Rabu, 10 Februari 2021, pukul 10.00 Wita, sekitar 15 nakes berpakaian hazardous material (hazmat) lengkap berjalan menyusuri bangsal Rumah Sakit Umum Daerah dr Pirngadi, Kota Medan. Satu di antara mereka membawa kertas karton warna kuning bertulisan ‘TOLONG KAMI, BAYARKAN GAJI COVID KAMI!!!’. Mereka menuntut hak atas insentif pemerintah yang belum dibayarkan sejak Juni 2020 hingga Januari 2021 kepada pihak rumah sakit.

Mereka ditemui oleh Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD dr Pirngadi, dr Risma. Dalam pertemuan itu, Risma menyebut insentif sudah diajukan kepada pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Medan. Dinkes, kata Risma, berjanji bahwa insentif nakes Mei-Agustus 2020 bakal dibayarkan pada Februari 2021. Tapi sampai sekarang belum ada dana insentif nakes yang masuk ke rumah sakit. Sebaliknya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan dr Edwin Effendi menyebut insentif belum cair lantaran terkendala oleh kelalaian pihak internal RSUD dr Pirngadi sendiri. Mereka lamban mengajukan formulir insentif nakes kepada Dinkes.

Kedua belah pihak seakan saling melempar bola kesalahan atas keterlambatan pembayaran insentif nakes. Sementara itu, para nakes sudah sangat membutuhkan insentif itu. Bualu Zebua, salah satu tenaga honorer perawat di RSUD dr Pirngadi, mengaku membutuhkan insentif itu untuk membiayai keseharian anaknya yang dititipkan kepada sang kakak selama pandemi. Bualu sudah lima bulan tak bertemu dengan kedua anaknya yang masih berusia 6 dan 3 tahun lantaran harus menjaga buah hatinya itu dari COVID-19. “Makanya kami melakukan seperti itu (aksi protes) supaya tampaklah belangnya uangnya itu berada,” ungkap Bualu kepada detikX, Rabu, 10 Februari 2021.

Seorang tenaga medis tengah merapikan baju hazmat.
Foto : Pradita Utama/detikcom

Per Jumat, 12 Februari 2021, data nakes.laporcovid19.org menunjukkan ada 735 nakes yang gugur selama masa pagebluk. Dari total itu, 303 di antaranya berprofesi sebagai dokter, 232 perawat, 33 dokter gigi, 5 sanitarian, 101 bidan, 2 terapis gigi, 2 petugas ambulans, 6 tenaga rekam radiologi, 17 ahli teknologi laboratorium medis, 1 fisikawan medis, 1 entomolog kesehatan, 2 epidemiolog, 2 tenaga farmasi, dan 21 dari profesi lain yang juga berhadapan dengan COVID-19.

Soal insentif nakes, LaporCovid-19 mencatat, per Selasa, 26 Januari 2021, telah masuk 160 laporan terkait insentif nakes yang belum dibayarkan. Sebanyak 75,6 persen di antaranya mengaku belum mendapatkan insentif. Padahal sekitar 40 persen dari mereka bekerja di rumah sakit rujukan COVID-19. Sisanya, 24 persen, sudah menerima haknya tapi belum secara penuh.

Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Dewi Asmara menyesalkan lambannya pencairan santunan kematian dan insentif nakes ini. Padahal, kata dia, dalam rapat bersama DPR sebelumnya, pihak Kemenkes dan Kementerian Keuangan mengklaim bahwa anggaran insentif nakes 2020 telah terserap 99,99 persen. Namun, fakta di lapangan, masih banyak bolong di sana-sini. Saat Dewi dan anggota Komisi IX DPR lainnya berkunjung ke wilayah Banten pada 4-6 Februari 2021, dia mendapatkan aduan masyarakat terkait keterlambatan pembayaran insentif nakes.

Di antara mereka, ada yang belum menerima insentif nakes periode November-Desember 2020. Di Bengkulu lebih parah, insentif nakes belum dibayarkan untuk periode Juni-Desember 2020. Lantas, di Medan, pembayaran insentif baru dilakukan untuk Maret-April 2020. “Tentunya kami merasa ini hal yang urgen untuk segera diselesaikan karena mereka ada di garda terdepan, pengorbanannya besar. Akan sangat zalim sekali kalau (insentif) mereka kemudian belum terbayarkan,” ujar Dewi pekan lalu.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengakui memang masih ada sekitar 28 persen dana insentif nakes yang belum tersalurkan. Dari total anggaran Rp 4,2 triliun untuk nakes di tingkat daerah, sekitar Rp 1,2 triliun masih tersangkut di pemerintah daerah. Penyerapan terendah ada di Nusa Tenggara Timur dengan persentase 34 persen dari alokasi anggaran. Sementara itu, penyerapan tertinggi ada di DKI Jakarta (98 persen), Daerah Istimewa Yogyakarta (92 persen), dan Bali (91 persen).

Kendala utama di daerah terkait penyaluran insentif ini adalah kapasitas sumber daya manusia yang cenderung lamban dalam melakukan eksekusi perubahan dokumen pelaksanaan anggaran. Hal ini diperparah oleh lemahnya koordinasi antara dinas kesehatan dan dinas pengelola keuangan dan aset daerah setempat dalam melakukan penyaluran insentif. “Sampai saat ini kami sudah mengirimkan surat kepada daerah agar segera mengeksekusi pembayarannya dan masih kami tunggu perkembangan laporannya dari daerah,” tutur Astera melalui pesan tertulis kepada detikX, Rabu, 10 Februari 2021.

Sementara itu, soal santunan kematian, Sekretaris Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kemenkes Trisa Wahyuni Putri menyampaikan, hingga akhir Desember 2020, sudah ada 271 keluarga nakes yang mengajukan santunan kematian kepada Kemenkes. Dari total itu, sebanyak 197 ahli waris telah mendapatkan santunan kematian dengan total anggaran yang terserap mencapai Rp 59,1 miliar atau 98,5 persen dari pagu anggaran Rp 60 miliar. Sisanya, 44 keluarga, saat ini masih dalam tahap proses, dan 30 di antaranya belum melengkapi dokumen sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2539 Tahun 2020 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani COVID-19.

Sejumlah tenaga medis yang tengah beristirahat raat rapid test massal di Pekanbaru, tahun lalu.  
Foto : FB Anggoro/ANTARA Foto

Adapun mengenai angka kematian nakes, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada akhir Januari lalu menyampaikan belasungkawa terhadap lebih dari 600 nakes yang gugur terkait dengan penanganan COVID-19. Dilihat dari angka itu maupun data kematian nakes yang dimiliki LaporCovid-19, diketahui jumlah keluarga nakes yang mengajukan santunan masih jauh sekali. Mengenai hal ini, Trisa mengatakan, boleh jadi mereka yang gugur itu tak masuk kriteria nakes yang berhak mendapatkan santunan kematian.

“Walaupun mereka banyak, kan belum tentu mereka benar menangani COVID-19. Gitu. Nah, ketika mereka benar menangani COVID, harus ada surat penugasan dari atasannya,” kata Trisa saat berbincang dengan detikX pekan lalu.

Pada 2020, pemerintah menganggarkan dana Rp 8,85 triliun untuk insentif nakes dan Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Insentif terbagi dua. Untuk nakes dan PPDS tingkat pusat sebesar Rp 3,18 triliun dan Rp 1,47 triliun, yang bakal disalurkan langsung oleh Kemenkes. Sedangkan untuk nakes tingkat daerah sebesar Rp 4,2 triliun, yang disalurkan dari Kemenkeu melalui pemda masing-masing wilayah. Di luar itu, ada juga santunan kematian bagi nakes senilai Rp 60 miliar.

Hingga akhir Desember 2020, penyerapan insentif nakes tingkat pusat telah menyentuh Rp 3,18 triliun atau 99,97 persen dari total pagu anggaran dan hanya menyisakan Rp 911,38 juta. Anggaran santunan kematian telah terserap Rp 58,8 miliar atau 98 persen dari pagu yang disiapkan dan hanya menyisakan Rp 1,2 miliar. Kemudian insentif untuk PPDS telah terserap Rp 1,47 miliar atau 99,99 persen dari total pagu anggaran.

Demikian juga insentif nakes daerah, yang sejatinya sudah 100 persen disalurkan oleh Kemenkeu kepada pemda. Dana itu mestinya dapat digunakan untuk memberikan insentif kepada seluruh nakes daerah yang menangani COVID-19. Hanya, SDM daerah dalam memproses insentif ini masih lamban sehingga Rp 1,2 triliun masih tersangkut dan belum dapat dicairkan. Nilai penyerapan ini merupakan realisasi anggaran insentif nakes dan santunan kematian selama Maret-November 2020. Sedangkan untuk insentif nakes Desember 2020 hingga sekarang akan dibayarkan dengan menggunakan anggaran 2021. “Nanti, kalau anggarannya turun, akan kita selesaikan,” pungkas Trisa.


Penulis: Fajar Y. Rasdianto
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE