INTERMESO
“Semua benda itu tak ada pemiliknya.”
Permukaan bulan
Foto: NASA
Walaupun tampak seperti dagelan, ini bukan lelucon. Paling tidak bagi Dennis M. Hope. Coba buka dua situs Internet yang dibuat oleh pengusaha asal Nevada, Amerika Serikat, itu: Lunar Embassy (lunarembassy.com) dan Moon Estates (moonestates.com).
Lewat dua situs tersebut, Dennis menjual kaveling-kaveling lahan. Kalau hanya tanah kebun, sawah, atau kaveling perumahan yang dia jual, tentu Dennis tak akan jadi berita. Semua tanah yang dijual Dennis belum pernah dia injak karena semua kaveling itu tak ada di bumi. Dengan gagah, dia mengumumkan perusahaannya sebagai satu-satunya perusahaan di dunia yang punya kuasa hukum untuk menjual properti di bulan dan obyek lain dalam tata surya.
Untuk kaveling tanah yang luasnya 10 acre atau 4,1 hektare, Dennis pasang harga sangat murah, hanya US$ 126 atau Rp 1,65 juta. Kaveling-kaveling tanah itu ada di Planet Mars dan Venus. Tentu tak usah tanya alamat kaveling itu di sana. Dennis hanya memberikan posisi koordinat masing-masing kaveling.
Bahkan, walaupun terdengar agak sinting, kalau ada yang tak lagi butuh duit, bisa membeli planet lewat situs Lunar Embassy milik Dennis. Seluruh Pluto, planet kerdil yang pernah menjadi anggota tata surya, siap “dilepas” Dennis jika ada yang mau menebusnya dengan banderol hanya US$ 250 ribu atau Rp 3,3 miliar.
Dennis M. Hope
Foto: Lunar Embassy
Bisnis “properti” Dennis ini bermula pada 1980-an. “Aku memulai pada tahun 1980 setelah aku bercerai dengan istriku…. Saat itu aku benar-benar tak punya uang,” Dennis menuturkan kisahnya kepada Vice beberapa waktu lalu. Dia pikir bisnis properti bakal bisa jadi ladang subur untuk memanen duit. Tapi, sayangnya, dia tak punya modal aset properti. “Lalu aku melihat ke luar jendela dan melihat bulan. Aku pikir, ‘Hei, di atas sana ada banyak sekali properti.’”
Sejauh ini, kamilah yang telah membuktikan kesuksesan menggabungkan bisnis antariksa dengan jasa pemakaman."
Dengan tekun, Dennis menelusuri hukum yang berkaitan dengan “bisnis” di antariksa. Hanya ada dua hukum yang mengatur urusan di atas sana, yakni Traktat Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1967 tentang Antariksa dan Traktat PBB Tahun 1979 tentang Bulan. Traktat PBB tentang Bulan bisa dianggap tak ada lantaran hanya ditandatangani oleh 14 negara. Tak satu pun negara adidaya di antariksa, seperti Amerika, Rusia, dan Cina, masuk di antara 14 negara itu.
Setelah membaca dua traktat PBB itu, Dennis merasa telah menemukan satu peluang bisnis yang sangat gurih. Menurut Traktat PBB tentang Antariksa, tak ada satu negara yang berhak mengklaim berdaulat atas planet, bulan, atau obyek antariksa lain di luar bumi. “Artinya, semua benda itu tak ada pemiliknya,” Dennis menafsirkan isi traktat tersebut.
Untuk mengklaim kepemilikan atas bulan dan delapan planet beserta satelit-satelitnya, Dennis melayangkan proposal ke PBB. Tapi proposalnya tak pernah berbalas. “Mereka sungguh memalukan…. Yang penting aku tak pernah mendapatkan penolakan atas semua klaim itu. Titik,” kata Dennis.
Sampai hari ini, dia mengklaim, Moon Estates dan Lunar Embassy telah menjual lebih dari 611 juta acre lahan di bulan, 325 juta acre tanah di Planet Mars, serta lebih dari 125 juta tanah di Venus dan Planet Merkurius. Di antara pembeli kaveling di luar bumi itu, menurut Dennis, adalah tiga mantan Presiden Amerika: Jimmy Carter, Ronald Reagan, dan George W. Bush. Mereka tak membeli langsung dari Dennis, tapi melalui sejumlah orang dekatnya.
Foto: NASA
Sejak 2004, Dennis dan para pemilik tanah di antariksa itu telah “memproklamasikan” berdirinya “negara” Republik Galaktik. What? “Kami perlu waktu tiga tahun untuk merumuskan konstitusi kami,” kata Dennis. Boleh percaya, boleh tidak, Republik Galaktik versi Dennis Hope ini konon punya lebih dari 3 juta pemilik tanah. Mereka konon juga punya sistem perbankan dan mata uang, yakni Delta. “Kami berniat bergabung dengan Dana Moneter Internasional (IMF).”
Sebenarnya Dennis Hope bukan orang pertama yang mengklaim kepemilikan atas bulan dan planet-planet lain. Pengusaha Jerman, Martin Juergens, mengklaim bahwa bulan merupakan milik keluarganya turun-temurun sejak 15 Juli 1756 setelah Raja Prusia, Frederick Agung, menganugerahkan bulan kepada Aul Juergens sebagai balasan atas pengabdiannya.
Ray Allsip, teman lama Dennis, tak terlalu menganggap serius 1.400 acre tanah di bulan yang dia beli dari kawannya itu dengan harga hanya US$ 15 atau kurang dari Rp 250 ribu. Sertifikat tanah itu dia gantung di ruang tamu rumahnya. “Paling tidak, aku bisa mendapatkan bahan obrolan yang nilainya lebih dari US$ 15,” kata dia, kepada LA Times, diiringi tawa berderai.
* * *
Republik Galaktik dan bisnis “properti” Dennis Hope barangkali terdengar absurd dan lucu. Ada bisnis lain di bulan yang tampaknya jauh lebih serius.
Bagi orang yang punya banyak duit, jauh-jauh hari sebelum meninggal, mungkin mereka telah membeli kaveling makam mewah seperti yang dijual oleh San Diego Hills di Karawang, Jawa Barat. Tapi ada tempat peristirahatan terakhir yang lebih dahsyat lagi, yakni bulan.
Sekarang ada dua perusahaan Amerika yang menawarkan jasa menaburkan abu jenazah ke orbit bumi atau mengirimkannya ke bulan, yakni Elysium Space dan Celestis Inc. Celestis memulai bisnis ini sejak 1999. Abu jenazah pertama yang dikirim Celestis ke bulan adalah milik Eugene Shoemaker, geolog yang bekerja untuk beberapa misi Apollo, pada Juli 1999.
Sepanjang hidupnya, Eugene, menurut Carolyn Shoemaker, sang istri, memimpikan bisa menginjakkan kakinya di bulan. Tapi mimpi itu tak pernah terwujud sampai dia meninggal. “Sekarang dia menjadi orang bulan bagi kami,” kata Carolyn, dikutip NBC News, setelah misi penaburan abu Eugene di bulan.
Thomas Civeit (tengah) pendiri Elysium Space
Foto: The Bridge
Sertifikat dari Moon Estates
Foto: Moon Estates
Tiga tahun lalu, Thomas Civeit, mantan insinyur di Pusat Riset Ames Badan Antariksa Amerika (NASA), mengikuti jejak Celestis dengan mendirikan Elysium Space. Serupa dengan Celestis, Elysium juga menawarkan jasa pengiriman abu jenazah ke antariksa. Paket yang ditawarkan Celestis memang lebih beragam.
Celestis menawarkan empat paket, yakni membawa terbang abu jenazah ke orbit rendah bumi, mengirimkan abu ke orbit, menaburkan abu ke bulan, dan mengirimkan abu bersama wahana Voyager ke deep space. Ongkos untuk mengirim abu ke orbit bumi sebesar US$ 4.995 atau Rp 65 juta. Jika hendak menaburkan abu jenazah ke bulan atau deep space, besar ongkosnya lebih dari dua kali lipat, yakni US$ 12.500 atau Rp 164 juta.
Elysium hanya menawarkan dua paket, yakni menerbangkan abu jenazah ke orbit bumi atau mengirimkannya ke bulan. Ongkos untuk pengiriman abu jenazah ke bulan US$ 9.950 atau Rp 130 juta, lebih murah daripada biaya yang dipasang Celestis. Steven Jenks, prajurit di kesatuan militer Amerika, jadi klien pertama Elysium. Steven memakai jasa Elysium untuk mengirimkan abu jenazah ibunya ke bulan. Menurut dia, menaburkan abu jenazah ibunya di bulan merupakan bentuk penghormatan kepada sang ibu.
Saat dia bertugas, menurut Steven, ibunya pernah menulis surat seperti ini. “Tak peduli betapa kesepiannya kamu dan berapa jauhnya kamu, lihatlah selalu ke bulan dan ingatlah bahwa ibu ada bersamamu,” Steven mengutip isi surat almarhumah ibunya.
Stephen Chafer, salah satu pendiri Celestis, tak keder walaupun ada pemain baru yang menawarkan harga miring. “Sejauh ini, kamilah yang telah membuktikan kesuksesan menggabungkan bisnis antariksa dengan jasa pemakaman,” kata Chafer kepada Slate. Peluang pasar di jasa pengiriman abu jenazah ke bulan dan antariksa, menurut Stephen, masih sangat lapang. Jadi tak soal ada pemain lain di lapangan. “Data hasil penelitian menunjukkan, paling tidak satu di antara enam orang yang jenazahnya dikremasi menginginkan abunya ditebar di antariksa.”
Penulis/Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Fuad Hasim
Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan
kekinian.