CRIME STORY
Malu putra sulungnya menjadi pembunuh, seorang ayah nyaris bunuh diri dengan badik.
Ilustrasi: Edi Wahyono
Rabu, 31 Agustus 2016Sabtu, 20 Agustus 2016, mestinya menjadi hari paling berarti bagi pasangan Tahe, 52 tahun, dan Halimah, 50 tahun. Hari itu untuk pertama kalinya mereka akan menjalani salah satu prosesi penting dalam kehidupannya sebagai orang tua. Mereka akan melamar Ani untuk putra sulungnya, Brigadir Dua Muhlis, 26 tahun. Maklum, Ani dan Muhlis telah cukup lama menjalin tali kasih, tepatnya sejak 2012.
“Mereka berkenalan di Makassar,” kata Vinni, adik kandung Muhlis. Kala itu, ia melanjutkan, Ani tengah kuliah di Jurusan Analisa Kesehatan Universitas Indonesia Timur. Setelah lulus pada 2015, gadis berparas cantik itu bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Sinjai.
Karena putra-putri mereka sudah sama-sama bekerja, kedua orang tua sepakat untuk segera menikahkan mereka. Uang mahar ditetapkan sebesar Rp 50 juta, dan akan diserahkan pada 20 Agustus lewat acara mappenre doi (mengantar uang pernikahan).
Tapi, sepekan menjelang hari-H, rencana itu buyar karena Muhlis terlibat dalam pembunuhan. Korbannya Harmawati, 23 tahun. Tanpa sepengetahuan keluarga, selama bertugas di Makassar Muhlis memacari gadis itu.
Pembunuhan dilakukan karena calon bidan yang cantik dan sintal itu mengaku tengah hamil. Begitu tahu sang kekasih akan meninggalkan dirinya, Harmawati murka dan berniat melaporkan kondisi tersebut kepada orang tua Muhlis. “Tahe dan Halimah sangat terpukul akibat perbuatan putranya itu. Sungguh memalukan keluarga,” kata Andi Muhammad Ridwan. Sebagai Kepala Desa Lappa Bosse, semula dia menjadi salah seorang panitia acara mappenre doi.
Sekitar sebulan kemudian, saya baru tahu, yang lelaki bekerja sebagai polisi. Arma (Harmawati) juga akhirnya mengaku mereka belum menikah."
Saking malunya, Halimah sontak pingsan begitu mengetahui perbuatan bejat putranya itu. Bahkan Tale sempat mengambil badik untuk bunuh diri. Karena itu, Sekretaris Camat Kajuara Andi Ilyas meminta Ridwan beserta segenap stafnya mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan. Dia paham, Tahe-Halimah mengalami depresi menghadapi kenyataan memalukan tersebut.
“Bagi kami di Bone, ini memang sangat memalukan. Kami khawatir orang tuanya depresi menghadapi ini,” ujar Ilyas.
* * *
Harfan Syaiful, penjaga rumah kos Pondok Orange, Jalan Landak Baru, Lorong 10, Kelurahan Banta Bantaeng, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, mengenang Harmawati tak cuma sebagai gadis yang molek. Ia juga dikenal ramah dan gemar berbagi makanan. Saat pertama kali datang pada 21 Februari 2016, Harmawati ditemani seorang pria berbadan tegap yang semula diakui sebagai suaminya. Tak mengherankan bila lelaki itu hampir setiap malam, kecuali Sabtu dan Minggu, menginap di kamar nomor 15 di lantai dua tempat kos.
Layaknya seorang istri, Harmawati pun biasa mencuci dan menjemur pakaian lelaki yang kemudian diketahui bernama Muhlis itu. Keduanya juga biasa keluar berbarengan dari tempat kos bertarif Rp 1,3 juta per bulan itu. “Sekitar sebulan kemudian, saya baru tahu, yang lelaki bekerja sebagai polisi. Arma (sapaan akrab Harmawati) juga akhirnya mengaku mereka belum menikah,” tutur Harfan.
Kami sepertinya tak pernah melihat dan mendengar kalau dia pacaran sama polisi."
Meski dikenal cantik dan baik budi, rupanya untuk masalah-masalah pribadi, Arma pandai menyimpannya. Sejumlah teman dekatnya tak mengetahui bila anak gadis pasangan Anwar Dokka (almarhum) dan Haisa asal Kelurahan Tinanggea, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe, itu berpacaran dengan Muhlis.
Sewaktu masih kuliah di Akademi Kebidanan Syeikh Yusuf, Gowa, Arma banyak ikut kegiatan. “Kami sering sama-sama. Arma bukan tipe yang berpangku tangan bila ada teman kesusahan. Tapi kami sepertinya tak pernah melihat dan mendengar kalau dia pacaran sama polisi,” kata Mega, teman Arma.
Kepada keluarganya pun Arma belum pernah mengungkapkan bahwa dirinya berpacaran dengan Muhlis. Meski begitu, kepada ibundanya, dia pernah menyampaikan niat menikah setelah Lebaran. “Saya sempat dengar seperti itu, ingin menikah dengan pacarnya setelah Lebaran,” kata Suhaemi, 50 tahun, kerabat Arma.
Dengan kondisi yang terjadi, menurut Suhaemi, keluarga menyerahkan sepenuhnya kepada polisi untuk menuntaskan kasus ini. “Kami cuma berharap proses hukum berjalan dan ditegakkan seadil-adilnya,” ujarnya kepada para wartawan di lokasi pemakaman, Rabu, 17 Agustus, malam lalu.
Reporter: Muhammad Nur Abdurrahman (Makassar)
Penulis: M. Rizal
Editor: Sudrajat
Desainer: Fuad Hasim
Rubrik Crime Story mengulas kasus-kasus kriminal yang menghebohkan, dikemas dalam bahasa bercerita atau bertutur, dilengkapi dengan gambar ilustrasi yang menarik.