Ilustrasi: Edi Wahyono
Selasa, 15 Maret 2016Menjelang tengah malam, Brigadir Petrus Bakus masih terlihat keluyuran bersama dua anaknya, Fabian, 5 tahun, dan Amora, 3 tahun, Kamis, 25 Februari 2016. Kepala Kepolisian Sektor Menukung Ajun Komisaris Sofyan pun menegurnya. Tapi Petrus mengaku hendak menemui Kepala Satuan Intelijen Keamanan Kepolisian Resor Melawi Ajun Komisaris Ahmad Kamiludin. “Mau bertemu Kasat, Pak,” ujarnya singkat. Entah untuk apa.
Saat Sofyan menjelaskan bahwa pejabat yang dimaksud sudah tidur, Petrus pun langsung kembali ke rumahnya di asrama Polres Melawi, Gang Darul Falah, Desa Paal, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat.
Sekitar 15 menit berselang, terdengar jeritan histeris Windri Hairin Yanti, istri Petrus. Sofyan, yang baru berniat merebahkan badannya untuk beristirahat, segera membangunkan Ahmad Kamiludin. Keduanya lalu bersama-sama menghampiri rumah Petrus. Di sana Petrus tengah duduk di teras dengan tatapan mata kosong didampingi Brigadir Sukadi, anggota Satuan Intelkam Polres Melawi. “Siap, saya salah, Pak,” ucap Petrus kepada Sofyan dan Ahmad.
Pada Jumat dini hari itu, ia meminta maaf karena telah membunuh dan memotong-motong tubuh kedua anaknya. Bahkan Windri, yang tidur di kamar terpisah dengan anaknya, nyaris menjadi korban berikutnya. Beruntung, sang istri dapat mengalihkan perhatian Petrus, yang seolah dalam pengaruh gaib. Kepada sang suami, Windri minta diambilkan air minum sebelum dibunuh. Begitu Petrus menuju dapur sambil tetap menenteng parang yang masih berlumuran darah, ia pun kabur sambil berteriak-teriak histeris menuju rumah Sukadi.
Secara fisik sehat, tetapi kondisi bicaranya seperti orang meracau, tidak mengenal Kapolres dan Kasatnya."
Kepada tim penyidik yang memeriksanya, Petrus mengaku membunuh dan memutilasi kedua anaknya atas perintah bisikan-bisikan yang didengarnya. Ia menganggap kedua anaknya sudah kembali ke surga dan menyatu dengan Tuhan. “Ini sudah kehendak Tuhan sejak dia lahir dari rahim ibunya,” kata Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto kepada pers menirukan pengakuan Petrus.
Merujuk keterangan keluarga, ia melanjutkan, Petrus terindikasi mengidap schizophrenia. Sejak masih berumur 4 tahun, dia kerap mengalami delusi seolah melihat makhluk halus dan sering mendengar bisikan. Dari penjelasan sang istri, kata Arief, Petrus dalam beberapa hari sebelum kejadian kerap uring-uringan tanpa sebab. “Secara fisik sehat, tetapi kondisi bicaranya seperti orang meracau, tidak mengenal Kapolres dan Kasatnya,” ujar Arief.
Ia juga mengungkapkan, selama menjadi polisi, Petrus tak pernah menunjukkan sikap dan perilaku aneh. Bahkan, karena konditenya tergolong baik, saat pemilihan kepala daerah serentak 2015, alumnus SMA Negeri 1 Karangan pada 2007 itu terpilih menjadi pengawal calon bupati. Sebagai penghargaan atas kinerjanya itu, pada Desember tahun lalu dia mendapat kenaikan pangkat menjadi brigadir. “Jadi, selama bertugas, yang bersangkutan tak pernah mendapat catatan negatif. Hanya, dalam perkembangan beberapa hari terakhir, ada kondisi kejiwaan seperti ini, tentu di luar pengetahuan kami,” ujar Arief.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane menilai kasus Petrus Bakus semakin menunjukkan ada persoalan serius di lapisan bawah kepolisian Indonesia. Juga menunjukkan lemahnya pola perekrutan anggota di tubuh kepolisian karena tes kejiwaan yang dilakukan tak mampu mendeteksinya.
Sementara itu, pakar psikologi forensik dari Universitas Bina Nusantara, Reza Indragiri Amriel, menyarankan perlunya kepolisian melakukan uji kejiwaan secara menyeluruh kepada anggotanya. Ia khawatir kasus Petrus bukan satu-satunya dan yang terakhir. Reza menduga Petrus mengidap schizophrenia paranoid yang bisa membahayakan orang lain. Indikasinya, Petrus sering marah, merasa dihantui sesuatu, dan memiliki kelainan sejak kanak-kanak.
Menanggapi semua kritik itu, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti menegaskan lembaga yang dipimpinnya sudah melakukan tes kejiwaan kepada segenap calon anggotanya. Hanya, tanda-tanda kelainan jiwa tak mudah dilihat secara kasatmata. “Itu kan bisa muncul ketika hanya ada masalah,” ujarnya.
Tim psikiater Mabes Polri pada Kamis, 3 Maret lalu, melakukan uji kejiwaan terhadap Petrus. Sedangkan para penyidik, menurut Kepala Bidang Humas Polda Kalimantan Barat AKBP Arianto, meminta pendapat kepada ahli pidana untuk mendalami kasus Petrus. Dia antara lain bisa dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga.
“Tersangka bisa diancam dengan hukuman mati atau seumur hidup atau sekurang-kurangnya 20 tahun penjara,” kata Arianto.
Petrus dan Windri sudah setahun pisah kamar karena kerap bertengkar dan sama-sama cemburu.
Pelangi… pelangi…
Alangkah indahmu
Merah, kuning, hijau
Di langit yang biru
Pelukismu agung
Siapa gerangan
Pelangi… pelangi… ciptaan Tuhan!
Windri Hairin Yanti menyanyikan lagu karya Abdullah Totong itu dengan lirih dan terbata saat menguburkan kedua anaknya, Fabian, 5 tahun, dan Amora, 3 tahun, Jumat malam, 26 Februari lalu. Sepanjang prosesi pemakaman, air matanya terus mengucur. Beberapa kali dia jatuh pingsan. Para ibu Bhayangkara dan kerabat yang hadir pun turut larut dalam keharuan. Hampir semua mata mereka sembap.
Windri biasa melantunkan lagu itu setiap kali hendak menidurkan Fabian dan Amora. Cuma, kali ini kedua anaknya itu tidur untuk selamanya. Bisikan gaib telah mendorong suami Windri, Petrus Bakus, membunuh dan memutilasi buah hati mereka itu.
Upacara pemakaman berlangsung hampir tengah malam karena sempat terjadi selisih pendapat antara keluarga Petrus dan Windri. Keluarga Windri ingin menguburkan kedua bocah malang itu di kampungnya di Jawa. Sebaliknya, pihak keluarga Petrus meminta agar dikubur di Melawi saja. Bupati Melawi, Panji, dan wakilnya, Dadi Sunarya, serta Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Abang Tajudin ikut turun langsung memfasilitasi menyelesaikan persoalan tersebut bersama Kepala Kepolisian Resor Melawi AKBP Cornelis M. Simanjuntak. Akhirnya, sekitar pukul 23.00 WIB, setelah disalatkan di Masjid Muzakirin, jenazah Fabian dan Amora dikuburkan dalam satu liang di Desa Paal, Melawi.
Dia sangat sayang pada anak-anak, tak mungkin tega berbuat sadis."
Sejak kematian kedua anaknya, sikap Windri berubah total. Ia seperti kehilangan gairah hidup. Bicaranya cuma satu-dua patah kata. Makan pun harus dibujuk rayu terlebih dulu. “Adik saya masih shock berat,” kata Budi, kakak ipar Windri, kepada detikX beberapa waktu lalu. Ia berharap, selain mengusut tuntas penyebab perilaku sadis Petrus Bakus, pihak kepolisian memperhatikan upaya pemulihan kejiwaan Windri.
Soal hubungan tak harmonis Windri dengan Petrus, Budi mengakuinya. Sejak berpacaran pun, kata dia, pasangan itu kerap bertengkar. Hanya, meski seorang polisi, Petrus bukan tipe yang ringan tangan. “Pertengkaran pasutri ini tak pernah sampai pada tindakan kekerasan,” ujar Budi.
Heruwanto, ayah Petrus, pun mengungkap ketidakharmonisan rumah tangga anaknya itu. Sebagai istri, Windri dikeluhkan bertindak boros karena lebih suka membeli makanan ketimbang memasak sendiri. Selain itu, setiap ada masalah, Windri kerap mengancam minta diceraikan. Tapi hal itu tak pernah direspons serius oleh Petrus karena mempertimbangkan masa depan kedua anaknya.
“Dia sangat sayang anak-anak, tak mungkin tega berbuat sadis. Cuma, memang, sudah setahun ini dia tak lagi sekamar dengan istrinya,” ujarnya setelah membesuk Petrus, Minggu, 28 Februari lalu.
Sementara itu, kepada penyidik, Windri menduga Petrus telah berselingkuh. Indikasinya antara lain sebuah layanan pesan singkat telepon seluler dari seorang perempuan yang singgah di ponsel Petrus. Sebaliknya, Petrus menduga hati Windri telah terpaut ke pria lain. Anggota Satuan Intelkam Polres Melawi itu pun lantas memata-matai sang istri, yang berbisnis kue.
Sebagai penganut Katolik, pasangan ini sempat empat kali menemui romo untuk berkonsultasi. Nasihat dari romo sederhana saja: perbanyak komunikasi dan tetap jaga hati untuk saling mengasihi. Alih-alih membuka hati, masing-masing kukuh memelihara cemburu buta.
“Ya, problem rumah tangga itu memang ada yang diceritakan oleh saksi-saksi maupun istrinya, tapi penyidik sekarang lebih fokus pada pengumpulan alat bukti dulu. Masalah keluarga nanti,” kata Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto.
Selain menghadapi persoalan rumah tangga, Petrus pernah curhat kepada rekannya bernama Solikin. Pada 21 Februari, dia mengutarakan tak bisa masuk kerja karena sakit. Petrus juga bercerita bahwa ia merasa dikelilingi awan hitam dan ada sekitar 20 pria berbadan tegap yang mengikutinya.
Untuk mengatasi rongrongan gaib tersebut, dia sempat menemui romo. Selain mengutarakan apa yang dirasakannya, dia meminta romo membuatkan spanduk bertulisan “Terjadilah padaku Menurut Perkataanmu”. Tapi si romo tak menanggapinya. Hanya, pascapembunuhan tersebut, polisi menemukan secarik kertas bertuliskan kalimat tersebut.
Sejauh ini para penyidik belum memastikan apakah Petrus Bakus sempat mempelajari ilmu tertentu. Yang jelas, di rumahnya polisi menemukan tumpukan kayu. “Rupanya dia akan membakar dirinya sendiri setelah membunuh kedua anak dan istrinya,” ujar Arief.
Reporter: Abdul Hamid (Melawi)
Penulis: M. Rizal
Editor: Sudrajat
Desainer: Fuad Hasim
Rubrik Crime Story mengulas kasus-kasus kriminal yang menghebohkan, dikemas dalam bahasa bercerita atau bertutur, dilengkapi dengan gambar ilustrasi yang menarik.