Jakarta - Selain Bank Mandiri, perusahaan keuangan papan atas lainnya adalah Bank Danamon. Bank ini adalah urutan kelima dalam kelompok lima besar industri keuangan di Indonesia. Lihat saja dengan fee based income-nya yang mengalami peningkatan. Bagaimana strategi Bank Danamon dalam mengembangkan bisnisnya? Mengapa non performing loans (NPL)-nya bisa naik? Inilah penuturan Francis Andrew Rozario, Direktur Utama Bank Danamon, kepada Atik Darmawati dari Infobank. Petikannya:
Bisa Anda jelaskan posisi terakhir pertumbuhan kinerja perusahaan: total aset, dana pihak ketiga (DPK), kredit, dan juga laba? Pertama, saya akan membahas laba. Laba setelah pajak per Desember 2003 sebesar Rp1,529 miliar. Ini meningkat sebesar 61,3% dibandingkan dengan laba 2002 yang sebesar Rp948 miliar. Fee based income Bank Danamon pun mengalami peningkatan, yaitu sebesar 22,7%. Secara keseluruhan, fee based income ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan operasional sebesar 39,5% pada tahun lalu. Peningkatan laba juga menyebabkan peningkatan ROA (return on asset) dan ROE (return on equity), masing-masing menjadi 3,3% dan 31,4%. Meningkat sebesar 2% dan 22,3% dari ROA dan ROE periode yang sama tahun lalu. Ekuitas juga meningkat menjadi Rp6,822 pada Desember 2003 dari Rp4,653 miliar pada Desember 2002.
Bagaimana dengan pendapatan bunga yang didapat Bank Danamon? Pendapatan bunga bersih selama 2003 sebesar Rp3,016 miliar. Meningkat 49,5% dibandingkan dengan pendapatan bunga bersih pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp2,018 miliar.
Lantas, pertumbuhan DPK-nya? DPK kami juga mengalami kenaikan sebesar 14% menjadi Rp39,800 miliar. Dan, perlu saya tambahkan bahwa capital adequacy ratio (CAR) Bank Danamon juga berada pada posisi kuat, yaitu sebesar 26,8% pada akhir 2003. Itu merupakan peningkatan sebesar 1,5% dibandingkan dengan CAR 2002 yang hanya sebesar 25,3%.
Bagaimana dengan sisi penyaluran kredit? Nilai kredit yang disalurkan tumbuh sebesar 17,8% menjadi Rp20,849 miliar per Desember 2003. Meningkat dari Rp17,695 miliar pada Desember 2002. Pertumbuhan kredit ini terdiri atas dua unsur. Satu, pertumbuhan kredit organik Bank Danamon, yaitu konsumen dan UKM (usaha kecil dan menengah). Dua, dari pembelian aset BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dengan harga beli sebesar Rp837 miliar (net). Pertumbuhan kredit ini mengakibatkan LDR (loan to deposit ratio) berubah dari 52,1% pada Desember 2002 menjadi 57% pada Desember 2003. Bank Danamon, sekali lagi, semakin mengukuhkan visi menjadi bank pilihan di bidang konsumen dan UKM dengan portofolio kreditnya mencapai 37,7% untuk konsumen dan 34,6% untuk UKM.
Pertumbuhan NPL-nya bagaimana? NPL kami pun mengalami kenaikan. Ini merupakan konsekuensi dari strategi prudent yang dilakukan dengan menglasifikasikan kembali kolektibilitas sejumlah pinjaman. Sehingga, NPL naik menjadi 6,8% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 4,4%. Meskipun demikian, Bank Danamon tetap menyisihkan cadangan yang jauh dari cukup, yaitu sekitar 160% dari total NPL. Sehingga, NPL neto Bank Danamon tetap saja berada pada posisi 0%.
Bagaimana dengan pembayaran dividen? Total dividen yang dibayarkan Bank Danamon adalah 40% dari laba 2003 (Rp1,529 miliar). Itu dibagi dalam dua kali pembayaran. Satu, dividen interim sebesar Rp417 miliar. Sisanya, Rp195 miliar, kami akan ajukan untuk mendapatkan persetujuan dalam RUPS (rapat umum pemegang saham) mendatang. Kedua-duanya mencakup 40% dari laba setelah pajak yang diterima pada 2003.
Strategi apa yang diambil Bank Danamon untuk menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini? Yang sudah kami lakukan lima bulan terakhir ini merupakan langkah kami yang sangat hati-hati. Kami berusaha melihat revenue stream (sumber pendapatan) di industri perbankan Indonesia. Bank Danamon menangkap kesempatan di bidang consumer segment, UKM, commercial, dan corporate market. Dan, saya ingin membicarakan satu per satu strategi yang akan kami lakukan per segmen. Saya akan mulai dengan consumer segment. Kami ingin memfokuskan pada tiga segmen, yaitu mass income, middle and affluence. Mengenai mass income, kami melihat ada lebih kurang 40 juta nasabah. Sebanyak 20 juta di antaranya merupakan jumlah yang non bankable. Yang akan kami lakukan adalah dengan memberikan jasa, seperti KPR (kredit pemilikan rumah). Pinjamannya kecil-kecil. Tapi, kami akan mencoba untuk extend, sehingga memungkinkan mereka untuk bisa membiasakan diri (pertama-tama) untuk menabung. Dengan begitu, kami bisa membantu mereka dengan produk-produk yang lain lagi yang tidak memiliki aset. Kalau kami melihat pada middle income yang terdiri atas lima juta kepala keluarga, kuncinya, kami harus meningkatkan hubungan atau relationship, mencakup dari awal, misalnya dari mereka menjadi karyawan hingga pensiun. Saat mereka ada yang menikah dan punya anak, kami akan coba tawarkan produk-produk kepada mereka, baik dari kredit, pinjaman, maupun asuransi. Sedangkan, yang tertinggi atau affluence terdiri atas 100 ribu kepala keluarga. Di sini, kami tidak saja memberikan jasa dalam rangka bisnis, tapi mereka juga membutuhkan yang namanya personal banking. Banyak nasabah kami yang affluence ini merupakan pengusaha. Karena kami kuat di bidang ini, kami akan memberikan bantuan di bidang ini.
Sektor UKM akan digarap? Kami akan beranjak ke UKM. Ada yang namanya mass of employee, yaitu masa yang memiliki usaha sendiri. Jumlahnya sektar 20 juta orang. Kami harus menciptakan dan mengubah sistem distribusinya maupun modal usahanya agar kami bisa membuat suatu brand baru untuk segmen ini. SDM kami juga harus ditinjau kembali dan harus melakukan pembenahan sistem karena sistemnya akan sangat berbeda dengan sistem perbankan yang sekarang kami jalankan. Dan, kalau misalnya di UKM pinjaman per orang itu sekitar Rp5 miliar, berarti kami kuat, terbesar, dan tetap ingin berkembang di segmen ini. Dan, sekarang untuk yang komersial. Kalau pinjaman yang kami berikan sebesar Rp50 miliar per nasabahnya. Pasar untuk komersial ini lebih kurang 30 ribu orang. Kami targetkan dalam waktu tiga tahun bisa tercapai sekitar 20% dari jumlah itu. Sekarang ini, kami mainnya masih kecil di sana. Kami sadar akan hal itu. Oleh karena itu, selama tiga tahun ke depan, kami harus melakukan portofolio karena kami masih harus memikirkan benefit dan juga risikonya. Kami sangat ingin mempunyai produk yang benar-benar memberikan nilai tambah bagi nasabah.
Bagaimana dengan sektor korporasi? Kami juga menggarap corporate market. Namun, harus sangat selektif. Mengingat, pada masa krisis kemarin, banyak bank yang mengalami kerugian besar. Kami ingin mengembangkan hubungan partnership atau kemitraan dengan nasabah. Kami akan banyak bekerja sama dengan bank kelas menengah ataupun bank kecil. Selain bank, kami akan membantu financial institution yang kelasnya menengah atau kecil. Kami melihat bank-bank atau financial institution seperti itu kurang mendapat dukungan dari bank internasional.
(E. Sumardi/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini