Pabrik yang berdiri sejak 1995 ini memiliki kapasitas produksi 50 ribu feet per bulan. Kepada Uu, sang pemilik mengaku usahanya terkendala oleh sertifikasi dan pemegang lisensi (merek) yang selama ini dipegang importir luar.
Pengusaha penyamakan kulit juga mengalami kesulitan bahan baku yang selama ini masih didatangkan dari Surabaya dan Sumatera. Selain itu, produksi mereka tidak langsung bisa diekspor karena kendala kemampuan, sehingga harus dikirim dulu ke Denpasar, Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Haji Ejep berharap usahanya bisa mengolah lebih lanjut kulit yang ada agar bisa menghasilkan kualitas lebih baik dan tentu saja keuntungan yang lebih besar. Namun, untuk mengolahnya, perlu ada sertifikat agar produk bisa diakui dan diterima pasar.
"Orang Bandung juga nggak sanggup (mengolah langsung kulit grade ekspor). Lagi pula kami sudah punya buyer dan dilarang melanggar perjanjian. Kalau langsung ekspor, nanti diintimidasi," katanya.
Mengetahui kendala tersebut, Uu mengaku akan membantu memberikan pelatihan, sehingga bisa mendapatkan sertifikat yang bisa menunjukkan kualitas produk.
"Bersama Kang Emil, kami akan membantu para pelaku usaha, salah satunya mempertemukan mereka dengan buyer secara langsung," jelasnya.
Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya yang dipimpinnya telah berhasil mendorong buah manggis masuk ke pasar dunia. Sebelumnya, manggis lokal harus melalui melalui Thailand, namun kini bisa langsung ke China.
Selain manggis, pihaknya berhasil mendorong beras organik bisa diekspor hingga ke lima benua. Hal ini demi menciptakan nilai tambah untuk meningkatkan kesejahteraan para petani.
"Masalah kegiatan ekspor selalu sama, para pelaku tidak bisa langsung karena terkendala negara ketiga. Selain itu, karena pengusaha lokal belum punya izin resmi. Kami akan bantu dengan beragam cara agar pelaku industri kecil dan menengah bisa terus berkembang," pungkasnya. (idr/ega)











































