Isu Pilpres 2 Poros, HNW Bicara Ketentuan Konstitusi & Stop Polarisasi

Isu Pilpres 2 Poros, HNW Bicara Ketentuan Konstitusi & Stop Polarisasi

Aafi Syaddad - detikNews
Sabtu, 23 Sep 2023 20:51 WIB
Hidayat Nur Wahid
Foto: dok. MPR RI
Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritisi mencuatnya isu pemilihan presiden (pilpres) 2024 akan diikuti oleh dua pasangan calon saja. Ia pun mengingatkan ketentuan Pasal 6A Ayat (4) UUD NRI 1945 yang lebih akomodatif terhadap adanya lebih dari dua pasangan calon dalam pilpres.

Menurut HNW, ketentuan yang terdapat di UUD NRI 1945 tersebut sejatinya dihadirkan untuk merawat demokrasi konstitusional di Indonesia, serta menghindarkan pembelahan dan polarisasi di kalangan masyarakat akibat pemilihan presiden secara langsung dengan hanya dua kandidat saja.

"Selain itu, masyarakat semakin cerdas, maka kemarin banyak menuntut ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar dikoreksi ketentuan Presidential Threshold 20 persen karena mengakibatkan bisa terjadinya polarisasi sebagaimana terjadi pada Pilpres 2014 dan 2019 yang ditolak umumnya rakyat Indonesia. Mereka itu juga sangat perlu untuk ditampilkan lebih dari dua opsi dalam pemilihan presiden atau wakil presiden saat Pilpres 2024 nanti," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/9/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, memaksakan Pilpres 2024 diikuti oleh hanya dua pasangan calon saja merupakan sikap tidak menghormati hak rakyat dan tidak merawat prinsip demokrasi konstitusional.

"Jadi, apabila ada pihak yang memaksakan kehendak agar Pilpres 2024 diarahkan hanya diikuti oleh dua pasangan calon saja, selain tidak menghormati hak rakyat untuk mendapat alternatif pilihan pemimpin yang terbaik, juga bisa dinilai sebagai tidak merawat prinsip demokrasi konstitusional, bahkan juga bisa dinilai sebagai ingin melanjutkan polarisasi dan pembelahan yang ditolak oleh mayoritas warga bangsa Indonesia, yang terjadi akibat pilpres hanya diikuti oleh dua kandidat saja," terusnya.

ADVERTISEMENT

HNW mengaku mendengar adanya sebagian pihak yang berusaha mendengungkan kembali Pilpres 2024 akan diikuti oleh hanya dua pasangan calon saja, dengan berbagai dalih. Ia menyebutkan salah satunya adalah bahwa dengan adanya dua pasangan calon, maka pilpres bisa berbiaya lebih murah, karena bisa dilangsungkan hanya satu putaran.

Mengenai hal tersebut, HNW membantah argumentasi yang menurutnya tidak berdasar. Ia pun menyebutkan di era reformasi, Indonesia pernah dua kali menyelenggarakan Pilpres yaitu pada tahun 2004 dan 2009, yang diikuti oleh lebih dari tiga pasangan calon. Ia menyebutkan pada tahun 2004, pilpres terselenggara hingga dua putaran, tetapi tidak ada masalah dengan APBN dan tidak terjadi polarisasi maupun pembelahan.

"Demokrasi memang perlu ongkos, tapi kalau yang diinginkan adalah biaya termurah, maka kembali saja pada pola pilpres pada zaman orba, di mana presiden dipilih oleh MPR. Hal yang tentu mereka tolak juga," ujarnya.

Menurut HNW, biaya yang digelontorkan justru lebih besar untuk memperbaiki keterbelahan masyarakat akibat adanya polarisasi terkait Pilpres 2014 dan 2019 yang hanya menyediakan dua pasangan calon.

"Kita masih merasakan keresahan masyarakat yang terbelah karena Pilpres 2014 dan 2019 yang hanya menyediakan dua pasangan calon saja. Bahkan, polarisasi itu masih terasa hingga saat ini. Biaya menyembuhkan masyarakat dari pembelahan akibat polarisasi itu dirasakan lebih mahal dibanding biaya pilpres hingga putaran kedua sebagaimana terjadi pada Pilpres 2004," tukasnya.

Lebih lanjut, HNW menjelaskan peta perkoalisian partai-partai politik saat ini sebenarnya juga sudah mengarah kepada tiga pasangan calon, yakni Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Ditambah Prabowo Subianto yang diusung oleh Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat, serta Ganjar Pranowo yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

"Arah koalisi partai-partai yang berhak mencalonkan Presiden sebenarnya sudah mengarah kepada bukan hanya dua pasangan calon presiden, tetapi memungkinakan adanya tiga pasangan calon, sehingga harapan Rakyat bisa diwujudkan, dan potensi pengulangan polarisasi di tengah masyarakat menjadi semakin mengecil. Tinggal menunggu keberanian dari dua bacapres Ganjar dan Prabowo untuk segera mendeklarasikan pasangan cawapresnya," ujarnya.

HNW menyayangkan di tengah harapan positif itu, malah muncul pihak yang seakan ingin memaksakan pilpres cukup diikuti dua pasangan calon sebagaimana dua kali pilpres sebelumnya. Ia mengungkapkan dirinya dan PKS paham betul dengan hanya dua calon pun juga tidak bertentangan dengan Konstitusi (Pasal 6A Ayat 3), tetapi hal tersebut tidak sesuai dengan realita politik yang sekarang memungkinkan tampilnya tiga pasangan calon.

Selanjutnya, HNW mengingatkan meski pencalonan capres dan cawapres merupakan kewenangan konstitusional partai politik yang memenuhi syarat yang ditentukan Konstitusi, setiap partai politik perlu memikirkan dampak negatif yang akan terjadi di tengah rakyat bila dipaksakan kembali diberlakukannya dua pasangan calon untuk Pilpres 2024.

Ia juga menekankan harusnya partai-partai ikut merawat konstitusionalitas demokrasi yang sudah diperjuangkan dan dipraktikkan di Indonesia sebagaimana terjadi pada Pilpres tahun 2004 dan 2009.

"Ini harus jadi catatan bersama bagi kita. Karena pilpres itu bukan sekadar untuk berkuasa, tetapi bagaimana kita bisa mengkoreksi dampak negatif dari pilpres sebelumnya, dan bagaimana dengan pilpres menghadirkan opsi lebih banyak bagi putra-putri Indonesia yang terbaik untuk dipilih sebagai pemimpin bangsa Indonesia yang besar ini," pungkasnya.

(ncm/ega)



Hide Ads