Tulisan ini saya persembahkan kepada mereka yang sedang berjuang menghadapi COVID-19. Untuk saling berbagi pengalaman serta iktibar bagi mereka yang masih abai akan imbauan pemerintah, bahkan masih tidak percaya bahwa Corona benar ada.
Kabar penambahan kasus infeksi virus corona kian meningkat sejak Juni 2021. Dilansir dari laman resmi covid.19.go.id, penambahan kasus per Selasa (22/6) mencapai 13. 668 kasus, dengan total kasus mencapai 2.018.113.
Faktanya, saya turut menyumbang data penambahan tersebut. Berawal dari sebuah perjalanan dinas ke Jakarta, saya mulai merasakan gejala tidak normal di tubuh. Meski telah menerapkan protokol kesehatan dan telah mendapat vaksin, tetap saja virus corona adalah makhluk astral yang tidak kasat mata.
Ia tidak pernah memilih korbannya. Bahkan, Cristiano Ronaldo laki-laki yang disebut paling bugar di atas bumi saja pernah terpapar. Pelayan publik seperti saya memang dikategorikan pemerintah sebagai orang-orang yang rentan terpapar COVID-19 karena mesti beraktivitas bertemu dan melayani banyak orang.
Tenggorokan yang sakit, pegal, dan linu serta demam mulai menyerang di hari kedua pulang dari perjalanan itu. Puncaknya di malam Jumat, saya tidak bisa memejamkan mata. Pukul 02.00 WIB dini hari masih terjaga. Badan yang panas, kulit terasa terbakar namun dingin menggerogoti hingga ke tulang.
Ibu yang malam itu kebetulan menginap di rumah turut terjaga. Diambilnya minyak kayu putih, ibu melumurkan minyak ke seluruh tubuh tapi rasa sakit tak kunjung hilang. Pukul 03.00 fajar, saya beranikan ambil wudu. Dingin air wudu membasahi tubuh. Saya bentangkan sajadah, dua rakaat salat tahajud ditambah salat hajat ditunaikan seraya doa panjang tak henti dimunajatkan.
Hingga azan subuh sakit tak kunjung hilang. Pagi harinya saya putuskan untuk memeriksakan diri ke Dinas Kesehatan OKI. Pagi itu mereka baru usai laksanakan apel. Kepala Dinas Kesehatan, Iwan Setiawan tampak masih berdiri di depan pintu masuk utama. Saya utarakan maksud untuk dites antigen.
Tak lama, petugas surveilans menyiapkan peralatan. Saya diperiksa dengan satu kali colokan di rongga hidung. Sakit memang. Air mata keluar seiring rongga hingga hidung yang nyeri.
"Wah ini reaktif. Ada dua garisnya," ujar Pak Mus, petugas surveilans Dinkes OKI yang biasa melakukan tracing selama pandemi COVID-19. Bisa jadi orang ini yang paling banyak mengambil sampel COVID-19 di Ogan Komering Ilir.
"Biasa saja, jangan takut, saya sudah beberapa kali kena," ujarnya menguatkan. Selorohan pria tambun ini sedikit memberi motivasi bagi saya orang yang baru saja divonis terpapar COVID-19.
"Kalau Bapak berkenan kami akan lakukan tracking ke rumah, dan langsung tes PCR untuk meyakinkan," ujar Mus.
Saya mengiyakan karena saya yakin dengan langkah yang tepat, penularan COVID-19 klaster keluarga bisa dihindari. Tidak bisa dibayangkan betapa susahnya kami yang memiliki anak-anak yang masih kecil ditambah istri baru melahirkan dua pekan sebelumnya jika harus terpapar klaster keluarga.