Sekelompok personel militer di Benin mengumumkan mereka telah menggulingkan Presiden Patrice Talon. Kantor kepresidenan negara Afrika barat itu menepis ada kudeta dan menyebut situasi aman.
Dilansir AFP, Minggu (7/12/2025), Talon yang dijuluki 'raja kapas Cotonou' dijadwalkan menyerahkan kekuasaan pada April tahun depan setelah 10 tahun menjabat yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang solid tetapi juga lonjakan kekerasan jihadis.
Negara-negara di Afrika barat telah mengalami sejumlah kudeta dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di negara tetangga Benin di utara, Niger dan Burkina Faso, Mali, Guinea, dan yang terbaru, Guinea-Bissau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Minggu pagi waktu setempat, tentara yang menamakan diri mereka 'Komite Militer untuk Reformasi' (CMR) mengatakan di televisi pemerintah bahwa mereka telah bertemu dan memutuskan bahwa 'Patrice Talon dicopot dari jabatannya sebagai presiden republik'.
Sinyal terputus kemudian pada pagi harinya. Tak lama setelah pengumuman tersebut, seorang sumber yang dekat dengan Talon mengatakan kepada AFP bahwa Presiden Benin dalam keadaan aman.
"Ini adalah sekelompok kecil orang yang hanya mengendalikan televisi. Tentara reguler kembali mengambil alih kendali. Kota (Cotonou) dan negara sepenuhnya aman. Hanya masalah waktu sebelum semuanya kembali normal. Pembersihan berjalan dengan baik," ujar sumber itu.
Sebuah sumber militer mengonfirmasi bahwa situasi 'terkendali' dan para pelaku kudeta tidak merebut kediaman Talon maupun kantor kepresidenan. Sementara itu, Kedutaan Besar Prancis mengatakan di X bahwa 'terjadi penembakan di Camp Guezo' dekat kediaman resmi presiden di ibu kota ekonomi tersebut.
Kedutaan Besar Prancis mengimbau warga negara Prancis untuk tetap berada di dalam rumah demi keamanan. Seorang jurnalis AFP di Cotonou mengatakan bahwa tentara memblokir akses ke kantor kepresidenan dan televisi pemerintah.
Akses ke beberapa area lain, termasuk hotel bintang lima di Cotonou dan distrik-distrik yang menampung lembaga-lembaga internasional juga diblokir. Namun, tidak ada kehadiran militer yang dilaporkan di bandara dan seluruh kota dan penduduk tetap menjalankan aktivitas mereka.
Sejarah politik Benin telah ditandai oleh beberapa kudeta dan percobaan kudeta sejak kemerdekaannya dari Prancis pada tahun 1960. Talon, yang berkuasa pada tahun 2016, akan mengakhiri masa jabatan keduanya pada tahun 2026, batas waktu maksimum yang diizinkan oleh konstitusi.
Partai oposisi utama telah dicoret dari persaingan untuk menggantikannya. Sebagai gantinya, partai yang berkuasa akan bersaing memperebutkan kekuasaan melawan apa yang disebut oposisi 'moderat'.
Talon dipuji karena membawa pembangunan ekonomi ke Benin. Tetapi, dia sering dituduh otoriter oleh para kritikusnya.











































