"Saya datang ke sini bersama anak saya untuk melindungi haknya atas pendidikan tanpa vaksinasi, tanpa menyuntikkan racun ke dalam darahnya," kata salah satu pendemo Iryna Lazutkina (29), seperti dilansir AFP, Jumat (23/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdapat 57.000 kasus campak sejak awal tahun. 18 kasus berujung pada kematian.
Wacana larangan sekolah sudah dilontarkan sejak pertengahan Agustus 2019. kementerian Kesehatan Ukraina sudah mempreringatkan adanya wabah difteri dan tetanus akibat tingkat vaksinasi yang rendah.
Pendemo bersikeras mereka memiliki hak untuk menolak vaksinasi. Menurutnya, larangan masuk sekolah merupakan diskriminasi.
"Saya bebas memilih dan menentang diskriminasi," kata Alla Fedorchuk (25).
Menurut survei UNICEF, Ukraina kemungkinan besar akan menunda vaksin karena takut akan efek samping atau ketidakpercayaan pabrik. Ada kekhawatiran yang berkembang atas resistensi publik global terhadap vaksinasi.
Tonton juga video Indonesia Kirim Vaksin Polio Ke Afrika:
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini