MK Tolak Semua 7 Gugatan Perkara Hari Ini
Suasana sidang putusan di Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Kamis (27/11/2025). Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang Pleno MK itu menjadi perhatian luas karena seluruh perkara menyentuh isu-isu strategis di ranah politik, keamanan, hingga tata kelola pemerintahan.
Perkara pertama yang diputus adalah nomor 199/2025 terkait permohonan masyarakat untuk memberhentikan anggota DPR melalui mekanisme tertentu. Majelis menilai dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum, sehingga permohonan dinyatakan tidak dapat diterima.
Selanjutnya, MK membacakan putusan untuk perkara 194/2025 mengenai pembatasan masa jabatan ketua partai politik maksimal dua periode. Pemohon berpendapat pembatasan perlu dilakukan untuk mencegah konsentrasi kekuasaan. Namun, MK menegaskan bahwa pengaturan internal partai merupakan domain pembentuk undang-undang dan organisasi partai itu sendiri. Permohonan pun tidak diterima.
Perkara 209/2025 mengenai penempatan prajurit TNI pada jabatan sipil juga menjadi sorotan. Pemohon meminta penegasan kewajiban supremasi sipil dalam setiap penempatan anggota TNI. Majelis menilai permohonan tersebut tidak memenuhi syarat formil sehingga tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut.
MK kemudian memutus perkara 195/2025 terkait komersialisasi jasa pengamanan atau satpam oleh Polri. Pemohon mendalilkan bahwa pengaturan tersebut berpotensi menyalahi fungsi kepolisian. Namun, MK kembali menyatakan permohonan tidak memenuhi ketentuan konstitusional untuk dilanjutkan.
Perkara berikutnya adalah 196/2025 mengenai usulan penambahan Badan Eksekutor Konstitusi guna memastikan tindak lanjut putusan MK. Majelis menyatakan gagasan tersebut bukan ranah pengujian undang-undang, melainkan kebijakan yang harus dibahas oleh pembentuk undang-undang. Permohonan pun ditolak.
Dalam perkara 190/2025 mengenai pembatalan izin usaha pertambangan untuk perguruan tinggi, pemohon meminta agar kampus dilarang menerima konsesi pertambangan. Namun MK berpendapat dalil gugatan tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing), sehingga tidak dapat diterima.
Terakhir, MK memutus perkara 224/2025 yang menguji larangan ketua partai politik menjabat sebagai menteri. Majelis menegaskan bahwa persoalan tersebut berada pada ranah pembentuk undang-undang dan bukan merupakan pelanggaran konstitusi sebagaimana didalilkan pemohon. Dengan demikian, permohonan dinyatakan tidak dapat diterima.