Pengungsi Rohingya meneriakkan slogan-slogan saat mereka mengikuti demonstrasi di dalam kamp pengungsi untuk memperingati delapan tahun eksodus mereka, di Cox's Bazar, Bangladesh, Senin (25/8/2025). REUTERS/Mohammad Ponir Hossain
Di antara kerumunan, tampak anak-anak yang lahir dan tumbuh di kamp pengungsian ikut menggenggam tangan orang tua mereka. Bagi mereka, tanah kelahiran hanya sebatas cerita. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain
Dengan membawa plakat sederhana bertuliskan “Kami Ingin Pulang” dan “Keadilan untuk Rohingya,” mereka memperingati delapan tahun eksodus besar-besaran dari Myanmar. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain
Sejak tragedi 2017, lebih dari 700 ribu warga Rohingya meninggalkan Myanmar setelah menghadapi kekerasan dan diskriminasi. Delapan tahun berlalu, kehidupan di kamp pengungsian terbesar di dunia itu masih dipenuhi keterbatasan: pendidikan minim, akses pekerjaan terbatas, dan masa depan yang tidak menentu. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain
Namun di tengah ketidakpastian itu, semangat untuk pulang tak pernah padam. Aksi damai yang digelar tahun ini menjadi seruan agar dunia internasional tidak melupakan penderitaan mereka. Delapan tahun tanpa kepastian, Rohingya terus menggantungkan harapan pada janji keadilan. Di kamp-kamp yang padat itu, mereka masih menanti hari di mana kata “pulang” bukan lagi sekadar mimpi. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain