Sengkarut Kemacetan Jalan TB Simatupang

Jalan TB Simatupang di Jakarta Selatan memiliki sejarah panjang yang mencerminkan transformasi kota dari masa kolonial hingga era modern. Pada masa penjajahan Belanda, kawasan ini dikenal sebagai lahan pertanian, khususnya kebun tebu. Seiring waktu, kebutuhan akan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan kota mendorong pembangunan jalan ini.
 Pada akhir 1990-an, Jalan TB Simatupang dirancang sebagai bagian dari Jakarta Outer Ring Road (JORR), bertujuan menghubungkan Jakarta Timur dan Selatan tanpa harus melewati pusat kota. 
 
Pembangunan ini menjadi langkah strategis untuk mengurangi beban lalu lintas di pusat kota dan mendukung mobilitas antarwilayah. 
 
Kemacetan di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, kini menjadi salah satu persoalan lalu lintas terparah di ibu kota. 
 
Jalan ini yang dulunya dirancang sebagai jalur penghubung luar kota melalui proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR), kini kerap berubah menjadi lautan kendaraan, terutama pada jam sibuk pagi dan sore. Padatnya volume kendaraan pribadi, truk logistik, hingga kendaraan proyek menumpuk di sepanjang jalur ini, menyebabkan waktu tempuh menjadi sangat tidak efisien.
 
Seiring tumbuhnya kawasan bisnis di sepanjang TB Simatupang, dengan kehadiran gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan apartemen, kebutuhan akan mobilitas pun meningkat drastis.
Sayangnya, perkembangan infrastruktur tidak diiringi dengan pengelolaan lalu lintas yang memadai. Sejumlah proyek utilitas seperti pembangunan pipa air limbah dan perbaikan trotoar juga turut memperparah kondisi jalan, karena memakan sebagian badan jalan yang seharusnya bisa digunakan pengendara.
 
Dinas Perhubungan DKI Jakarta pun telah berupaya mengatasi kemacetan ini dengan berbagai langkah, mulai dari pengalihan arus lalu lintas, penggunaan sebagian trotoar sebagai jalur kendaraan darurat, hingga pembangunan posko pemantauan. Namun, upaya ini belum cukup untuk menurunkan tingkat kepadatan secara signifikan.
 
Gubernur DKI Jakarta sempat menyoroti bahwa kemacetan di TB Simatupang banyak dipicu oleh tumpang tindihnya proyek strategis nasional yang tidak terkoordinasi secara menyeluruh. Diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan pengembang kawasan untuk merumuskan solusi jangka panjang, agar jalan yang dulunya menjadi kebanggaan kota ini bisa kembali berfungsi secara optimal.
 
Jalan TB Simatupang di Jakarta Selatan memiliki sejarah panjang yang mencerminkan transformasi kota dari masa kolonial hingga era modern. Pada masa penjajahan Belanda, kawasan ini dikenal sebagai lahan pertanian, khususnya kebun tebu. Seiring waktu, kebutuhan akan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan kota mendorong pembangunan jalan ini.
 Pada akhir 1990-an, Jalan TB Simatupang dirancang sebagai bagian dari Jakarta Outer Ring Road (JORR), bertujuan menghubungkan Jakarta Timur dan Selatan tanpa harus melewati pusat kota.  
Pembangunan ini menjadi langkah strategis untuk mengurangi beban lalu lintas di pusat kota dan mendukung mobilitas antarwilayah.  
Kemacetan di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, kini menjadi salah satu persoalan lalu lintas terparah di ibu kota.  
Jalan ini yang dulunya dirancang sebagai jalur penghubung luar kota melalui proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR), kini kerap berubah menjadi lautan kendaraan, terutama pada jam sibuk pagi dan sore. Padatnya volume kendaraan pribadi, truk logistik, hingga kendaraan proyek menumpuk di sepanjang jalur ini, menyebabkan waktu tempuh menjadi sangat tidak efisien. 
Seiring tumbuhnya kawasan bisnis di sepanjang TB Simatupang, dengan kehadiran gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan apartemen, kebutuhan akan mobilitas pun meningkat drastis.
Sayangnya, perkembangan infrastruktur tidak diiringi dengan pengelolaan lalu lintas yang memadai. Sejumlah proyek utilitas seperti pembangunan pipa air limbah dan perbaikan trotoar juga turut memperparah kondisi jalan, karena memakan sebagian badan jalan yang seharusnya bisa digunakan pengendara. 
Dinas Perhubungan DKI Jakarta pun telah berupaya mengatasi kemacetan ini dengan berbagai langkah, mulai dari pengalihan arus lalu lintas, penggunaan sebagian trotoar sebagai jalur kendaraan darurat, hingga pembangunan posko pemantauan. Namun, upaya ini belum cukup untuk menurunkan tingkat kepadatan secara signifikan. 
Gubernur DKI Jakarta sempat menyoroti bahwa kemacetan di TB Simatupang banyak dipicu oleh tumpang tindihnya proyek strategis nasional yang tidak terkoordinasi secara menyeluruh. Diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan pengembang kawasan untuk merumuskan solusi jangka panjang, agar jalan yang dulunya menjadi kebanggaan kota ini bisa kembali berfungsi secara optimal.