Menapak Jejak Diponegoro di Pameran 200 Tahun Perang Jawa

Jejak perjuangan Pangeran Diponegoro dalam memperingati 200 Tahun  Perang Jawa kini dapat disaksikan kembali melalui pameran bertajuk MARTABAT, yang resmi dibuka di Gedung Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, pada Minggu (20/7).
Pameran ini menjadi bagian dari upaya pelestarian memori sejarah nasional, sekaligus menyoroti salah satu babak paling penting dalam perjalanan perlawanan rakyat Indonesia terhadap kolonialisme Belanda.
Perang Jawa (1825–1830), yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, bukan hanya dikenal sebagai perang terpanjang dan paling mematikan dalam sejarah kolonial Hindia Belanda, tetapi juga menjadi simbol kebangkitan kesadaran nasional.
Dalam pameran ini, pengunjung diajak menyusuri rangkaian peristiwa tersebut melalui berbagai artefak sejarah, mulai dari manuskrip kuno, peta perang, hingga visualisasi dalam bentuk lukisan-lukisan ikonik.
Salah satu koleksi paling mencuri perhatian adalah keris milik Pangeran Diponegoro yang ditampilkan dalam kondisi terawat dan ditempatkan secara khusus dalam ruang eksibisi utama. Keris tersebut bukan hanya senjata fisik, melainkan simbol spiritual perjuangan, yang diyakini menyimpan nilai historis dan magis dari sang pangeran.
Pameran ini juga menghadirkan berbagai manuskrip kuno dan arsip otentik, termasuk surat-surat pribadi, dokumen militer, hingga catatan harian dari para tokoh yang terlibat dalam perang tersebut. Semuanya ditampilkan dengan narasi visual dalam bentuk timeline interaktif, yang menggambarkan lima tahun panjang perang yang menelan lebih dari 200 ribu korban jiwa.
Pameran ini berlangsung mulai 20 Juli - 20 Agustus dan terbuka untuk umum.
Pameran ini adalah bentuk penghormatan terhadap para pahlawan bangsa yang telah berjuang mempertahankan tanah air dari cengkeraman penjajah.
Jejak perjuangan Pangeran Diponegoro dalam memperingati 200 Tahun  Perang Jawa kini dapat disaksikan kembali melalui pameran bertajuk MARTABAT, yang resmi dibuka di Gedung Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, pada Minggu (20/7).
Pameran ini menjadi bagian dari upaya pelestarian memori sejarah nasional, sekaligus menyoroti salah satu babak paling penting dalam perjalanan perlawanan rakyat Indonesia terhadap kolonialisme Belanda.
Perang Jawa (1825–1830), yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, bukan hanya dikenal sebagai perang terpanjang dan paling mematikan dalam sejarah kolonial Hindia Belanda, tetapi juga menjadi simbol kebangkitan kesadaran nasional.
Dalam pameran ini, pengunjung diajak menyusuri rangkaian peristiwa tersebut melalui berbagai artefak sejarah, mulai dari manuskrip kuno, peta perang, hingga visualisasi dalam bentuk lukisan-lukisan ikonik.
Salah satu koleksi paling mencuri perhatian adalah keris milik Pangeran Diponegoro yang ditampilkan dalam kondisi terawat dan ditempatkan secara khusus dalam ruang eksibisi utama. Keris tersebut bukan hanya senjata fisik, melainkan simbol spiritual perjuangan, yang diyakini menyimpan nilai historis dan magis dari sang pangeran.
Pameran ini juga menghadirkan berbagai manuskrip kuno dan arsip otentik, termasuk surat-surat pribadi, dokumen militer, hingga catatan harian dari para tokoh yang terlibat dalam perang tersebut. Semuanya ditampilkan dengan narasi visual dalam bentuk timeline interaktif, yang menggambarkan lima tahun panjang perang yang menelan lebih dari 200 ribu korban jiwa.
Pameran ini berlangsung mulai 20 Juli - 20 Agustus dan terbuka untuk umum.
Pameran ini adalah bentuk penghormatan terhadap para pahlawan bangsa yang telah berjuang mempertahankan tanah air dari cengkeraman penjajah.