Halte bus Tugu Tani di Jl Ridwan Rais, Jakarta Pusat. Setiap 12 Januari, aktivis pejalan kaki melakukan tabur bunga untuk mengenang tragedi dan 9 korban meninggal akibat ditabrak pengendara mobil di sini. Desain ini yang merata terlihat di 5 wilayah Jakarta. Terdapat desain gigi balang pada atap halte. Gigi balang merupakan desain khas pada rumah adat Betawi.
Warga menggunakan payung meninggalkan halte Tosari, Jakarta Pusat. Kemegahan halte tersebut terlihat pula, antara lain di Halte Bundaran HI dan Halte CSW, Blok M. Hanya saja, tak luput dari dikritik karena menggusur JPO dan mengganti ke pelican crossing, membuat calon penumpang basah saat hujan.
Halte bus di seberang Jakarta Convention Center, kompleks Gelora Bung Karno (GBK). Desain yang unik tak ditunjang dengan lokasi yang bukan padat penumpang sehingga halte ini sering kesepian.
Salah satu halte dengan konsep minimalis modern, menggunakan pipa besi dan kain khusus sebagai atapnya. Sejarah halte, menurut sejumlah literasi, dimulai pada 1824 di Kota Manchester. Saat itu untuk pemberhentian kereta kuda.
Menunggu bus mempertemukan simpul sosial dari berbagai kalangan. Ribuan kisah bisa bermula dari halte. Halte hadir seiring dengan modernisasi perkotaan.
Sentuhan modern futuristik di sebuah halte di jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. Halte bus TransJakarta menjadi penanda keseriusan pemerintah kota mengembalikan budaya transportasi massal.
Refleksi air memperlihatkan halte bus bertema daun di jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Bagian atapnya diberi lubang membentuk pola daun, membuat tak bisa berteduh berlama-lama di sini.
Desain kursi di halte dibuat makin estetik dan variatif tanpa harus kehilangan fungsi utama.
Koes Plus menulis lagu Bis Sekolah pada 1962. Tak menunjuk tempat pada lirik lagu, namun tersirat ruang tunggu bus sekolah itu berupa halte. Baru pada 1990, saat Richie Ricardo meremake lagu itu, halte bus menjadi pusat cerita dalam video klip.
Halte yang beradaptasi dengan lingkungan, memberi ruang pada pohon besar yang sudah ada sejak lama. Kekayaan arsitektur mendorong kreatifitas ruang yang responsif terhadap perubahan kota.
Halte Kota Tua, di kawasan Museum Fatahilah, Jakarta Barat. Halte didesain dengan gaya art deco, menyesuaikan diri dengan kawasan 'Little Amsterdam' yang dipenuhi bangunan bergaya 1900-an.