Momen Rusia Datangi Rumah-rumah Warga Ukraina untuk Referendum

Orang-orang mengunjungi tempat pemungutan suara yang terletak di Universitas Teknik Negeri Don pada hari kedua referendum tentang bergabungnya wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia ke Rusia, di Rostov-on-Don, Rusia, Sabtu, (24/9/2022). Pemungutan suara di tempat pemungutan suara stasiun diadakan untuk penduduk yang memproklamirkan diri Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) - wilayah yang dikuasai Rusia di Ukraina. REUTERS/Sergey Pivovarov
Orang-orang mengantre untuk memasuki tempat pemungutan suara pada hari kedua referendum tentang bergabungnya Republik Rakyat Donetsk (DPR) ke Rusia, di Mariupol, Ukraina. Pemungutan suara dalam referendum untuk bergabung dengan Rusia telah dimulai di empat wilayah Ukraina yang dikuasai Moskow.
Pemungutan suara atau voting, sebut para pejabat pro-Rusia di Ukraina, tengah berlangsung di Luhansk, juga di sebagian wilayah Zaporizhzhia dan Donetsk, serta wilayah Kherson, yang hampir sepenuhnya dikuasai Rusia. Pemungutan suara akan berlangsung selama lima hari hingga Selasa (27/9) pekan depan.
Voting yang isinya menanyakan penduduk keempat wilayah itu apakah mereka ingin wilayah menjadi bagian dari Federasi Rusia, diprediksi hasilnya akan mengikuti kemauan Moskow. REUTERS/Sergey Pivovarov
Tak hanya menyediakan tempat pemungutan suara. Rusia juga mendatangi rumah-rumah warga Ukraina untuk mengumpulkan suara.
Anggota komisi pemilihan mengumpulkan suara dengan mendatangi rumah-rumah warga selama referendum di Mariupol, Ukraina. Hasil referendum itu nantinya akan bisa dijadikan dalih oleh Rusia untuk mengklaim bahwa setiap upaya pasukan Ukraina merebut kembali wilayah-wilayah itu adalah serangan terhadap Rusia sendiri. Hal itu berarti tentunya akan semakin meningkatkan perang yang sudah berlangsung selama tujuh bulan di Ukraina.
Referendum itu digelar setelah sebelumnya Presiden Vladimir Putin memerintahkan mobilisasi militer parsial, yang berarti bisa mengerahkan 300.000 tentara Rusia tambahan untuk bertempur di Ukraina.
Referendum yang dicetuskan oleh Kremlin ini dipandang sebagai langkah menuju pencaplokan wilayah-wilayah Ukraina oleh Rusia. Otoritas Ukraina dan negara-negara Barat mengecam referendum itu sebagai penipuan, tanpa kekuatan hukum apapun yang mengikat.
Orang-orang mengunjungi tempat pemungutan suara yang terletak di Universitas Teknik Negeri Don pada hari kedua referendum tentang bergabungnya wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia ke Rusia, di Rostov-on-Don, Rusia, Sabtu, (24/9/2022). Pemungutan suara di tempat pemungutan suara stasiun diadakan untuk penduduk yang memproklamirkan diri Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) - wilayah yang dikuasai Rusia di Ukraina. REUTERS/Sergey Pivovarov
Orang-orang mengantre untuk memasuki tempat pemungutan suara pada hari kedua referendum tentang bergabungnya Republik Rakyat Donetsk (DPR) ke Rusia, di Mariupol, Ukraina. Pemungutan suara dalam referendum untuk bergabung dengan Rusia telah dimulai di empat wilayah Ukraina yang dikuasai Moskow.
Pemungutan suara atau voting, sebut para pejabat pro-Rusia di Ukraina, tengah berlangsung di Luhansk, juga di sebagian wilayah Zaporizhzhia dan Donetsk, serta wilayah Kherson, yang hampir sepenuhnya dikuasai Rusia. Pemungutan suara akan berlangsung selama lima hari hingga Selasa (27/9) pekan depan.
Voting yang isinya menanyakan penduduk keempat wilayah itu apakah mereka ingin wilayah menjadi bagian dari Federasi Rusia, diprediksi hasilnya akan mengikuti kemauan Moskow. REUTERS/Sergey Pivovarov
Tak hanya menyediakan tempat pemungutan suara. Rusia juga mendatangi rumah-rumah warga Ukraina untuk mengumpulkan suara.
Anggota komisi pemilihan mengumpulkan suara dengan mendatangi rumah-rumah warga selama referendum di Mariupol, Ukraina. Hasil referendum itu nantinya akan bisa dijadikan dalih oleh Rusia untuk mengklaim bahwa setiap upaya pasukan Ukraina merebut kembali wilayah-wilayah itu adalah serangan terhadap Rusia sendiri. Hal itu berarti tentunya akan semakin meningkatkan perang yang sudah berlangsung selama tujuh bulan di Ukraina.
Referendum itu digelar setelah sebelumnya Presiden Vladimir Putin memerintahkan mobilisasi militer parsial, yang berarti bisa mengerahkan 300.000 tentara Rusia tambahan untuk bertempur di Ukraina.
Referendum yang dicetuskan oleh Kremlin ini dipandang sebagai langkah menuju pencaplokan wilayah-wilayah Ukraina oleh Rusia. Otoritas Ukraina dan negara-negara Barat mengecam referendum itu sebagai penipuan, tanpa kekuatan hukum apapun yang mengikat.