Potret Pilu Manusia Perahu

Pria kelahiran Makassar 1960 ini memilih untuk berprofesi sebagai nelayan perahu wisata di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara.

Sejak tahun 1977 ia pun merantau ke Jakarta dan menjalani profesinya di atas kapal. Mulai dari menjadi ABK hingga beralih menjadi nelayan perahu wisata ditahun 1992.

Dan terhitung sejak tahun 2000 ia pun memilih tinggal diatas perahu karena tidak memiliki biaya yang cukup untuk bertahan hidup serta membayar sewa rumah.

Minimnya penghasilan atau pemasukan yang ia dapatkan dari pekerjaannya, tak cukup untuk bertahan dan menyambung hidup.

Sepanjang perjalanannya, Para Wisatawan yang biasa menaiki perahu di Pelabuhan Sunda Kelapa hanya ramai di akhir pekan dan tanggal merah.

Perahu yang kini buat tempat tinggalnya itu pun ia dapatkan dari sang bos, karena sudah tak layak pakai dan masih bisa digunakan untuk Nompo tinggal dan menetap diatas laut. 

Nompo tidak mematok harga pasti untuk para wisatawan yang ingin berkeliling naik perahu beserta jasanya. Tapi, Biasanya untuk sekali jalan perahu yang bawanya itu ia bisa mendapatkan uang antara Rp 50-100rb.

Ia pun berusaha menawarkan jasa untuk mengantarkan wisatawan yang ingin melihat sisi lain sunda kelapa.

Rumah perahu yang ditempati sebagai tempat tinggalnya saat ini berukuran sekitar 2x6 meter. Ia menghabiskan hari-harinya diatas ombang-ambing cuaca laut utara Jakarta yang tak menentu.  

Biasanya, saat hujan datang, ia pun langsung kabur kerumah warga yang berada di daratan untuk sekadar menumpang. Karena ia trauma pernah memiliki pengalaman buruk tersambar petir. 

Tak hanya mencari uang. Nompo juga pernah menggunakan perahunya untuk mengevakuasi warga penjaringan yang terkepung banjir beberapa tahun silam.

Beginilah sepenggal kisah manusia perahu yang ada di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara. Gimana menurut detikers.

Pria kelahiran Makassar 1960 ini memilih untuk berprofesi sebagai nelayan perahu wisata di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara.
Sejak tahun 1977 ia pun merantau ke Jakarta dan menjalani profesinya di atas kapal. Mulai dari menjadi ABK hingga beralih menjadi nelayan perahu wisata ditahun 1992.
Dan terhitung sejak tahun 2000 ia pun memilih tinggal diatas perahu karena tidak memiliki biaya yang cukup untuk bertahan hidup serta membayar sewa rumah.
Minimnya penghasilan atau pemasukan yang ia dapatkan dari pekerjaannya, tak cukup untuk bertahan dan menyambung hidup.
Sepanjang perjalanannya, Para Wisatawan yang biasa menaiki perahu di Pelabuhan Sunda Kelapa hanya ramai di akhir pekan dan tanggal merah.
Perahu yang kini buat tempat tinggalnya itu pun ia dapatkan dari sang bos, karena sudah tak layak pakai dan masih bisa digunakan untuk Nompo tinggal dan menetap diatas laut. 
Nompo tidak mematok harga pasti untuk para wisatawan yang ingin berkeliling naik perahu beserta jasanya. Tapi, Biasanya untuk sekali jalan perahu yang bawanya itu ia bisa mendapatkan uang antara Rp 50-100rb.
Ia pun berusaha menawarkan jasa untuk mengantarkan wisatawan yang ingin melihat sisi lain sunda kelapa.
Rumah perahu yang ditempati sebagai tempat tinggalnya saat ini berukuran sekitar 2x6 meter. Ia menghabiskan hari-harinya diatas ombang-ambing cuaca laut utara Jakarta yang tak menentu.  
Biasanya, saat hujan datang, ia pun langsung kabur kerumah warga yang berada di daratan untuk sekadar menumpang. Karena ia trauma pernah memiliki pengalaman buruk tersambar petir. 
Tak hanya mencari uang. Nompo juga pernah menggunakan perahunya untuk mengevakuasi warga penjaringan yang terkepung banjir beberapa tahun silam.
Beginilah sepenggal kisah manusia perahu yang ada di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara. Gimana menurut detikers.