Kilas Balik Konferensi Asia Afrika yang Digelar di Bandung 1955

Pemandangan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang digelar di Gedung Merdeka, Bandung, 24 April 1955. Konferensi Asia Afrika yang digelar pada 18-24 April 1955 jadi salah satu peristiwa bersejarah yang diselenggarakan di Indonesia, tepatnya di Bandung, Jawa Barat. (Dok. Arsip Nasional Republik Indonesia via unesco.org).
Salah satu pertemuan internasional terbesar pada masanya itu dihadiri oleh sejumlah pemimpin dari berbagai negara dunia. Menjelang pelaksanaan KAA, sejumlah kawasan di Bandung pun bersolek, seperti Bandara Husein Sastranegara yang tampak dihiasi bendera berbagai negara peserta KAA. Tampak bandara tersebut dipotret pada 15 April 1955. (Dok. Arsip Nasional Republik Indonesia via unesco.org).
Potret pengamanan di area sekitar gedung yang akan menjadi lokasi pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, Jawa Barat. Diketahui, KAA diikuti oleh 29 negara dan dimotori oleh sejumlah tokoh pemerintahan dari beberapa negara seperti Ali Sastroamidjojo (Indonesia), Mohammad Ali Bogra (Pakistan), Jawaharlal Nehru (India), Sir John Kotelawala (Sri Lanka), dan U Nu (Burma/Myanmar). (Dok. asianafricanmuseum.org).
Tampak delegasi dari sejumlah negara peserta Konferensi Asia Afrika berjalan ke Gedung Merdeka pada tanggal 20 April 1955. Pertemuan internasional yang digelar setelah Perang Dunia II ini digelar sebagai upaya untuk mendukung perjuangan dan mendorong terwujudnya kemerdekaan bagi negara-negara yang masih berada dalam cengkeraman penjajah. Selain itu, KAA lahir untuk menciptakan solidaritas dan persatuan di tengah Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur. (Dok. Arsip Nasional Republik Indonesia via unesco.org).
Potret Ketua Delegasi Republik Rakyat China yang juga merupakan Perdana Menteri Tiongkok Zhou Enlai menjadi salah satu tokoh dunia yang menghadiri Konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung, Jawa Barat, tahun 1955. (Dok. Arsip Nasional Republik Indonesia via unesco.org).
Para delegasi mengadakan Rapat Paripurna Bidang Ekonomi pada saat Konferensi Asia Afrika digelar di Gedung Merdeka, Bandung, pada tanggal 20 April 1955. Ada sejumlah hal yang dibahas dalam pertemuan internasional tersebut. Pembahasan itu berkaitan dengan kerjasama negara-negara Asia dan Afrika di bidang sosial, ekonomi dan budaya, serta membantu perjuangan melawan imperialisme dan juga ikut aktif dalam menciptakan perdamaian dunia. (Dok. Arsip Nasional Republik Indonesia via unesco.org).
Dalam pertemuan yang berlangsung selama 8 hari itu juga tercipta 10 prinsip yang kemudian dikenal dengan sebutan Dasasila Bandung. Beberapa poin yang ada di dalam Dasasila Bandung adalah menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat dalam piagam PBB, tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam persoalan dalam negeri negara lain, dan tidak melakukan tindakan ataupun ancaman maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun politik suatu negara. (Dok. asianafricanmuseum.org).
Momen Delegasi Pemerhati dari Palestina, Mufthi Amien El Husaini berbincang dengan Perdana Menteri Republik Rakyat China Zhou Enlai saat menghadiri Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, Bandung, 1955. Sejumlah poin lain yang terkandung dalam Dasasila Bandung adalah menghormati kedaulatan integritas teritorial semua bangsa, mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil, serta menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi, atau cara damai lainnya menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB. (Dok. Arsip Nasional Republik Indonesia via unesco.org).
Potret Gala Dinner yang digelar sebagai rangkaian dari pelaksanaan Konferensi Asia Afrika di Hotel Savoy Homann, Bandung, pada tanggal 19 April 1955. Keberhasilan gelaran Konferensi Asia Afrika di Bandung menjadi sorotan publik internasional. Pada masa itu, KAA bahkan disebut sebagai salah satu prestasi yang berhasil dicapai Kabinet Ali Sastroamidjojo. (Dok. Arsip Nasional Republik Indonesia via unesco.org).