Sejumlah warga meneriakan membawa poster serta bendera Sri Lanka saat menggelar aksi protes terkait krisis ekonomi di luar kantor presiden yang berada di kawasan Kolombo, Sri Lanka, Senin (11/4/2022) waktu setempat.
Mengutip AP, ribuan warga Sri Lanka turun ke jalan pada Senin (11/4) waktu setempat. Mereka memprotes dampak krisis ekonomi serta menyerukan presiden negara itu Gotabaya Rajapaksa untuk mengundurkan diri.
Diketahui, Sri Lanka tengah dihantam krisis ekonomi terburuk dalam sejarah negara tersebut.
Dampak krisis ekonomi membuat warga Sri Lanka harus antre berjam-jam untuk mendapatkan BBM karena krisis bahan bakar tengah melanda negara tersebut. Selain itu, pemadaman listrik belasan jam juga terjadi di sejumlah wilayah Sri Lanka. Kondisi itu makin diperparah dengan naiknya harga bahan makanan.
Krisis ekonomi yang tengah melanda Sri Lanka membuat warga negara tersebut menggelar aksi unjuk rasa sejak sejak beberapa pekan lalu. Ribuan warga Sri Lanka memprotes menyerukan agar presiden Gotabaya Rajapaksa mundur dari jabatannya di tengah krisis ekonomi.
Sementara itu, ada sejumlah hal yang diketahui menyebabkan krisis ekonomi parah melanda Sri Lanka. Salah satunya karena utang yang membengkak. Pada Februari 2022, negara itu hanya memiliki cadangan US$ 2,31 miliar. Sementara utang luar negeri yang harus dibayar sekitar US$ 4 miliar pada tahun 2022, termasuk obligasi negara internasional (ISB) senilai US$ 1 miliar yang jatuh tempo pada Juli ini. Dalam tinjauan ekonomi negara yang dirilis bulan lalu, IMF mengatakan bahwa utang publik telah meningkat. Sementara cadangan devisa Sri Lanka tidak cukup untuk pembayaran utang.
Krisis ekonomi Sri Lanka disebut menjadi ancaman inflasi bagi negara lain di dunia. Saat ini, inflasi makanan di Sri Lanka mencapai 30,2% di bulan Maret. Negara itu juga mengalami depresiasi 40% mata uang terhadap dolar AS dalam satu bulan. Utang publik yang diperkirakan oleh Dana Moneter Internasional sebesar 120% dari PDB. Belum lagi obligasi Sri Lanka senilai US$ 1 miliar yang jatuh tempo pada bulan Juli. Sementara cadangan devisa kabarnya minim. Situasi negara itu makin runyam juga karena krisis energi.
Para menteri hingga Gubernur Bank Sentral Sri Lanka juga telah memutuskan untuk mengundurkan diri saat protes dari masyarakat semakin panas. Para pengamat mengatakan akar dari krisis saat ini karena pemerintah Sri Lanka sendiri. Pemerintah negara itu disebut tidak becus mengurus perekonomian negara. Diduga pemerintah yang menyebabkan dan mempertahankan defisit. Hingga menyebabkan negara kekurangan anggaran di samping defisit berjalan. Krisis ini juga dipercepat oleh pemotongan pajak yang besar. Potongan pajak merupakan janji dari Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa selama kampanye pemilihan 2019. Kebijakan itu diberlakukan beberapa bulan sebelum pandemi COVID-19. Itu juga yang membuat ekonomi negara itu memburuk.