Menjaga Kelestarian Sarung Batak Khas Toba

Kali ini yang akan kita angkat adalah Sarung Batak yang  merupakan ciri khas budaya Batak. Adapun, jenis-jenis sarung yang mereka buat antara lain sibolang rastra, maulana tarutung, tobu-tobu dan jenis-jenis sarung lainnya.
Sejumlah perajin membuat sarung Batak dikawasan Desa Meat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Bedanya dengan ulos, sarung Batak ini digunakan untuk menghadiri acara seperti pernikahan dan gereja. Sedangkan ulos digunakan untuk acara adat. 
 
 
Salah satu perajin sarung Batak mengaku sudah 20 tahun menjadi penenun dan bertahan hidup dengan menjual kain sarung Batak seharga minimal Rp600 ribu hingga jutaan rupiah.
Perlu diketahui tradisi membuat sarung Toba itu sudah mendarah daging di keluarga warga Toba dari nenek moyangnya. Kebiasaan ini nampaknya dilestarikan hingga kini yang membuat wisatawan tertarik. Proses pembuatan tenuh tak jauh berbeda dengan ulos. Hanya saja, ukuran sarung lebih pendek dan dipadukan dengan selendang.
 
Proses pembuatan sarung yang membutuhkan waktu yang tak sedikit. Prosesnya awalnya yaitu gulung benang, lalu diberikan kanji dan shampoo untuk mengeraskan kain. Kemudian gulungan benang tersebut dijemur hingga kering.
Setelah itu, gulungan benang baru siap dibentuk menjadi sarung. Prosesnya benar-benar manual dengan tangan-tangan yang sudah ahli membuat item fesyen ini sejak lama.
Untuk sepasang sarung dan selendang, motif yang dibuat juga harus kreatif. Kaum ibu di desa itupun punya kesenangan dalam membentuk motif sarung. Biasanya motif yang dipakai yaitu sikut, gorga, tumtuman dan sebagainya.
Untuk membuat motif yang cantik, mereka tetap menyusun benang yang berbeda-beda warnanya. Penggunaan benang tersebut identik dengan warna-warna terang, seperti tosca, kuning, fuscia, hijau, maroon, dan masih banyak lagi. Kalau sarung dan selendangnya sudah jadi, sekali lirik pasti ingin membelinya.
Tentunya saat Anda mampir ke Desa Meat, boleh membawa oleh-oleh dua item fesyen itu. Harganya dibanderol mulai dari Rp500 ribu-Rp600 ribu. Untuk harga satu sarung yang dibuat tidak jauh berbeda dengan harga ulos, tapi prosesnya sama satu minggu dikerjakan dengan tangan. 
Bicara tentang suku Batak yang menjadi salah satu suku di Provinsi Sumatera Utara, ingatan masyarakat pasti langsung mengingat kain tradisionalnya bernama Ulos dan sarung Batak.
Karena secara turun temurun kain ulos dan sarung dikembangkan oleh masyarakat Batak, dimana pada mulanya dikenakan di dalam bentuk selendang atau sarung saja. Pemaknaan terhadap warna di sarung Batak dan Ulos khas yakni didominasi dengan merah, hitam, dan putih yang dihiasi oleh ragam tenunan dari benang emas atau perak sebagai perlambang warna kesukaan masyrakat Batak dengan makna matahari dan api. 
Kali ini yang akan kita angkat adalah Sarung Batak yang  merupakan ciri khas budaya Batak. Adapun, jenis-jenis sarung yang mereka buat antara lain sibolang rastra, maulana tarutung, tobu-tobu dan jenis-jenis sarung lainnya.
Sejumlah perajin membuat sarung Batak dikawasan Desa Meat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Bedanya dengan ulos, sarung Batak ini digunakan untuk menghadiri acara seperti pernikahan dan gereja. Sedangkan ulos digunakan untuk acara adat.   
Salah satu perajin sarung Batak mengaku sudah 20 tahun menjadi penenun dan bertahan hidup dengan menjual kain sarung Batak seharga minimal Rp600 ribu hingga jutaan rupiah.
Perlu diketahui tradisi membuat sarung Toba itu sudah mendarah daging di keluarga warga Toba dari nenek moyangnya. Kebiasaan ini nampaknya dilestarikan hingga kini yang membuat wisatawan tertarik. Proses pembuatan tenuh tak jauh berbeda dengan ulos. Hanya saja, ukuran sarung lebih pendek dan dipadukan dengan selendang. 
Proses pembuatan sarung yang membutuhkan waktu yang tak sedikit. Prosesnya awalnya yaitu gulung benang, lalu diberikan kanji dan shampoo untuk mengeraskan kain. Kemudian gulungan benang tersebut dijemur hingga kering.
Setelah itu, gulungan benang baru siap dibentuk menjadi sarung. Prosesnya benar-benar manual dengan tangan-tangan yang sudah ahli membuat item fesyen ini sejak lama.
Untuk sepasang sarung dan selendang, motif yang dibuat juga harus kreatif. Kaum ibu di desa itupun punya kesenangan dalam membentuk motif sarung. Biasanya motif yang dipakai yaitu sikut, gorga, tumtuman dan sebagainya.
Untuk membuat motif yang cantik, mereka tetap menyusun benang yang berbeda-beda warnanya. Penggunaan benang tersebut identik dengan warna-warna terang, seperti tosca, kuning, fuscia, hijau, maroon, dan masih banyak lagi. Kalau sarung dan selendangnya sudah jadi, sekali lirik pasti ingin membelinya.
Tentunya saat Anda mampir ke Desa Meat, boleh membawa oleh-oleh dua item fesyen itu. Harganya dibanderol mulai dari Rp500 ribu-Rp600 ribu. Untuk harga satu sarung yang dibuat tidak jauh berbeda dengan harga ulos, tapi prosesnya sama satu minggu dikerjakan dengan tangan. 
Bicara tentang suku Batak yang menjadi salah satu suku di Provinsi Sumatera Utara, ingatan masyarakat pasti langsung mengingat kain tradisionalnya bernama Ulos dan sarung Batak.
Karena secara turun temurun kain ulos dan sarung dikembangkan oleh masyarakat Batak, dimana pada mulanya dikenakan di dalam bentuk selendang atau sarung saja. Pemaknaan terhadap warna di sarung Batak dan Ulos khas yakni didominasi dengan merah, hitam, dan putih yang dihiasi oleh ragam tenunan dari benang emas atau perak sebagai perlambang warna kesukaan masyrakat Batak dengan makna matahari dan api.