Foto: Malam Selikuran Keraton Solo, Tradisi Sambut Lailatul Qadar

Kegiatan itu dilakukan oleh ratusan abdi dalem dari Keraton menuju masjid Agung Solo, Jawa Tengah, Minggu (2/5/2021) malam.

Puncak acara dari Malam Selikuran adalah pembagian nasi tumpeng kepada abdi dalem dan warga usai didoakan oleh pemuka agama setempat.

Abdi dalem membawa Nasi Tumpeng sebanyak 1000 yang juga melambangkan pahala setara dengan seribu bulan yang dijanjikan Tuhan kepada umatnya yang beribadah dengan ikhlas pada malam Lailatul Qadar.

Tradisi unik ini sudah lama dijalani Keraton Surakarta untuk menyambut datangnya lailatul qadar yang digelar pada 20 Ramadhan atau malam 21 Ramadhan.   

Selain tumpeng, dalam arak-arakan ini para abdi dalem juga membawa lampu ting atau lentera dengan api menyala. Lampu juga mnejadi simbol dari obor yang dibawa para sahabat tatkala menjemput Nabi Muhammad SAW yang turun dari Jabal Nur seusai menerima wahyu.

Tradisi Malam Selikuran Kraton Kasunanan Surakarta ini adalah dikembangkan oleh Sultan Agung. Tapi dihidupkan lagi oleh Pakubuwana IX dan mengalami puncaknya pada masa Pakubuwana X.

Sejak era Pakubuwana X, tradisi unik ini digelar dengan kirab dari Keraton menuju Masjid Agung Surakarta. Nasi tumpeng yang sudah dibawa oleh para abdi dalem itu didoakan terlebih dahulu oleh pemuka agama.

Puncak dari malam selikuran adalah pembagian nasi tumpeng. Selepas pemuka agama mendoakan, nasi tersebut langsung dibagikan kepada para abdi dalem dan masyarakat yang ikut hadir dalam acara tersebut.  

Beginilah potret malam selikuran yang digelar Abdi Dalem Keraton Surakarta dalam menyambut datangnya malam Lailatul Qadar.

Kegiatan itu dilakukan oleh ratusan abdi dalem dari Keraton menuju masjid Agung Solo, Jawa Tengah, Minggu (2/5/2021) malam.
Puncak acara dari Malam Selikuran adalah pembagian nasi tumpeng kepada abdi dalem dan warga usai didoakan oleh pemuka agama setempat.
Abdi dalem membawa Nasi Tumpeng sebanyak 1000 yang juga melambangkan pahala setara dengan seribu bulan yang dijanjikan Tuhan kepada umatnya yang beribadah dengan ikhlas pada malam Lailatul Qadar.
Tradisi unik ini sudah lama dijalani Keraton Surakarta untuk menyambut datangnya lailatul qadar yang digelar pada 20 Ramadhan atau malam 21 Ramadhan.   
Selain tumpeng, dalam arak-arakan ini para abdi dalem juga membawa lampu ting atau lentera dengan api menyala. Lampu juga mnejadi simbol dari obor yang dibawa para sahabat tatkala menjemput Nabi Muhammad SAW yang turun dari Jabal Nur seusai menerima wahyu.
Tradisi Malam Selikuran Kraton Kasunanan Surakarta ini adalah dikembangkan oleh Sultan Agung. Tapi dihidupkan lagi oleh Pakubuwana IX dan mengalami puncaknya pada masa Pakubuwana X.
Sejak era Pakubuwana X, tradisi unik ini digelar dengan kirab dari Keraton menuju Masjid Agung Surakarta. Nasi tumpeng yang sudah dibawa oleh para abdi dalem itu didoakan terlebih dahulu oleh pemuka agama.
Puncak dari malam selikuran adalah pembagian nasi tumpeng. Selepas pemuka agama mendoakan, nasi tersebut langsung dibagikan kepada para abdi dalem dan masyarakat yang ikut hadir dalam acara tersebut.  
Beginilah potret malam selikuran yang digelar Abdi Dalem Keraton Surakarta dalam menyambut datangnya malam Lailatul Qadar.