Sambut Ramadhan Warga Megelang Nyadran

Umat Islam Jawa makan bersama setelah sembahyang di pemakaman dalam upacara Nyadran di desa Butuh di kaki Gunung Sumbing, Magelang, Jawa Tengah.  

Di minggu terakhir sebelum bulan puasa, orang Jawa mementingkan ke kuburan orangtua atau leluhurnya. Orang menyebut dengan "nyadran" yang merupakan cara untuk mengagungkan, menghormati, dan memperingati roh leluhur.  

Dalam tradisi orang Jawa, sebelum memasuki bulan Ramadhan, orang dari perantauan kembali ke kampung masing-masing hanya untuk melakukan ritual "nyadran" ini.   

Kebiasaan ini sudah menjadi tradisi kebudayaan yang terjadi hampir setiap kampung di Jawa.  

Nyadran dilaksanakan selama hari ke-10 bulan Rajab, atau saat datangnya bulan Syaban.  

Tradisi nyadran telah ada pada masa Hindu-Budha sebelum agama Islam masuk di Indonesia.  

Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.  

Kegiatan menyelanggarakan kenduri diawali dengan pembacaan ayat Al-Quran, zikir, tahlil, dan doa, kemudian ditutup dengan makan bersama. Dipimpin oleh seorang tokoh agama atau masyarakat desa sering menyebut dengan mudin.   

Dalam ziarah kubur, biasanya membawa bunga terutama bunga telasih. Bunga ini sebagai lambang adanya hubungan yang akrab antara peziarah dengan arwah yang diziarahi.  

Seusai berdoa mengelar kenduri dengan makan bersama sepanjang jalan mengelar tikar dan daun pisang.  

Ritual nyadran bagi orang Jawa beragam motivasi keagamaan. Di antaranya, selain ungkapkan saling mendoakan antara orang yang telah tiada dengan yang masih hidup, ada fungsi integrasi masyarakat di sana.   

Siklus tahunan ini menjadi ruang sosial untuk memperkuat hubungan antar masyarakat.  

Umat Islam Jawa makan bersama setelah sembahyang di pemakaman dalam upacara Nyadran di desa Butuh di kaki Gunung Sumbing, Magelang, Jawa Tengah.  
Di minggu terakhir sebelum bulan puasa, orang Jawa mementingkan ke kuburan orangtua atau leluhurnya. Orang menyebut dengan nyadran yang merupakan cara untuk mengagungkan, menghormati, dan memperingati roh leluhur.  
Dalam tradisi orang Jawa, sebelum memasuki bulan Ramadhan, orang dari perantauan kembali ke kampung masing-masing hanya untuk melakukan ritual nyadran ini.   
Kebiasaan ini sudah menjadi tradisi kebudayaan yang terjadi hampir setiap kampung di Jawa.  
Nyadran dilaksanakan selama hari ke-10 bulan Rajab, atau saat datangnya bulan Syaban.  
Tradisi nyadran telah ada pada masa Hindu-Budha sebelum agama Islam masuk di Indonesia.  
Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.  
Kegiatan menyelanggarakan kenduri diawali dengan pembacaan ayat Al-Quran, zikir, tahlil, dan doa, kemudian ditutup dengan makan bersama. Dipimpin oleh seorang tokoh agama atau masyarakat desa sering menyebut dengan mudin.   
Dalam ziarah kubur, biasanya membawa bunga terutama bunga telasih. Bunga ini sebagai lambang adanya hubungan yang akrab antara peziarah dengan arwah yang diziarahi.  
Seusai berdoa mengelar kenduri dengan makan bersama sepanjang jalan mengelar tikar dan daun pisang.  
Ritual nyadran bagi orang Jawa beragam motivasi keagamaan. Di antaranya, selain ungkapkan saling mendoakan antara orang yang telah tiada dengan yang masih hidup, ada fungsi integrasi masyarakat di sana.   
Siklus tahunan ini menjadi ruang sosial untuk memperkuat hubungan antar masyarakat.