Seorang pria menangis di atas jenazah Saw Pyae Naing di Mandalay, Myanmar. Saw Pyae Naing (21) tewas tertembak dalam unjuk rasa pada 14 Maret lalu.
Pertumpahan darah terus terjadi di Myanmar. Sedikitnya 20 orang demonstran antikudeta tewas ditembak di Myanmar pada Senin (15/3). Protes dan kerusuhan terus memanas di Myanmar usai junta militer merebut kekuasaan enam minggu lalu.
Usai militer Myanmar menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dari kekuasaan, ratusan ribu orang turun ke jalan untuk menuntut kembali ke demokrasi. Hampir setiap hari di seluruh penjuru negara, pasukan keamanan melakukan tindakan keras dengan menggunakan gas air mata, peluru karet dan peluru tajam terhadap pengunjuk rasa.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sebuah kelompok pemantau lokal yang melacak penangkapan dan korban jiwa, mengatakan sedikitnya 20 orang tewas dalam kekerasan hari Senin kemarin.
Diketahui selain demonstran antikudeta, beberapa yang tewas adalah warga sipil yang bahkan tidak berpartisipasi dalam protes. Sebagian besar tewas di Myanmar tengah, sementara setidaknya tiga orang tewas di pusat perdagangan Yangon.
Sebelumnya, kerusuhan hari Minggu (14/3) lalu menandai satu hari paling mematikan sejak kudeta sejauh ini, dengan AFP membenarkan sedikitnya 44 orang tewas dalam kerusuhan di seluruh negeri di hari itu, termasuk aksi pembakaran dan penjarahan pabrik-pabrik China.
Enam kota di Yangon ditempatkan di bawah darurat militer setelah kekerasan memanas pada Minggu (16/3). Mereka yang ditangkap akan diadili oleh pengadilan militer, bukan pengadilan sipil, dengan hukuman mulai dari kerja paksa tiga tahun hingga eksekusi.
Hae Nu Naing, saudara perempuan Saw Pyae Naing menangis di dekat jenazah saudaranya yang tewas tertembak.