Belanda dilanda kerusuhan selama tiga malam terakhir saat warga berunjuk rasa memprotes pemberlakuan jam malam dan lockdown untuk mengendalikan penyebaran virus Corona (COVID-19). Ratusan orang ditangkap terkait kerusuhan yang terjadi secara luas di beberapa kota itu.
Polisi antihuru-hara terlibat bentrok dengan sekelompok demonstran di ibu kota Amsterdam, juga di kota pelabuhan Rotterdam. Dalam kerusuhan yang terjadi, para demonstran menghancurkan kaca jendela toko-toko dan menjarah isinya.
Namun motif di balik aksi vandalisme dan penjarahan ini masih belum jelas, dengan sebagian besar perusuh diketahui masih remaja.
Unjuk rasa pada akhir pekan yang awalnya memprotes keputusan pemerintah Belanda menerapkan jam malam ini, berlanjut hingga Senin (25/1) malam waktu setempat dan diwarnai kerusuhan. Dilaporkan bahwa kerusuhan juga terjadi di Amersfoort, kota kecil di kota Geleen, dekat Maastricht, Den Haag dan Den Bosch. Foto-foto yang beredar di media sosial menunjukkan para perusuh menjarah sebuah toko di Den Bosch dan seorang wartawan foto dipukul di kepala dalam kerusuhan di Haarlem, setelah massa yang marah mengejarnya dan melemparkan batu ke arahnya.
Kepala kepolisian setempat, Willem Woelders, menuturkan dalam pernyataan via televisi bahwa 70 orang ditangkap terkait kerusuhan terbaru hingga Senin (25/1) malam, sekitar pukul 22.00 waktu setempat. Sementara 250 orang ditangkap dalam kerusuhan yang pecah di beberapa kota pada Minggu (24/1) waktu setempat.
Perdana Menteri (PM) Belanda, Mark Rutte, mengecam kerusuhan yang disebutnya sebagai 'kekerasan kriminal' itu. Pejabat kepolisian Belanda menyebut sebagai 'kerusuhan terparah dalam 40 tahun terakhir' di negara itu.
Jam malam yang berlaku mulai pukul 21.00 malam hingga pukul 04.30 pagi, diterapkan mulai Sabtu (23/1) lalu hingga setidaknya 10 Februari mendatang. Mereka yang melanggar terancam hukuman denda 95 Euro (Rp 1,6 juta). Jam malam itu merupakan yang pertama diterapkan di Belanda sejak Perang Dunia II. Marco de Swart/ANP/AFP