Ekuador 'Babak Belur' Hadapi Pandemi Corona

Negara di Amerika Tengah ini benar-benar babak belur dihajar virus Corona. Pemandangan menyeramkan terlihat di berbagai sudut kota gara-gara pandemi COVID-19.
Jenazah tergeletak di pojok Kota Guayaquil, Ekuador. Jenazah ini hanyalah satu dari banyak korban tewas COVID-19. Hingga 1 April 2020, ada 1.937 orang di sini dinyatakan positif terjangkit virus SARS-CoV-2.
Dilansir BBC, sejumlah gelandangan meninggal di jalan-jalan. Ini bak novel karya Joseph Conrad, The Heart of Darkness: horor, horor. Bedanya, horor ini terlalu nyata.
Pemakaman umum di kota ini ambruk di tengah pandemi. Seorang perempuan di sini bahkan melaporkan ayahnya meninggal di pangkuannya sesudah 24 jam di rumah.
Kota Guayaquil sampai kehabisan peti mati. Alhasil, warga setempat terpaksa menggunakan peti mati berbahan kardus. Otoritas kota Guayaquil mengaku telah menerima donasi 1.000 peti mati berbahan kardus dari produsen lokal. Donasi peti mati itu digunakan di dua areal pemakaman setempat.
Tak hanya sampai di situ duka warga Ekuador. Ada momen dramatis ketika warga di Guayaquil, Ekuador menunggu berita keluarganya yang meninggal karena COVID-19. Beberapa warga merasa lega ketika diperbolehkan membawa jenazah keluarganya yang meninggal karena Corona. Setelah beberapa hari, barulah sejumlah keluarga mendapatkan kepastian bahwa jenazah kerabat mereka akan dibebaskan oleh rumah sakit.
 
Pemerintah Ekuador mengingatkan bahwa hingga 3.500 orang bisa meninggal karena wabah ini dalam beberapa bulan mendatang. Karena kondisinya separah ini, pemerintah sampai memohon maaf ke rakyat.
Peti mati termurah di kota Guayaquil dijual seharga US$ 400. Kehadiran peti mati dari kardus diharapkan membantu warga miskin yang mengisi 17% penduduk kota ini.
Negara di Amerika Tengah ini benar-benar babak belur dihajar virus Corona. Pemandangan menyeramkan terlihat di berbagai sudut kota gara-gara pandemi COVID-19.
Jenazah tergeletak di pojok Kota Guayaquil, Ekuador. Jenazah ini hanyalah satu dari banyak korban tewas COVID-19. Hingga 1 April 2020, ada 1.937 orang di sini dinyatakan positif terjangkit virus SARS-CoV-2.
Dilansir BBC, sejumlah gelandangan meninggal di jalan-jalan. Ini bak novel karya Joseph Conrad, The Heart of Darkness: horor, horor. Bedanya, horor ini terlalu nyata.
Pemakaman umum di kota ini ambruk di tengah pandemi. Seorang perempuan di sini bahkan melaporkan ayahnya meninggal di pangkuannya sesudah 24 jam di rumah.
Kota Guayaquil sampai kehabisan peti mati. Alhasil, warga setempat terpaksa menggunakan peti mati berbahan kardus. Otoritas kota Guayaquil mengaku telah menerima donasi 1.000 peti mati berbahan kardus dari produsen lokal. Donasi peti mati itu digunakan di dua areal pemakaman setempat.
Tak hanya sampai di situ duka warga Ekuador. Ada momen dramatis ketika warga di Guayaquil, Ekuador menunggu berita keluarganya yang meninggal karena COVID-19. Beberapa warga merasa lega ketika diperbolehkan membawa jenazah keluarganya yang meninggal karena Corona. Setelah beberapa hari, barulah sejumlah keluarga mendapatkan kepastian bahwa jenazah kerabat mereka akan dibebaskan oleh rumah sakit. 
Pemerintah Ekuador mengingatkan bahwa hingga 3.500 orang bisa meninggal karena wabah ini dalam beberapa bulan mendatang. Karena kondisinya separah ini, pemerintah sampai memohon maaf ke rakyat.
Peti mati termurah di kota Guayaquil dijual seharga US$ 400. Kehadiran peti mati dari kardus diharapkan membantu warga miskin yang mengisi 17% penduduk kota ini.